DAERAH

Cemas Hadapi Musim Kemarau, Petani di Sejumlah Wilayah Brebes Bergantung Pengairan dari Waduk Malahayu

×

Cemas Hadapi Musim Kemarau, Petani di Sejumlah Wilayah Brebes Bergantung Pengairan dari Waduk Malahayu

Sebarkan artikel ini

BREBES JATENG, Suara Jelata  –  Kekeringan melanda wilayah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, seiring dengan datangnya musim kemarau. Seperti pada musim kemarau sebelumnya, air dari Waduk Malahayu kembali dialirkan untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi, palawija, dan tebu di empat kecamatan yakni Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, dan sebagian Tanjung.

Namun,  kondisi Waduk Malahayu yang  terus tergerus sedimentasi, membuat kinerja waduk yang dibangun pada 1934 ini tidak optimal.  Saat ini, volume air di waduk  hanya mencapai 13 juta meter kubik, atau 43 persen dari volume normalnya yang mencapai 31 juta meter kubik.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

“Tinggi permukaan air waduk juga turun 3 meter dari batas limpahan air,” ujar Ruskamto, Koordinator Bendungan Waduk Malahayu dari BBWS Cimanuk-Cisanggarung.

Ancaman Kemarau Panjang.

Adapun ancaman Kemarau Panjang dan  sedimentasi dengan debit air yang terbatas, petani di Brebes dihantui kecemasan  terhadap kemarau panjang yang mengancam.

“Kita ada jadwal lima hari dibuka untuk pengairan, dan tiga hari ditutup. Namun, dengan  kondisi musim yang terdampak El Nino, musim hujan berpotensi mundur,” jelas Ruskamto.

Menurut dia, sedimentasi menjadi masalah utama yang  mengancam keberlangsungan Waduk Malahayu. Volume air yang dapat ditampung terus berkurang akibat material sedimen yang menumpuk.

“Pada tahun 2009, waduk ini masih memiliki volume hingga 38 juta meter kubik. Akibat sedimentasi, volume air di waduk dalam kondisi normal hanya mencapai 32 juta meter kubik saja,” jelasnya.

Alih Fungsi Lahan dan Pengurangan Debit Air.

Alih Fungsi Lahan dan Pengurangan Debit Air ,perubahan fungsi lahan di daerah hulu sejumlah sungai yang mengalir ke Waduk Malahayu menjadi penyebab utama sedimentasi.

“Sejumlah wilayah di hulu telah berubah menjadi lahan-lahan pertanian, alih fungsi ini  mengurangi kemampuan tanaman untuk menahan tanah saat digerus oleh air hujan,  sehingga  tanah  luruh ke sungai dan menjadi sedimen.

Selain itu, debit air dari anak sungai yang masuk ke waduk juga mengalami penurunan. Sumber air waduk sudah tidak ada lagi,” ungkapnya.

Upaya Penyelamatan Pertanian.

Sebagai upaya penyelamatan pertanian untuk menyelamatkan tanaman padi di  wilayah yang  bergantung pada Waduk Malahayu,  pihak BBWS Cimanuk-Cisanggarung  berupaya  mengelola  debit air  yang ada secara optimal.

“Kita atur yang sekarang kita rilis 3 meter kubik per detik, nanti kita lihat kondisi nanti bisa kurangi, dan dibagi. Sehingga harapannya pertanian tanaman padi masih bisa diselamatkan,” pungkas Ruskamto.

Tantangan Revitalisasi.

Revitalisasi Waduk Malahayu menjadi  solusi  jangka panjang  untuk mengatasi masalah sedimentasi.  Namun, proses revitalisasi  terganjal dengan masalah pembuangan material sedimen.

Keberlangsungan Waduk Malahayu  menjadi  tantangan serius bagi petani di Brebes dan pemerintah. Upaya  mengatasi sedimentasi dan menjaga debit air sungai yang mengalir ke waduk menjadi prioritas utama untuk  menjamin keberlangsungan sistem irigasi dan ketahanan pangan di wilayah ini. (Olam).