News

Bangkitkan Keagamaan, Kades Panaikang Dirikan Rumah Tilawah, Satu-Satunya di Sinjai

×

Bangkitkan Keagamaan, Kades Panaikang Dirikan Rumah Tilawah, Satu-Satunya di Sinjai

Sebarkan artikel ini

SINJAI, Suara Jelata— Siapa sangka dengan berbekal pengalaman di perantauan dan memberanikan diri untuk menjabat sebagai Kepala Desa Panaikang, Bahtiar SE nyatanya juga mampu menorehkan prestasi di bidang keagamaan dengan mendirikan Rumah tilawah satu-satunya di Kabupaten Sinjai.

Sehingga sampai saat ini, mampu mencetak santri/santri wati yang kemampuannya dapat diperhitungkan di tingkat Nasional.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Tentunya, kehadiran Rumah tilawah tersebut tidak terlepas dari bantuan kelompok masyarakat, pengelolah beserta pengajar dalam hal ini pembina santri, sehingga mampu mengelolah rumah tilawah.

Meskipun dengan anggaran yang terbatas apalagi diketahui, rumah tilawah ini tidak dipungut biaya sepeser pun.

Sekaligus tambah Bahtiar, adanya rumah tilawah tersebut juga sebagai salah satu tanda dibangkitkannya kembali sejarah Desa Panaikang sebagai desa pusat keagamaan di tahun 1660.

“Salah satu alasan mendirikan rumah tilawah ini, karena melihat terdapat potensi yakni, guru atau pembina tilawah di desa ini. Sekaligus, rumah tilawah ini juga merupakan alternative atau wadah bagi masyarakat yang ingin belajar tilawah, apalagi di Kab. Sinjai ini belum ada rumah tilawah. Lebih banyak itu, hanya rumah tahfids,” kata Bahtiar.

Ia mengatakan, yang paling penting sebenarnya jika ingin mendirikan rumah tilawah, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu tenaga pengajar yang siap membina.

“Pada saat itu saya mulai berpikir yakni, jika terdapat masyarakat yang ingin belajar tilawah saya arahkan ke mana, jika tidak dibentuk rumah tilawah, mengingat di Kabupaten Sinjai belum ada rumah tilawah. Olehnya itu, saya beserta anggota masyarakat yang lain, memilih untuk membuka bidang keagamaan yang baru yakni, rumah tilawah. Hal itu, tentunya juga menjadi salah satu kebutuhan Masyarakat,” jelasnya.

Lebih lanjut Bahtiar mulai bercerita, rumah tilawah ini juga dibangun disebabkan melihat kondisi santri mulai membludak, di mana dulu awalnya hanya di rumah Imam Desa Panaikang, Arifuddin.

Mulai dari jalanan ucap Bahtiar, sampai di area dapur rumah Imam Desa Panaikang dipadati santri yang ingin belajar mengaji, hinggga tiba pada kondisi jalur masuk ke rumah Imam Desa Panaikang tidak dapat di lalui, disebabkan jumlah santri yang jumlahnya cukup banyak.

“Melihat kondisi tersebut, saya bersama beberapa kelompok masyarakat seperti, kepala unit, dusun, duduk bersama merembukkan dan melakukan musyawarah, dalam rangka menyepakati untuk didirikan rumah tilawah yang khusus di tempati oleh santri belajar tilawah sekaligus juga TK/TPA,” tuturnya.

Ia menjelaskan, rumah tilawah ini juga didirikan agar pengelolaan dalam membina santri itu berjalan dengan sebaik mungkin, meskipun masih banyak kekurangan, akan tetapi sedikit banyaknya sudah terkelola dengan baik.

Sekaligus, jika ingin dianggarkan dengan menggunakan anggaran desa juga terbilang cukup mudah karena terdapat pengelolah yang menangani rumah tilawah ini, dan bisa dipertanggung jawabkan.

“Khusus di Kecamatan Sinjai Timur, santri yang ikut bergabung belajar di rumah tilawah ini, mulai dari Tongke-tongke, Panaikang, Pasimarannu, Sinjai, Lasiai, Patallassang, Biroro, sampai Aska semuanya belajar di rumah tilawah ini, juga terdapat santri dari kec. Sinjai selatan, sehingga mulai dikelolah dengan baik,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan, sebenarnya rencana awal hanya TK/TPA yang ingin dikelolah, hanya saja melihat terdapat potensi pengajar waktu itu yakni, terdapat Pak Imam Desa beserta Istrinya Sutarni, juga Almarhumah Raudhatul Jannah yang pernah memperoleh juara tingkat kabupaten hingga di tingkat provinsi, sehingga hal itu juga menjadi salah satu alasannya akhirnya didirikan rumah tilawah.

