JAKARTA, Suara Jelata— Pelaku diduga terorisme Zakiah Aini (ZA) seorang perempuan diri (lone wolf) yang menodong pistol ke polisi dan satpam ini diduga dipengaruhi oleh media sosial.
Konsumsi media sosial yang kurang dasar ilmu pengetahuan, diperhatikan atau jauh dari pengawasan meskipun dalam hal ini adalah konsumsi keagamaan bisa berbahaya yang terindikasi paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Apalagi masifnya oknum maupun kelompok yang mengatasnamakan agama dengan kepentingan tujuan politik tertentu atau familiarnya agama sebatas dijadikan balut pelindung saja dengan kepentingan menyimpang mereka.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memastikan bahwa ZA (25) merupakan tersangka terduga teroris penyerang Mabes Polri yang melancarkan aksi lone wolf atau pelaku tunggal.
Polri menduga aksi yang dilakukan ZA ini karena terpengaruh ideologi kelompok teror ISIS melalui media sosialnya yang terlihat dari unggahannya di Instagram.
Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya menjelaskan, seorang lone wolf merupakan sebuah aksi serangan yang dilakukan seseorang secara mandiri.
Kemandirian tersebut mulai dijalankan sejak dari persiapan hingga tiba waktunya eksekusi aksi.
Disamping itu, seseorang yang menjalankan aksi lone wolf umumnya tidak mempunyai jaringan dengan kelompok teroris mana pun.
“Lone wolf itu aksi tunggal, aksi mandiri yang dalam prosesnya dia juga siapkan sendiri. Dalam aksinya, pada saatnya juga melakukan sendiri dan dia tidak berhubung dengan jejaring kelompok teroris mana pun,” ujar Harits. Kamis (01/04/2021).
Kendati demikian, kata Harits, seseorang yang menjalankan aksi lone wolf tidak menutup kemungkinan bagian entitas kelompok teroris tertentu.
Hanya saja, seorang lone wolf mempunyai keinginan pribadi dan aksinya pun tidak mengatasnamakan kelompoknya.
“Jadi keinginan personal dia melakukan aksi dan tidak mengatasnamakan kelompoknya, tidak juga kemudian atas inisitaif kelompoknya. Dia inisiatif sendiri, tapi masih ada sisa dia keterkaitan,” jelas Harits.
Harits menyebut seorang lone wolf dalam melancarkan aksinya tak lepas dari dorongan alam pikirannya.
Alam pikiran tersebut berangkat dari berbagai informasi yang disajikan media, terutama informasi yang tersebar di media sosial.
Dari alam pikiran tersebut, seorang lone wolf kemudian mempunyai obsesi untuk melancarkan aksi teror.
“Jadi yang menghubungkan dia adalah persoalan alam pikiran yang bisa didapatkan dari media informasi, terutama adalah di dunia maya,” pungkasnya.