News

Awal Mula Konsep Pantai Mallenreng Panaikang Sinjai, Kades Ternyata Adopsi Dari Pantai Ini

×

Awal Mula Konsep Pantai Mallenreng Panaikang Sinjai, Kades Ternyata Adopsi Dari Pantai Ini

Sebarkan artikel ini

SINJAI, Suara Jelata— Berbekal pengalaman yang dimiliki selama di perantauan Kepala Desa Panaikang, Bahtiar SE mampu menyulap Pantai yang tidak berpenghuni seperti rawa-rawa menjadi pantai Mallenreng yang banyak dikunjungi Masyarakat dari berbagai kabupaten.

Sehingga, sedikit banyaknya dapat memberi kontribusi pada PAD Desa Panaikang di tengah covid-19 yang melanda sebanyak Rp 4.500.000, di mana pendapatan tersebut diperoleh setelah kurang lebih setengah bulan beroperasi pada tahun 2020.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Pantai Mallenreng yang mengadopsi konsep dari Jimbaran Bali, sekaligus merupakan daerah terjadinya insiden bom Bali II tersebut, mampu menampung 500 pengunjung yang mana disesuaikan dengan luas area pantai.

Sekaligus, konsep Lantai ini tidak terlepas dari sekumpulan ide yang lahir dari beberapa teman-teman perantau.

Kehadiran pantai ini bukan semata-mata karena anggaran yang besar, akan tetapi keterlibatan masyarakat yang cukup besar, berbondong-bondong melakukan kerja bakti mulai dari membersihkan area pantai, mengangkat batu, mengangkat pasir, dan masih banyak lagi bantuan masyarakat.

Sehingga, jika ingin dihitung dengan uang tentunya membutuhkan biaya ratusan juta rupiah.

Sekaligus jika ingin bernostalgia kembali pada proses pengerjaan pantai ini, tentunya tidak hanya sekadar membalikkan telapak tangan sehingga langsung beroperasi, hal tersebut tentu membutuhkan banyak tenaga, biaya, dan waktu, apalagi sebelum pantai ini digarap, sama sekali tidak ada masyarakat yang berani untuk berenang di sekitar area pantai, karena dipenuhi dengan banyak duri.

Meski begitu, Kepala Desa Panaikang, Bahtiar tidak langsung melakukan pembenahan di dalam area pantai, namun sebaliknya pertama-tama yang dilakukan adalah mendirikan gerbang yang bertuliskan selamat datang di Pantai Mallenreng, gerbang tersebut sebagai ajang promosi sekaligus sebagai tanda adanya Pantai Mallenreng.

Meski Bahtiar mengaku dalam pembangunan gerbang tersebut sempat mendapatkan berbagai macam pertanyaan dari masyarakat, karena anggapan masyarakat pada saat itu adalah terlebih dahulu membenahi kawasan dalam pantai sebelum mendirikan gerbang.

Setelah itu, Bahtiar bersama masyarakat kemudian mulai membangun gazebo yang menelan anggaran sekitar Rp 23 juta juga toilet Rp 10 juta dan beberapa fasilitas lainnya, mengingat fasilitas ini merupakan salah satu fasilitas pokok yang dibutuhkan pengunjung saat berkunjung ke pantai, di samping itu juga dilakukan pengerjaan jalan yang khusus menghubungkan jalur ke arah Pantai Mallenreng.

Menurut bahtiar, pengerjaan jalan tersebut menelan anggaran yang cukup banyak sekitar Rp 30 juta, karena di samping memikirkan bagaimana pengerjaan jalan, Bahtiar juga memikirkan keberlangsungan empang masyarakat yang berada di sekitar pantai, begitu pun dengan pemenuhan air bersih di kawasan pantai

Namun hal tersebut dapat dengan mudah diselesaikan oleh Bahtiar bersama masyarakat karena, prinsip yang dipegang oleh Bahtiar selama menjabat sebagai kepala Desa Panaikang adalah selama ada niat baik dan terdapat kemauan untuk berusaha.

“Pantai Mallenreng ini sebelumnya hanya seperti rawa-rawa yang berada disisi pantai dan tidak terkelolah. Namun, berkat kerja sama dan bantuan masyarakat, Alhamdulillah, saat ini sudah dapat dinikmati oleh beberapa masyarakat dari segala penjuru, ” sebut Bahtiar.

Setelah semuanya rampung, Bahtiar kemudian memberi peluang bagi masyarakat di sekitar pantai untuk turut serta berkontribusi dengan cara menjajakan bahan jualan mulai dari minuman dan makanan, agar semua kebutuhan pengunjung terpenuhi.

Apalagi kata Bahtiar, tujuan dari dana desa sebenarnya untuk mensejahterakan masyarakat, sehingga adanya Pantai Mallenreng ini merupakan upaya untuk mempekerjakan masyarakat yang ada di sekitaran pantai, sekaligus menjadikan bumdes sebagai pengelolah, dan terakhir bagaimana meningkatkan PAD desa.

“Kami mempekerjakan masyarakat untuk berjual-jualan sekaligus membuka kios, sedangkan sewa kios yang perlu dibayar oleh masyarakat terbilang murah cukup membayar kisaran Rp2.000, juga terdapat pembayaran listrik. Olehnya itu, meskipun masyarakat dipekerjakan akan tetapi masyarakat tidak terbebani,” jelasnya.

Bahtiar juga mengungkapkan meskipun covid-19 sedang melanda antusias pengunjung terbilang bagus, di samping tetap menjaga protokol kesehatan, istilahnya menjaga jarak dengan pengunjung yang bukan merupakan keluarga atau kerabat, lantaran rata-rata pengunjung yang datang itu bersama keluarganya.

