BeritaDAERAH

Studi Banding Kades se-Kudus Dinilai Hamburkan Anggaran dan Tak Berdampak Pada Masyarakat

×

Studi Banding Kades se-Kudus Dinilai Hamburkan Anggaran dan Tak Berdampak Pada Masyarakat

Sebarkan artikel ini
Pantai Sanur Bali. (foto: thehoneycombers)

KUDUS JATENG, Suara Jelata Kegiatan wisata dengan tajuk “Studi Banding” dilakukan oleh Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Kudus ke pulau Bali, Rabu (17/05/2023). Kegiatan tersebut dinilai hanya menghambur-hamburkan anggaran dan sama sekali tidak berdampak positif terhadap masyarakat.

Diketahui, kegiatan plesir itu para Kades didampingi Camat dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) beserta bawahannya.tak hanya itu, wisata “Studi Banding” itu juga melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) se-Kabupaten Kudus.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Konfirmasi dari masyarakat melalui WhatsApp (WA) yang ditujukan ke rombongan wisata tidak satupun yang memberikan jawaban secara jelas. Menanggapi studu banding yang dianggap ‘nekat’ ini, Direktur Lembaga Kajian Strategis Kudus (LKiSS) Sururi Mujib mengatakan, bahwa ingin mengakses informasi (daerah lain, red) cukup buka jaringan, tak perlu jauh-jauh dan dengan biaya mahal.

“Di era digitalisasi seperti saat ini, untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Desa maupun untuk mengemban wilayah di level desa maupun daerah cukup buka jaringan. Maka dapat diakses semuanya, tidak perlu pergi jauh-jauh, ke Bali yang hanya menghabiskan biaya besar,” ujarnya.

Lebih lanjut Sururi menambahkan, sekarang semua kabupaten, kota, provinsi atau lembaga pemerintahan lainnya sudah memiliki website dan sangat mudah untuk diakses. Tanpa harus datang ke lokasi semua data sudah disajikan secara digital dan pastinya lebih lengkap.

Menurutnya, kegiatan tersebut sungguh tidak ada manfaat bagi desa maupun kabupaten.

“Kegiatan yang diselenggarakan oleh pejabat Kudus ke Bali hanya sekedar plesiran, jalan-jalan yang dibiayai APBD anggaran 2023,” tukas Sururi.

Sururi menyayangkan hal tersebut, pasalnya, studi banding diduga menggunakan anggaran cukup besar. Dia memperkirakan anggaran yang dibutuhkan mencapai ratusan juta rupiah yang sumbernya dari uang rakyat.

Selain masuk kategori pemborosan, lanjutnya, apabila kepala desa meninggalkan wilayahnya pada hari kerja, maka dampaknya pelayanan masyarakat terbengkelai.

“Padahal mereka bisa menduduki kursi kepala desa karena kepercayaan masyarakat, kalau benar agendanya studi banding, kenapa tidak memilih daerah yang ada di Jawa Tengah saja? Selain secara geografis lebih dekat dan kesamaan kultur, biaya lebih murah dan waktu juga lebih pendek,” tegasnya.

Kegiatan plesir para kades, camat, dan pejabat lainnya yang dibungkus dengan nama “pengawasan dan pembinaan administrasi pemerintahan desa” di Dinas PMD ke Bali adalah penghamburan uang rakyat. Tidak ada hasil yang bisa dirasakan rakyat secara langsung dan tidak mempunyai kepekaan sosial.

“Kegiatan itu hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu yang hanya untuk menyenangkan orang per orang. Hasilnya yang bisa dirasakan rakyat secara langsung apa? Sama sekali tidak ada,” tutup Sururi Mujib. (Als)