Nasional

Ditjen PAUD dan Dikmas Dihapus, Pegiat PKBM Asal Sinjai Ini Kritik Mendikbud

×

Ditjen PAUD dan Dikmas Dihapus, Pegiat PKBM Asal Sinjai Ini Kritik Mendikbud

Sebarkan artikel ini
Muh Faisal Lutfi A, Founder Sikola Inspirasi Alam dan Konsultan PKBM. (*)

Jakarta, Suara Jelata – Terbitnya Perpres Nomor 82 Tahun 2019 di bawah kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) tentang perubahan struktur birokrasi atau reorganisasi menimbulkan sorotan publik.

Seperti bagian keempat pasal 15, memasukkan pendidikan keaksaraan dan pendidikan kesetaraan sebagai bagian dari pendidikan formal. Tak terkecuali, Forum Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (IMADIKLUS) Indonesia.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Telah menyimpang dari UU No 20 Tahun 2003 tentang jalur pendidikan nasional dan secara tidak langsung sebagai bukti runtuhnya sistem pendidikan.

Dalam kajiannya, pendidikan keaksaraan dan pendidikan kesetaraan merupakan kajian pendidikan masyarakat/pendidikan non formal yang memiliki karakter dan sudut pandang yang khas dari pendidikan formal.

“Maka dalam proses pengelolaan dan pengembangannya bila tidak ditangani oleh orang yang profesional dan paham tentang mekanisme pendidikan non formal maka akan menimbulkan permasalahan yang justru lebih rumit. Belum lagi, administrasi dan metode pembelajaran yang khusus serta berbeda dengan pendidikan formal,” kata Pegiat dan Konsultan PKBM Ristek Nusantara Jaya, Muh Faisal Lutfi A.

Menurut pria asal Kabupaten Sinjai ini bahwa Ditjen PAUD dan Dikmas yang menaungi pendidikan non formal (PNF) seperti PKBM, maka dihapusnya dari struktur Kemendikbud akan menimbulkan masalah baru.

Terutama, pada pengelolaan secara profesional serta sistem administrasi yang akan menurunkan citra pendidikan kesetaraan karena perubahan birokrasi dan regulasi.

“Sebagai pelaksana di lapangan, saya merasa bahwa dengan terbitnya peraturan Perpres itu tadi sebagai bukti kemunduran sistem pendidikan nasional, terutama pada pendidikan kesetaraan karena tidak lagi berdiri sendiri,” ujarnya di Jakarta. Minggu, (12/1/2020).

Lebih lanjut, besar kemungkinan akan kurang diprioritaskan oleh pemangku kebijakan, “belum lagi, regulasi dan orang yang belum tentu paham dengan karaker pendidikan non formal itu sendiri, dan sudah jelas bertentangan dengan UU No 20 tahun 2003,” ulas Faisal sapaan akrabnya.

Desakan dan polemik yang terjadi saat ini dengan penerbitan Perpres tersebut. Olehnya itu, Faisal berharap agar dikaji ulang, demi kemerdekaan pendidikan nasional sesuai dengan harapan Menteri Nadiem Makarim, karena akan menimbulkan protes panjang oleh masyarakat dan lembaga terkait.

“Peningkatan dan perhatian pada pengembangan yang lebih maksimal terhadap Pendidikan Kesetaraan atau Non Formal justru di kuatkan oleh Menteri saat ini, agar sumber daya manusia unggul dapat tercapai melalui sistem pendidikan nasional dengan kesesuaian sistem yang direkomendasikan oleh UU No 20 tahun 2003,” kuncinya. (*)