Selanjutnya, pengunjung yang datang di pantai ini bukan hanya dari kalangan masyarakat Kab. Sinjai akan tetapi juga terdapat pengunjung dari kabupaten lain.

Seperti kemarin anggota DPRD Wajo, lurah juga perangkat desanya satu rombongan datang berkunjung ke Pantai ini, juga sebelumnya terdapat pengunjung dari Gorongtalo.

Namun, pada dasarnya pengunjung di Pantai Mallenreng ini cukup beragam, terkadang datang menggunakan bus.

Bahkan kata Bahtiar, beberapa dinas melakukan studi banding, seperti dinas pariwisata dari Poso, dengan tujuan ingin mengetahui bagaimana cara mengelolah dampak sosial yang ditimbulkan dengan adanya pantai ini.

Tentunya, kuncinya adalah memfungsikan masyarakat dalam pengelolaan ekonomi pantai ini, tanpa membena masyarakat.

“Jumlah pengunjung di pantai ini tentunya fluktuasi. Jika dirata-ratakan dalam sebulan jumlah pengunjung kisaran 3.000 pengunjung, bahkan dulu pernah mencapai 7.000 pengunjung dalam sebulan. Adapun, pantai ini ramai biasanya pada hari libur Sabtu dan Minggu, serta hari-hari besar lainnya,” ucapnya.

Tidak hanya itu, Bahtiar selanjutnya fokus berbicara tentang PADES Pantai Mallenreng, di mana PAD di Pantai Mallenreng itu, hanya beberapa persen pendapatannya ke desa, karena pendapatan yang masuk di Pantai Mallenreng pada dasarnya kembali kepada masyarakat diperuntukkan untuk pengelolah, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan beberapa penjual yang berlokasi di Pantai Mallenreng.

Apalagi lanjut Bahtiar, tujuan dari dana desa adalah mensejahterakan masyarakat, itu yang paling utama sedangkan PAD desa itu menempati posisi kedua. Olehnya itu, kesejahteraan masyarakat selalu digalakkan.

Menurut Bahtiar, untuk apa PAD banyak, namun disatu sisi masyarakat tidak sejahtera. Apalagi, desa ini sudah menjadi desa mandiri sehingga capaian tersebut perlu dipertahankan dengan cara terus meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Pendapatan PAD yang terkumpul khusus untuk tahun kemarin 2020 sekitar Rp4.500.000. Jumlah tersebut dikumpulkan selama beroperasi sekitar setengah bulan, karena Pantai ini mulai beroperasi itu November 2020. Sedangkan yang dikelolah oleh Bumdes pendapatan hampir Rp30 juta, termasuk telah dianggarkan untuk membeli aset Bumdes,” tuturnya.

Namun pada dasarnya ungkap Bahtiar, di pantai ini hampir 99 persen merupakan aset desa, karena kami di desa hanya menyediakan fasilitas sedangkan untuk pemanfaatan atau pengelolaannya di kelolah oleh Bumdes.

“Pendapatan PAD yang diperoleh dari pantai ini juga dibagi ke penggajian masrakat yang dipekerjakan, misal jika ingin masuk di gerbang Pantai Mallenreng tentu pengunjung membayar Rp3.000, setelah dikumpulkan dalam sehari ternyata terkumpul Rp15.000. Jumlah tersebut kemudian dibagi ke 40% ke karyawan, 20 persen ke Bumdes, 20 persen ke desa, dan terakhir 20 persen untuk kegiatan operasional Pantai Mallenreng,” paparnya.

Seandainya tambah Bahtiar, jika desa sendiri yang mengelolah Pantai Mallenreng tidak menutup kemungkinan pendapatan PAD juga tinggi, hanya saja jika seperti itu sistimnya PAD meningkat namun masyarakat kurang menikmati kehadiran pantai ini.

Bukan hanya itu, Bahtiar kemudian mengungkapkan, ke depan ketika ingin masuk di kawasan Pantai Mallenreng sistimnya akan memakai barcode baik melalui OVO atau aplikasi transaksi lainnya.

Karena diketahui Bahtiar telah melakukan kerja sama dengan Universitas Fajar, yang mana di dalamnya sudah terdapat ahli IT, pemberdayaan, dan ahli pariwisata.

“Kerja sama digitalisasi desa ini hanya menelan biaya kisaran Rp60 juta. Olehnya itu, setelah smeua prosesnya rampung, semua data digitalidasi, pokoknya tidak ada data yang tidak digital. Seperti halnya tanda tangan nantinya diganti dengan barcode, sehingga tidak perlu lagi melakukan tanda tangan di kertas. Konsep ini, mirip dengan Sautanre yang dikelolah oleh kopel,” terangnya.

Olehnya itu, bisa jadi nanti lebih terkenal Pantai Mallenreng di bandingkan Desa Panaikang. Padahal, Pantai Mallenreng ini berada di Desa Panaikang.

Tidak hanya itu, Bahtiar kembali berucap beberapa hari yang lalu tim auditor kementerian desa provinsi sudah pernah bekunjung ke Pantai Mallenreng.

“Setelah tiba tim audit ini mengauditor saya, terkait kegiatan-kegisyan studi banding dan pelatihan yang selama ini saya lakukan. Di mana, kedatangan tim auditor ini sebelum saya berkunjung ke Ponggok. Pada saat itu, catatan tim audit hanya satu yakni, pertahankan pengelolaannya, apalagi ini langsung tim auditor kementerian desa yang turun,” bebernya

Terakhir Bahtiar bilang, di mana pun bertemu dengan masyarakat, Bahtiar mengaku selalu mengingatkan kepada masyarakat dengan arti ayat dalam Alqur’an yakni, tidak akan saya matikan anak cucu adam, sebelum semuanya diberi rezeki.