News

Mahasiswa Demo Bakar Ban di Makassar, Berikut Pernyataan Sikapnya

×

Mahasiswa Demo Bakar Ban di Makassar, Berikut Pernyataan Sikapnya

Sebarkan artikel ini

MAKASSAR, Suara Jelata—Koalisi Perjuangan Pemuda dan Mahasiswa (KPPM) melakukan aksi demontrasi menjelang pelantikan Presiden. Jum’at, (18/10).

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Aksi tersebut berlangsung di Jalan Sultan Alaudin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan mulai sekitar pukul, 15.00 WITA dengan diikuti oleh sekitar 30 orang pemuda dan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi yang dipimpin oleh Nurwahid.

Berikut penyataan sikap Koalisi Perjuangan Pemuda dan Mahasiswa;

Pelantikan Jokowi-Ma’ruf pada tanggal 20 Oktober 2019 dan juga sebagai awal baru pengurusan seluruh perangkat Negara yang baru.

Ini kemudian merupakan sebuah pencapaian terbesar Jokowi melihat terpilihnyah sebagai presiden RI kembali dan mencatatkan namanya sebagai presiden RI dua periode.

Namun pencapaian tersebut berbanding terbalik atas banyaknya konflik yang tak terelakkan. tidak bisa di pungkiri, periode kepresidenan 2014—2019 kemarin banyak melahirkan konflik-konflik yang terjadi di jantung bangsa hingga berefek sampai hari ini.

Belum lagi janji-janji politik yang dikumandankan oleh Jokowi-JK di periode sebelunmya kemudian belum sama sekali terlaksana.

Seperti halnya penuntasan kasus pelanggaran HAM yang kemudian masuk sebagai visi dan misi pasangan Jokowi-JK saat mencalonkan pada Pilpres 2014 lalu.

Bebarapa kasus seperti peristiwa Mei 1998, tragedi Trisakti, penculikan 1998, dan peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya sempat disebutkan Jokowi saat itu hingga dianggap memahami sejarah kelam kasus HAM di Indonesia.

Namun hingga akhir periode jabatan jokowi, berubah menjadi ingkar janji, melihat selama 5 tahun pemerintahan.

Kasus pelanggaran HAM yang kemudian bermunculan selama 5 tahun terakhir ini. Belum lagi Wiranto yang diangkat menjadi Menteri Koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan yang diduga merupakan salah seorang pelaku pelanggaran HAM berat.

Dimasa jabatan jokowi-JK periode 2014-2019, kita melihat banyaknya masyarakat hingga aktivis yang kemudian di kriminaiisasi.

Mulai dari kasus agraria, bumi, hingga para aktivis mahasiswa yang kemudian mendapatkan tindak kekerasan oleh aparatur Negara.

Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat, letusan konfik agraria tercatat ada sekitar 1.769 konfik agraria periode 2014—2018 dan menimbulkan banyak korban di antaranya adalah 41 orang di duga tewas, dan 546 dianiaya hingga 51 orang tertembak dan sedikitnya 940 orang petani dan aktivis dikriminalisasi.

Sementara luas daerah konflik sendiri mencapai 807.177.613 hektar dan melibatkan 87.568 Kartu Keluarga di berbagai provinsi di Indonesia. Konflik tersebut tersebar di seluruh daerah di Indonesia, mendominasi daerah Riau, Sumatera Utara dan Jawa Barat.

Konflik yang terjadi tersebut kemudian lahir dari eksploitasi yang dilakukan para korporat-korporat swasta yang kemudian dilegalisasi oleh rezim Jokowi-JK yang memakai aparatur Negara sebagai penstimulus laju dari kerja proyeksi tersebut dan kemudian dibenturkan kepada masyarakat. Melihat penyumbang kasus agraria terbesar adaiah dari sektor kelapa sawit yakni mencapai 591.640 hektar di akhir tahun 2018.

Selebihnya persoalan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan presiden Jokowi dari awal jabatannya pada tahun 2014 dengan meningkatkan beberapa sumber daya, mulai dari pembangunan jalan tol di beberapa daerah, mega Proyek 35.000 MegaWatt proyek pembangkit listrik.

Pembangunan bandara, perluasan jalanan dan masih banyak lagi proyek Jokowi demi terwudnya industrialisasi di segala sektor rancangan Jokowi. Ditambah lagi dengan adanya RUU Pertanahan yang menimbulkan kontradiksi di masyarakat.

Diantara segelintir banyaknya konfik pada masa kepemimpinan Jokowi Dodo dan Jusuf Kalla yang tidak terselesaikan, disusul dengan banyaknya revisi dan rancangan Undang-Undang yang tidak pro terhadap kelangsungan hidup rakyat dan negara.

Revisi Undang-Undang KPK yang kemudian disahkan pada 6 September 2019 dinilai dapat melemahkan independensi kerja dari KPK itu sendiri.

Undang-undang RKUHP yang kontroversial, RUU ketenagakerjaan, Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang lainnya yang disahkan pada masa peralihan kepemimpinan presiden dalam hal ini Jokowi Dodo menuju periode kedua dan peralihan kepemimpinan DPR-RI sebagai legislatif.

Belum lagi kasus di perburuhan, dilansir oleh Tempo selama menjabat, Jokowi dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan upah buruh, dimana penentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tersebut.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengaturan Pengupahan yang tidak menyesuaikan dengan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh.

Belum lagi di tahun 2017 pemerintah akan mencabut subsidi listrik 900 VA. Tentu kenaikan UMK yang hanya 8,25 persen tidak akan memiliki dampak apapun untuk kehidupan buruh.

Maka dari itu, kami dari Koalisi Perjuangan Pemuda Mahasiswa (KPPM) menuntut:

1. Meminta kepada PBB untuk mengecam beberapa situasi dan konflik yang teragedi di Indonesia.

2. Meminta kepada dunia internasional untuk memastikan penuntasan kasus pelanggara HAM di indonesia.

3. Meminta kepada International Labour Organization (ILO) untuk memastikan upah buruh di indonesia semakin naik dengan menekan pemerintah Indonesia untuk mencabut PP. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

4. Meminta presiden bertanggung jawab atas kematian dan beberapa mahasiswa yang direpresif dalam aksi September berdarah.

Reporter: Alam