LEBAK BANTEN, Suara Jelata – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak meresmikan Rumah Retorative Justice (RJ) dan Posko Keadilan Masyarakat Adat dan Kasepuhan di 5 Desa Adat Kasepuhan. Serta Launching Restorative Justice Online di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Senin (19/06/2023).
Dalam acara peresmian tersebut turut hadir Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Para Asisten di Kejaksaan Tinggi Banten, Komandan Korem 064/Maulana Yusuf, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Banten, Kakanwil Kumham Provinsi Banten. Juga Kepala Dinas KLH Provinsi Banten, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Bupati Lebak, Kasat Reskrim Polres Lebak, Dandim 0603/Lebak.
Selain itu, hadir Ketua Pengadilan Rangkasbitung, Komandan Brigif, Dodiklatpur, Ketua MUI Lebak, Ustad Ahmad Rafiudin selaku Para Tokoh Agama dan Tokoh masyarakat Kabupaten Lebak. Serta beberapa pimpinan instans, para Ketua Adat, dan kepala desa beserta perangkat.
Kepala Kejaksaan Negeri Lebak Mayasari, S.H., M.H. menerangkan bahwa, kegiatan peresmian Rumah Retorative Justice (RJ) dan Posko Keadilan di 5 Desa Masyarakat Adat tersebut dalam rangka melaksanakan perintah Jaksa Agung RI terkait Restorative Justice pada Kejaksaan.
Selain itu, lanjutnya, juga harus diperluas dengan mendirikan Kampung atau Rumah-Rumah Restorative Justice penegakkan hukum dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat. Serta untuk menjawab beragam permasalahan terkait hukum yang ada dan terus berkembang di masyarakat.
“Sebagaimana arahan Jam Pidum bahwa Jaksa harus mengasah kearifan lokal dalam memberikan keadilan restoratif dalam suatu perkara maupun sebelum menjadi perkara, dan peran jaksa dalam kampung atau rumah Restorative Justice. Harus proaktif dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum yang dialami masyarakat dengan penyelesaian melalui kearifan lokal. Serta mempedomani Perja 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan,”ujar Kejari Lebak Mayasari.
Lebih lanjut Mayasari menyampaikan bahwa yang melatar belakangi pihaknya mendirikan Rumah Restorative Justice bersinergi dengan Masyarakat Hukum Adat Dan Kasepuhan. Sekaligus sebagai Posko Akses Keadilan bagi Masyarakat hukum Adat dan Kasepuhan di Lebak.
“Selain karena perintah Bapak Jaksa Agung dan Bapak Jam Pidum di atas, juga karena melihat kekhususan terkait fakta sosial masyarakat di Kabupaten Lebak yang di beberapa daerah masih memegang teguh adat budaya. Serta kearifan lokal dengan sangat konsisten, sebagai cerminan jiwa masyarakat yang telah mengakar secara turun temurun dan menjadi hukum adat bagi masyarakatnya,” katanya.
Menurut Kejari Lebak, Hukum Adat merupakan sumber hukum secara historis dan sosiologis sehingga harus terus dijaga kelestariannya. Namun dari hasil kunjungannya ke Desa Adat dan Kesepuhan, dari informasi yang diterimanya serta dari beberapa literasi, pihaknya menemukan adanya beberapa permasalahan yang dialami oleh Masyarakat Adat dan Kasepuhan dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
“Untuk menjaga kelestarian adat budaya serta hukum mereka yang mulai tergerus baik karena kemajuan pembangunan serta derasnya kemajuan dan perkembangan masyarakat serta teknologi. Yang juga berdampak kepada masyarakat adat dan kasepuhan itu sendiri,” kata Mayasari.
Berangkat dari permasalahan tersebut, lanjut Mayasari, Kejaksaan Negeri Lebak merasa perlu untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat Hukum Adat dan Kasepuhan dengan memberikan pendampingan baik sebagai mediator maupun fasilitator. Terutama dalam bingkai Rumah Restorative Justice sekaligus sebagai Posko Akses Keadilan bagi Masyarakat Hukum Adat dan Kesepuhan di Kabupaten Lebak. Agar permasalahan hukum dan jalan mencari keadilan benar-benar dapat dirasakan langsung bagi masyarakat khususnya Masyarakat Hukum Adat dan Kasepuhan di Kabupaten Lebak.
Lanjut, Kepala Kejaksaan Negeri Lebak Mayasari berharap, Rumah Restorative Justice dan Posko Akses Keadilan bagi masyarakat Hukum Adat dan Kesepuhan ini nantinya dapat dipergunakan secara maksimal dan optimal. Bukan hanya bagi masyarakat hukum adat di mana Rumah Restorative Justice dan Posko Akses Keadilan itu ditetapkan. Tetapi dapat juga menjadi tempat bermusyawarah dan bermufakat atau melting point bagi masyarakat untuk mencari solusi secara bersama atas masalah-masalah yang dihadapi serta masalah hukum yang dialami.
Dalam konsep Pra Restorative Justice maupun setelah masuk ke ranah APH dalam bingkai konsep Restorative Justice sebagaimana Perja Nomor 15 Tahun 2020 bersama Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat. Sebagai upaya memberikan akses keadilan serta kemanfaatan kepada masyarakat.
“Tidak menutup kemungkinan sekiranya menghasilkan terobosan-terobosan hukum yang kelak dapat dipergunakan dalam menyelesaikan persoalan yang ada di masa yang akan datang,” harap Mayasari.
Dalam acara tersebut, Kejaksaan Negeri Lebak melakukan penandatanganan MoU antara bidang perdata dengan 30 desa, sekaligus pembukaan Posko Jaga Desa (Jaksa Garda Desa) di 30 desa sebagaimana MoU tersebut. Untuk bersinergi bersama dengan pemerintah desa dan organisasi desa serta dinas instansi terkait sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan pengelolaan keuangan dana desa.
Sekaligus mendorong pembangunan di desa secara maksimal dengan fungsi koordinasi, penyuluhan dan penerangan hukum. Khususnya tentang aturan pemakaian anggaran dana desa agar penggunaanya tepat mutu, tepat guna dan tepat sasaran.
“Sehingga hasilnya dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa sebagaimana perintah Bapak Jaksa Agung baik dari fungsi bidang Datun maupun bidang intelijen,” pungkas Mayasri. (Enggar)