KUDUS JATENG, Suara Jelata – Beberapa hari terakhir muncul pemberitaan terkait akan digunakannya Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus untuk kegiatan Pasar Malam dalam tradisi Dandangan. Menurut Bupati Kudus, kebijakan itu karena permintaan dan desakan masyarakat.
Namun hal itu banyak mendapat tanggapan dari tokoh masyarakat berbagai profesi, yang nadanya hampir sama, yaitu kurang setuju. Mengingat Alun-Alun merupakan ruang publik yang perlu dijaga dari kerusakan fisik, maupun nilai sejarahnya.
Salah satu tokoh yang kurang setuju atas kebijakan Bupati Kudus tersebut adakah Ahmad Triswadi, salah satu tokoh berprofesi sebagai pengacara. Saat ditemui di sela-sela kegiatannya, aktivis yang juga sebagai Ketua Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Kabupaten Kudus ini mengungkapkan alasan ketidaksetujuannya.
“Jika Bupati mengatakan langkah tersebut adalah merupakan desakan masyarakat, maka pertanyaannya adalah masyarakat yang mana yang dikatakan mendesak?” kata Triswadi.
Triswadi mengatakan, terlepas dari apa yang dikemukakan oleh Bupati Kudus perihal desakan masyarakat tersebut, dirinya menilai bahwa Bupati Kudus telah membuat kebijakan yang tidak populis. Terkait dengan rencana penggunaan Alun-Alun sebagai area berjualan atau pasar malam pada tradisi Dandangan tahun ini.
Kebijakan tersebut, menurut Triswadi, terkesan mono centris dan dipaksakan, serta tidak mencerminkan keterpaduan lintas sektoral. Di dalam kebijakan tersebut terdapat kontra produktif, karena hanya mengedepankan sektor perdagangan saja.
“Namun mengesampingkan sektor lingkungan hidup yang perlu dijaga konservasinya. Lalu di mana kita berpikir tentang tata estetika kota jika seperti itu caranya?” katanya.
Pria yang familiar ini juga berpendapat bahwa Perda No. 11 Tahun 2017 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, kurang representatif. Sehingga berpotensi terjadi pelanggaran di sana sini.
“Intinya, faktanya banyak masyarakat yang tidak setuju dengan lokasi Dandangan di Alun-Alun Kudus. Oleh karena sepanjang sejarah tidak pernah ada pelaksanaan Dandangan menggunakan area Alun-Alun tersebut,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan Direktur Lembaga Kajian Strategis (LKiSS Kudus, Sururi Mujib. Saat ditemui di Polres Kudus, pentolan lembaga non pemerintah ini mengatakan penolakan kebijakan Bupati Kudus dimaksud.
“Kami dari LKiSS menolak Alun-Alun Kudus dijadikan area pasar malam. Maka hari ini kami datang ke Polres menyampaikan izin akan melakukan aksi demo menolak kegiatan pasar malam di tengah Alun-Alun Kudus,” ujarnya.
Lebih dalam Sururi mengungkapkan, pihaknya tidak setuju Alun-Alun Kudus dijadikan lahan bisnis, area pasar malam, atau lokasi tradisi Dandangan.
“Karena dengan adanya Pasar Malam di tengah Alun-Alun tersebut berdampak pada kerusakan rumput dan lainnya. Di mana perawatannya dibiayai APBD,” tegas Sururi. (Als)