BREBES JATENG, Suara Jelata – Para pecinta sejarah kepurbakalaan asal Kota Batik Pekalongan yang tergabung dalam Yayasan Lhaguira, menggelar kegiatan Edukasi Fosil Purba. Serta Susur Sungai Gintung di Desa Galuh Timur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, tempat sebagian besar fosil ditemukan.
Hadir dalam kegiatan ini antara lain Kades Galuh Timur Sobandi, A.Ma, Willem Taslim pendaki gunung terkemuka di Indonesia, Babinsa Galuh Timur Koramil 09/Tonjong Kodim 0713/Brebes Serda Beni Ismawan, dan rombongan dari Yayasan Lhaguira Pekalongan. Serta mahasiswa UGM Yogyakarta, Komunitas Pelestari Situs Buton (Bumiayu-Tonjong), serta para pengurus Pokdarwis Galuh Timur.
Disampaikan Ketua Pokdarwis Kampung Purba Galuh Timur, Serka Ali Mahfur yang juga merupakan anggota Koramil 09/Tonjong, bahwa pihaknya sangat menyambut baik adanya kegiatan edukasi kepurbakalaan di desanya. Yang mana kegiatan dilakukan oleh para pecinta purbakala asal Pekalongan dalam rangka menyambut HUT Yayasan Lhaguira yang ke-3 itu.
“Sejak pandemi Covid-19 tahun 2019 lalu, kegiatan wisata purbakala di Galuh Timur seperti mati suri. Pasca pendemi saat ini, wisatawan sudah mulai berdatangan, di mana kebanyakan anak-anak sekolah,” bebernya, Senin (31/10/2022).
Terkait penyimpanan fosil purbakala di Rumah Fosil Kampoeng Poerba di pinggir Dukuh Tengah, saat ini seluruh fosil yang sebelumnya berada di tempat itu disimpan kembali di rumah-rumah penduduk. Yang mana mereka merupakan penemu fosil, seperti di kediaman Nasikhin di RW 02 Dukuh Tengah.
“Alasannya adalah faktor keamanan karena letak rumah fosil berada di pinggir dusun sehingga kurang terpantau warga. Selain itu juga untuk menghindari fosil dirusak oleh kawanan monyet liar yang sudah merusak genteng rumah fosil,” sambungnya.
Untuk itulah dirinya berharap kepada pihak terkait agar segera menyempurnakan bangunan utama Museum Purbakala Situs Buton yang berada di Dukuh Kalipucung RT 02 RW 05, Galuh Timur. Termasuk kelengkapan fasilitas pendukungnya seperti WC, mushala, dan juga peningkatan akses menuju ke lokasi museum.
Menurut Serka Ali Mahfur, pihaknya juga mengapresiasi upaya Pemkab Brebes yang sudah memulai membangun bangunan utama museum yang berbentuk oval berukuran 15 x 15 meter itu. Pihaknya menilai hal itu merupakan langkah realisasi untuk menjadikan situs Buton menjadi geopark.
Menurutnya, usulan tersebut selain sebagai upaya pelestarian terhadap warisan geologi, kemudian sebagai pusat pendidikan/edukasi sejarah, sekaligus sebagai tempat wisata. Sehingga bonusnya juga akan memberikan peluang kesejahteraan ekonomi bagi warga setempat dan sekitarnya dari para wisatawan yang datang. Termasuk juga akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kita jamin, kami warga Galuh Timur tidak akan memperjualbelikan fosil kepada siapa pun karena ini merupakan warisan nenek moyang dan untuk pendidikan sejarah bagi seluruh umat manusia,” tandasnya.
Terkait upaya menjadikan Situs Buton sebagai geopark, Didit Hadi Barianto selaku Peneliti Kepurbakalaan dari UGM Yogyakarta sebelumnya pernah menyatakan dukungannya. Itu karena Situs Buton meliputi cakupan wilayah yang luas untuk diteliti yakni di 3 kecamatan, masing-masing Kecamatan Bumiayu, Tonjong dan Bantarkawung.
Dari ketiga kecamatan tersebut terdapat 6 sungai yang kemungkinan menyimpan fosil-fosil purbakala, yaitu alliran Sungai Pemali, Sungai Glagah, Sungai Bodas, Sungai Cisaat dan Sungai Gintung.
Jadi, menurut peneliti purbakala itu, Situs Buton sangat layak dijadikan geopark mengingat juga ditemukannya homo erectus yang kelasnya mendunia. Pasalnya, homo erectus baru ditemukan di lima negara, di mana salah satunya di Bumiayu dan Tonjong.
Terlepas dari itu, untuk diketahui juga bahwa keberadaan Situs Buton telah lama diteliti oleh para ahli purbakala mulai tahun 1920-an. Walaupun sempat terhenti, namun sejak ditemukannya kembali fosil-fosil kayu (2013), fosil Batu Akik (2014), fosil-fosil hewan (2015) kembali dilakukan penelitian.
Kemudian pada tahun 2017, di aliran Sungai Cisaat Galuh Timur juga ditemukan fosil manusia purba homo erectus arkaik (batok kepala, tulang rahang dan akar gigi), di mana para peneliti memperkirakan usia fosil lebih tua dari homo erectus di Sangiran, Sragen (1,5 juta tahun). Setelah adanya penemuan ini maka para peneliti kepurbakalaan kembali datang ke Situs Buton pada 2019 sebelum pendemi Covid-19.
Kala itu, tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin Prof. Gunardi melakukan riset selama 2 minggu (14 Juli – 2 Agustus 2019). Peneliti memperkirakan bahwa fosil fauna/hewan yang ditemukan oleh warga Galuh Timur dan sekitarnya merupakan fosil tertua yang ada di Pulau Jawa dengan umur lebih dari 2 juta tahun.
Kemudian dari validasi perkiraan usia fosil fauna tersebut, manusia purba yang hidup saat itu (homo erectus arkaik), usianya juga lebih tua lagi dari faunanya. Perkiraan itu juga diperkuat lagi dari link fosil yang ditemukan di wilayah Kabupaten Tegal, yakni di Situs Semedo, Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng. (Olam)