BeritaDAERAHPENDIDIKAN

Pengangkatan Kepala SMA Negeri 5 Ternate Ditengarai Salahi Aturan

×

Pengangkatan Kepala SMA Negeri 5 Ternate Ditengarai Salahi Aturan

Sebarkan artikel ini
Mantan Kepala SMA Negeri 5 Ternate, Sofina Banyal, S.Pd. (foto: Ateng)

KOTA TERNATE MALUT, Suara Jelata Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku Utara melaksanakan pengangkatan dan pelantikan sejumlah kepala sekolah (Kepsek) di tingkat Satuan Pendidikan SMA. Namun kegiatan yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2023 itu menuai sorotan dari berbagai kalangan.

Bahkan, langkah Disdikbud dalam mengangkat dan melantik para Kepsek ini juga menuai respon tanda tanya di kalangan internal sekolah. Seperti di SMA Negeri 5 Kota Ternate, di mana pelantikan Dra. Difa Fara sebagai Kepala SMA Negeri 5 menggantikan Sofina Banyal, S.Pd, ditengarai menyalahi aturan.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Selain melanggar aturan khususnya Permendikbud Ristekdikti Nomor 40 Tahun 2021 terkait Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah, juga pelantikan ini tidak memiliki indikator penilaian kinerja yang  jelas terhadap guru yang bersangkutan.

Diwawancarai awak media ini, Rabu (25/10/2023) mantan Kepala SMA Negeri 5 Ternate, Sofina Banyal, S.Pd menuturkan, berdasarkan regulasi Permendikbud Nomor 40 Tahun 2021, Pasal 8 Ayat 1, menyebutkan, Jangka waktu penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada Satuan Pendidikan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah khusus dilaksanakan paling banyak 4 (empat) periode dalam jangka waktu 16 Tahun dengan setiap masa periode dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun.

Berdasarkan aturan tersebut, Sofina menyebutkan dirinya baru menjalani tugas sebagai Kepsek pada SMA Negeri 5 kurang lebih 4 (empat) bulan terhitung dari bulan Juli 2023 hingga Oktober 2023. Menurutnya sesuai amanat regulasi tersebut, keputusan mengganti posisinya sebagai Kepsek adalah melanggar aturan.

“Ini karena keputusan tersebut bertentangan dengan regulasi Permendikbud Ristekdikti Nomor 40 Tahun 2021, khususnya pada pasal 8 ayat 1,” tukasnya.

Selain cacat hukum, Sofina juga menyebutkan, keputusan pengangkatan dan pelantikan Difa Fara juga tidak memiliki indikator penilaian kinerja terhadap guru yang bersangkutan. Pasalnya, terhitung semenjak dinonaktifkan sebagai Kepsek pada Juli hingga Oktober 2023, Difa tidak pernah lagi hadir di sekolah plus sama sekali tidak melaksanakan tugas sebagai guru.

“Dengan cara demikian, yang bersangkutan harusnya diganjar sanksi karena lalai melaksanakan tugas. Tapi kok terkesan dipaksakan untuk ditetapkan sebagai Kepsek,” ungkap Sofina.

Ia berharap Disdikbud lebih bijak dalam berpikir dan bertindak serta dapat melepas ego. Ditambahkan olehnya, dalam hal pengangkatan Kepsek, Disdikbud seharusnya melihat dan mengkaji sisi profilnya.

“Apalagi (SMA) ini adalah lembaga formal,” tandas Sofina. (Ateng)