BeritaDAERAH

Lima Tahun Miftah Khusurur Geluti Ubi Madusari

×

Lima Tahun Miftah Khusurur Geluti Ubi Madusari

Sebarkan artikel ini

MAGELANG, Suara Jelata – Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan tanaman budidaya. Tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi ini kini tak hanya menjadi komoditas bertaraf lokal, namun sudah menjadi komoditas ekspor yang patut dikembangkan.

Salah satu pengusaha yang menggeluti ubi jalar adalah Miftah Khusurur (48) warga Ngadigunung RT 03 RW 02 Desa/Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Miftah yang dalam usahanya ini termasuk menjadi penolong para petani ubi jalar di wilayah Windusari.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Diakui bapak dua anak ini, harga ubi jalar tidak menentu. Kadang bagus dan kadang pula turun drastis. Menurutnya saat harga rendah saat panen, kasihan para petani karena hasil yang didapat sangat sedikit bahkan merugi.

“Kadang mereka tak memanennya, tapi langsung mengubur ubi ketika menggarap lahan untuk menanam berikutnya. Bisa ubi lagi, bisa juga tanaman lain,” tutur suami Dwi Warsini (42) ini.

Dalam usaha membeli dan menjual kembali ubi jalar, Miftah sudah menekuni sejak tahun 2016 lalu. Saat itu di Windusari mulai dikenal sebagai penghasil ubi jalar manis yang disebut Ubi Madusari. Ubi jenis ini tak kalah dengan ubi sejenis dari daerah Jawa Barat. Sehingga ubi Madusari mulai merambah pemasarannya ke luar Jawa Tengah.

“Kami mencoba meluaskan pasaran dengan mengekspor ubi Madusari ke luar negeri. Tepatnya ke Singapura,” cerita Miftah.

Untuk ubi yang dibeli dari petani, Miftah kemudian menyortir dan menjadikan tiga tingkatan kualitas ubi. Untuk kualitas 1 adalah ubi untuk ekspor, kualitas 2 untuk dipasarkan ke kios atau warung, dan untuk kualitas 3 dijual ke pasar atau dibeli perajin makanan ringan.

“Ubi kualitas tiga biasanya dipesan para perajin grubi dan ceriping ubi. Sedangkan yang di kios atau warung biasanya khusus menjual ubi untuk digoreng atau dioven. Seperti yang banyak dijajakan di kios-kios ubi,” tutur lelaki ramah ini.

Saat ini, sebut Miftah, harga ubi sedang bagus karena bisa mencapai Rp 4 ribu per kilogram. Namun diakui pula pandemi memengaruhi usahanya. Namun hal itu tak membuatnya patah semangat, mengingat usahanya itu juga menolong para petani.

“Biasanya kami ekspor ubi seminggu sekali, namun sejak pandemi kadang dua atau tiga minggu sekali kami mendapat order ekspor. Semoga keadaan segera pulih, agar petani pun bisa menjual hasil buminya lebih baik,” harap Miftah.

Di akhir, Miftah mengaku dalam memenuhi permintaan pasar khusus ubi jalar ungu dia mengambil dari Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk usaha yang ditekuninya, kini Miftah dibantu istri dan kedua putrinya, serta 9 karyawan. (*)