KOTA TERNATE MALUT, Suara Jelata – Keputusan Kepala SD Negeri 8 Kota Ternate, Dede Rosita, S.Pd. sangat diskriminatif. Pasalnya, dua guru yang berstatus honorer di sekolah tersebut yakni, Mardyana Djainul dan Asriyanti Anto diberhentikan secara tidak adil.
Buntut dari keputusan ini berdampak ketidakpuasan Dewan Guru khususnya dua tenaga honorer tersebut.
Informasi yang dihimpun awak suarajelata.com, Rabu (23/04/2025) pagi tadi, ketidakpuasan tersebut nyaris menimbulkan keributan antara guru dan kepala sekolah (Kepsek).
Diketahui Asriyanti sebelumnya direkrut sebagai tenaga honorer sebagai Guru Bahasa Inggris di sekolah tersebut sejak tahun 2021. Sementara Mardyana tenaga perpustakaan direkrut pada tahun 2023. Keduanya juga terdaftar dalam Dapodik (Data Pokok Pendidik) sekolah yang beralamat di jalan Mononutu Kota Ternate tersebut.
“Sejak kami berdua diterima sebagai tenaga honorer di SD Negeri 8, kami berdua selalu konsisten melaksanakan tugas yang diberikan. Di samping itu kami juga selalu taat pada peraturan sekolah,” ujar Mardyana ketika dimintai keterangan oleh awak suarajelata.com, Rabu (23/04/2025).
Semangat dan komitmen kerja keduanya harus berakhir bersamaan adanya keputusan sepihak Kepala SD Negeri 8 Kota Ternate, Dede Rosita. Diketahui, sang Kepsek merekrut dua tenaga honorer lain demi menggantikan Mardyana dan Asriyanti.
Praktis dengan keputusan ini keduanya harus angkat kaki dari sekolah tersebut. Ini karena dua tenaga honorer terbaru tersebut mengambil alih seluruh pekerjaan mengajar termasuk pekerjaan tenaga perpustakaan.
Keputusan tersebut tanpa diinformasikan kepada keduanya. Praktis keduanya merasa sangat terzalimi dan sangat terdiskriminasi dengan keputusan Kepsek tersebut.
“Kami merasa diperlakukan secara tidak adil, terzalimi oleh Keputusan Kepsek. Sebagai pemimpin, dia seharusnya lebih awal memanggil dan memberitahukan secara baik-baik terkait rekrutmen dua honorer tersebut,” ujar Mardyana menyesalkan keputusan Kepsek.
Dikatakan Mardyana, kalaupun Kepsek merasa kami tidak lagi cocok lantaran bekerja tidak maksimal, baiknya itu disampaikan secara baik-baik.
“Sesungguhnya kami merasa selama ini telah bekerja maksimal, patuh dan taat pada aturan sekolah,” ungkapnya.
Dikatakan Mardyana pula, keputusan sepihak Kepsek ini lantaran sebelumnya mereka berdua pernah mendatangi Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Ternate guna meminta informasi terkait rekrutmen PTT (Pegawai Tidak Tetap).
“Saya dan Asriyanti mendatangi kantor BKD dan bertemu langsung dengan Pak Kaban (Kepala Badan Kepegawaian Daerah, red) Kota Ternate. Pak Kaban bilang rekrutmen PTT telah ditutup. Informasi Pak Kaban ini bertolak belakang dengan yang disampaikan Ibu Kepsek,” terang Mardyana.
Ia mengaku telah tertipu oleh ulah Kepsek. Selain Kepsek mengatakan masih dibuka peluang tes PTT, Kepsek diduga sempat meminta uang secara paksa. Diduga keduanya diharuskan menyetor masing-masing senilai Rp 3.500.000 untuk kepentingan tes PTT.
“Ketika hal ini kami tanyakan ke Pak Kaban, dikatakan Pak Kaban, pihaknya tidak pernah meminta uang sedikit pun. Uang itu untuk diapakan? Lagi pula tesnya kan sudah selesai,” tutur Mardyana mengutip pernyataan Kepala BKD.
Kepala SD Negeri 8 Kota Ternate, Dede Rosita ketika hendak dimintai tanggapan terkait masalah ini, menolak untuk menanggapi. (Ateng)