“Santri yang masuk pada TK/TPA unit Maccini dan Rumah Tilawah Raudhatul Jannah di desa ini, pada dasarnya dipersiapkan agar dapat menguasai tilawah, sehingga mulai dari penyebutan huruf, tajwid betul-betul sudah dibina dengan baik. Olehnya itu, jika terdapat perlombaan bukan maksud membanggakan potensi santri di rumah tilawah ini, akan tetapi santri yang dibina di tempat ini, kualitasnya bisa saya jamin, keunggulannya,” imbuhnya.

Jumlah santri saat ini mulai dari santri tilawah sampai santri TK/TPA itu hamper 100-san lebih santri, sekaligus santri yang bergabung dalam rumah tilawah ini, tidak dipungut biaya sepeser pun dalam artian, gratis sehingga santri tinggal belajar huruf, tajwid dan tilawah.

Selain itu ungkap Bahtiar, pembinaan atau pengajaran terhadap santri itu dilakukan setiap hari, kecuali hari libur atau hari-hari besar lainnya.

“Terdapat tiga pengajar atau Pembina di rumah tilawah ini di antaranya Imam Desa Panaikang dan Istrinya berfokus kepada pembinaan tajwid, sedangkan M. Aspar terkhusus untuk melatih tilawah. Adapun, M. Aspar ini merupakan masyarakat asli Sinjai Borong, hanya saja dengan keikhlasannya mengabdikan diri sebagai Pembina di rumah tilawah ini. Meskipun, gaji Pembina tidak seberapa sesuai dengan kemampuan anggaran desa,” tuturnya.

Tidak lupa Bahtiar menyebutkan, Rumah tilawah ini juga telah diketahui oleh Plt Gubernur saat ini yakni, Andi Sudirman Sulaiman, karena diketahui sebelumnya terdapat tim percepatan pembangunan Sulsel yang datang berkunjung.

Adapun, respond tim yang turun langsung saat itu, menyebutkan akan melakukan upaya agar dapat mensupport dengan baik rumah tilawah ini.

Tidak hanya itu Bahtiar kembali menyebutkan, alasan kedua mendirikan rumah tilawah ini juga, adalah sebagai upaya untuk mengangkat kembali citra secara luas Bumi Panrita Kitta Kab. Sinjai di bidang keagamaan.

Mengingat Sinjai pada tahun 1660 terkenal dengan tiga daerahnya yang dijadikan sebagai pusat keagamaan atau dulu dikenal dengan sebutan tiga kali.

“Pusat tempat keagamaan atau tiga kali yang dimaksud ini, antara lain di Bikeru, Masjid Nur di Balangnipa, dan Masjid di Panaikang, yang sebelumnya terkenal dengan nama Baringeng. Hingga, kemudian kalau tidak salah tahun 1962 atau 1972 keluar SK, di mana Baringeng sudah terbagai dengan beberapa desa salah satunya menjadi Desa Panaikang, Maccini dan desa-desa yang lain” terangnya.

Adapun, Bahtiar menambahkan, salah satu tanda Desa Panaikang dijadikan sebagai pusat keagamaan adalah bukti sejarah masjid yang telah dibongkar. Meskipun itu seharusnya kata Bahtiar, tidak perlu dibongkar akan tetapi dijadikan saja sebagai cagar budaya.

Masjid ini, lanjut Bahtiar merupakan masjid tempat berkumpulnya beberapa Jemaah dari segala penjuru di Sinjai untuk melaksanakan shalat Jumat, mulai dari Aska, Pattongko, Bua, Sinjai, semuanya shalat jumatnya di masjid tersebut, dengan menggunakan kuda sebagai kendaraan.

Bahkan, terdapat Jemaah yang memilih untuk bermalam dengan mendirikan tenda.

Hanya saja, ungkap Bahtiar saat ini, masjid tersebut tinggal pondasinya yang terlihat karena sudah dibongkar, sekaligus jika tidak salah, masih terdapat bangunan kolam dan sumur.

“Olehnya itu, sejarah tersebut mulai diangkat kembali dengan kegiatan-kegiatan keagamaan salah satunya, rumah tilawah ini sekaligus merupakan rumah tilawah satu-satunya di Sinjai. Dan Alhamdulillah, dengan adanya rumah tilawah ini dapat mencetak santri unggulan yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. Adapun, tokoh agama yang terkenal khususnya di Panaikang adalah KH. H. Hasan yang foto-fotonya masih diabadikan di Pelukis Topengkong,” kuncinya.