OPINI, Suara Jelata— Peranan Perbankan Syariah sebagai alternatif lembaga keuangan bagi masyarakat saat ini semakin berkembang pesat.
Kebutuhan akan produk-produk yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah menjalankan aktivitasnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah menjadi sebuah kebutuhan yang perlu direspon dengan baik oleh perbankan syariah.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar (market share) Bank Syariah terhadap total pasar perbankan nasional baru mencapai 4,87% pada akhir tahun 2015 atau masih di bawah target minimal 5%.
Kurangnya minat masyarakat terhadap perbankan syariah disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman serta persepsi masyarakat yang umumnya masih keliru atau tidak tepat terhadap Bank Syariah.
Kelahiran Bank Syariah di tengah-tengah perbankan konvensional tujuannya untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat Islam yang membutuhkan atau yang menginginkan memperoleh layanan jasa perbankan tanpa harus melanggar larangan riba.
Oleh para ekonom muslim, ada dua alasan utama mengenai latar belakang berdirinya bank syariah, yaitu: (1) adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional itu hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba, (2) dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan dan dapat menimbulkan rasa mementingkan diri sendiri (selfishness).
Perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang pesat, pertumbuhan yang tinggi ini membuktikan bahwa daya tarik perbankan syariah di Indonesia sangat tinggi.
Akselerasi pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan nasional berhasil meningkatkan porsi perbankan syariah dalam perbankan nasional menjadi 4,0%.
Jika tren pertumbuhan yang tinggi industri perbankan syariah tersebut dapat dipertahankan, maka porsi perbankan syariah diperkirakan dapat mencapai 15%-20% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Namun, ternyata persepsi dan sikap masyarakat terhadap bunga bank dan sistem bagi hasil sangat beragam.
Sebagian masyarakat tetap menerima bunga, sebagian menerima sistem bagi hasil dengan tetap menerima bunga dan sebagian lagi menolak bunga. Sikap yang tersebut, memberi nuansa yang cukup menarik sebagai gambaran tentang pengetahuan, sikap, persepsi serta perilaku masyarakat dalam menyikapi kebijakan dual banking system tersebut.
Sri Astuti, (2017) meneliti tentang Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Bank Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata dari sisi persepsi, sebagian besar masyarakat menyetujui keberadaan Bank Syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam serta keberadaan bank syariah yang berbeda dari sistem perbankan konvensional.
Akan tetapi masih terdapat keragu-raguan atau sikap netral dari masyarakat terhadap pemahaman akan riba yang difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta sistem bunga yang termasuk kategori riba yang dijalankan oleh perbankan konvensional.
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa struktur pemahaman dan persepsi masyarakat yang sudah terbangun sekian lama terhadap bank konvesional tentu saja tidak mudah untuk diarahkan kepada perbankan yang berasaskan syariah Islam, terutama terkait persepsi masyarakat yang masih salah tentang perbankan syariah dan mengarah kepada preferensi masyarakat yang masih rendah kepada Bank Syariah.
Islam memberikan pedoman dan petunjuk kepada semua aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu tumpuan penggerak roda perekonomian.
Hadirnya perbankan syariah yang bebas dari sistem bunga (interest free banking) diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Namun, perkembangan perbankan syariah di Indonesia belum menunjukkan pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Hal ini disebabkan, antara lain oleh adanya persepsi dan pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap Bank Syariah, terutama yang disebabkan dominasi bank konvensional.
Pada dasarnya, sistem ekonomi Islam telah jelas melarang praktek riba serta akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil. Namun secara praktis, bentuk produk dan jasa pelayanan Bank Syariah, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dan nasabah serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih belum dipahami dan dimengerti oleh sebagian besar masyarakat, sehingga muncullah persepsi yang keliru terhadap Bank Syariah, seperti mempersepsikan produk dan jasa Bank Syariah itu sama saja dengan bank konvensional, Bank Syariah menggunakan sistem bunga seperti bank konvensional, dan sebagainya.
Setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang.
Pada mekanisme perbankan dan lembaga keuangan syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk kerjasama seperti mudharabah. Dalam penerapan sistem bagi hasil di Bank Syariah ini menggunakan nisbah bagi hasil.
Nisbah bagi hasil merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan bagi hasil di Bank Syariah. Sebab, aspek nisbah bagi hasil merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi.
Untuk menentukan nisbah bagi hasil itu perlu diperhatikan aspek-aspek seperti: data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan, dan distribusi pembagian hasil.
Masing-masing pihak yang melakukan kerjasama dalam sistem bagi hasil akan berpartisipasi dalam kerugian dan keuntungan. Hal yang demikian ini menunjukkan keadilan dalam distribusi pendapatan.
Penulis: Andi Ayu Saputri
Tulisan tersebut diatas merupakan tanggung jawab penuh penulis















