BeritaNasionalNewsPeristiwa

Dinilai Remehkan Wartawan Belum UKW, Ketum IWO Indonesia Sesalkan Sambutan Ketum PWI

×

Dinilai Remehkan Wartawan Belum UKW, Ketum IWO Indonesia Sesalkan Sambutan Ketum PWI

Sebarkan artikel ini
Ketua Umum Ikatan Watawan Online Indonesia (IWOI) NR. Icang Rahardian, S.H. (foto: jendelaindo.com)

KARAWANG JABAR, Suara Jelata Ketua Umum (Ketum) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari mengaku takjub atas perayaan Hari Pers Nasional (HPN) tingkat Jawa Barat yang diselenggarakan di Street Carnival Galuh Mas Karawang, Sabtu (20/05/2023). Bahkan, dalam sambutannya di acara puncak HPN tingkat Jawa Barat itu, Atal S. Depari menyinggung jumlah media online dan wartawan di seluruh Indonesia.

Dikatakan, total media online kurang lebih 47.000, jika rata-rata dalam 1 media ada 5 wartawannya, maka akan ada ratusan ribu wartawan.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

“Kalau sekarang ini ada Uji Kompetensi namun hanya ada kurang lebih 24.000, jadi sisanya itu belum ada kompetensi dan semua ini jalan, mereka mengaku adalah wartawan,”ungkapnya.

Atas pernyataan sambutan Ketua Umum PWI tersebut, justru sangat disesalkan. Hal itu diuangkapkan oleh Ketua Umum Ikatan Watawan Online Indonesia (IWOI) NR. Icang Rahardian, S.H. yang mendengar secara langsung. Sambutan Ketum PWI itu dinilai menyudutkan para wartawan yang tidak ikut Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

Mengutip dari tinta-merah.net, ungkapan yang menyesalkan Ketum PWI tersebut diungkapkan Icang kepada awak media saat setelah acara HPN selesai.

“Kami selaku Ketua Umum IWO Indonesia sangat menyesalkan sambutan yang disampaikan oleh Ketua Umum PWI yang membeda-bedakan wartawan yang belum ikut UKW. Siapa pun mereka yang sudah tergabung dalam media dan diakui oleh Pimred-nya, maka sudah jelas-jelas mereka seorang wartawan, terlepas ikut UKW atau tidak,” tegas Baba Icang sapaan akrabnya.

Baba Icang menandaskan, wartawan tidak wajib mengikuti dan lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Hal tersebut guna menjawab kesalahpahaman tentang kedudukan UKW yang berkembang di kalangan wartawan dan di lingkungan lembaga pemerintahan baik di tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi.

“Yang mana mereka menerbitkan peraturan bahwa lembaga pemerintahan hanya bisa menjalin kerjasama dengan wartawan yang sudah lulus UKW dan berasal dari media yang sudah tersertifikasi di Dewan Pers. Itu kurang pas,” tandasnya.

Menurut Baba Icang, UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia. UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok Pers.

“Namun UKW adalah Peraturan Dewan Pers,” tegas Icang yang juga sebagai Pengacara Senior yang selalu membela para wartawan.

Icang juga menegaskan bahwa wartawan yang sudah lulus UKW pun tidak menjamin kualitas jurnalistik mereka lebih baik dari wartawan yang sama sekali belum ikut UKW. Jadi, Icang menegaskan, instansi pemerintah harusnya jangan meremehkan wartawan dan media.

“Hanya menganggap media-media yang terverifikasi Dewan Pers dan wartawan yang sudah lulus UKW saja, atau hanya organisasi wartawan tertentu saja yang bisa diakomodir dalam melakukan peliputan kegiatan pemerintahan, termasuk dalam hal kerjasama publikasi iklan/advertorial,” tegas Icang.

Karena itu, Icang berharap wartawan-wartawan yang belum mengikuti UKW juga tidak perlu terbebani bahkan minder alias kurang percaya diri dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Namun, justru mereka yang merasa sudah lulus UKW-lah yang punya beban moral lebih banyak.

“Karena harus benar-benar menjadi garda terdepan dan tauladan dalam menunjukkan kualitas kejurnalistikannya. Bukan malah petantang- petenteng merasa ‘paling ngerti dan hebat’, lalu mengacuhkan yang belum ikut UKW,” pungkas Icang Rahardian, S.H. (Iwan)