MALUKU UTARA, Suara Jelata – Kompleksitas permasalahan pendidikan di Provinsi Maluku Utara membutuhkan komitmen yang jelas juga kebijakan dan kerja nyata dari pemimpin daerah yakni gubernur.
Berbagai permasalahan yang mendera dunia pendidikan Maluku Utara saat ini adalah soal kesejahteraan guru. Selain itu soal infrastruktur pendidikan yang sebagian besarnya belum dianggap layak dan representatif. Termasuk aksesibilitas dan konektivitas lintas sektor yang mendukung proses pendidikan bisa berlangsung optimal.
Ditemui usai menghadiri acara pelepasan siswa kelas 9 SMP Islam 1 Kota Ternate Tahun pelajaran 2024-2025, Jumat (20/06/2025), Anggota DPD RI perwakilan Provinsi Maluku Utara, H. Hasby Yusuf, S.E., M.Si. mengatakan, dalam upaya memperbaiki ragam kompleksitas pendidikan di Maluku Utara sangat dibutuhkan keseriusan kerja dan komitmen yang jelas dari gubernur.
Hasby menilai, pasca program seratus hari kerja Gubernur Maluku Utara (Malut), belum ada perencanaan kerja yang jelas.
“Gubernur Sherly Laos masih intens melakukan pencitraan melalui beragam konten di media sosial,” ujar Hasby.
Dikatakan, seharusnya sebagai seorang pemimpin hal seperti itu tidak perlu dilakukan. Gubernur perlu lebih kritis dalam menyikapi urgensi pembangunan daerah terutama sektor pendidikan. Menurutnya, gubernur seharusnya melakukan pengkajian atas urgensi pembangunan tersebut dari hulu hingga hilir. Upaya ini untuk memetakan sisi kekurangan dan kelebihan kemudian membuat perencanaan kerja yang jelas, terarah dan terukur.
Hasby mengatakan, kompleksitas permasalahan pendidikan di Maluku Utara saat ini tidak bisa terjawab hanya dengan model kebijakan subsidi gratis melalui BOSDA. Menurut Hasby, pendidikan gratis itu sudah menjadi kewajiban negara, negaralah yang bertanggungjawab terhadap pendidikan.
“Yang harus pula dilakukan gubernur saat ini adalah menjawab tuntutan para guru terkait kesejahteraan. Hal lainnya adalah infrastruktur sarana prasarana pendidikan, aksesibilitas termasuk konektivitas antar sektor yang berdampak positif terhadap keberlangsungan pendidikan terutama di pelosok,” ujar Hasby.
Dikatakan Hasby, bagaimana pembelajaran di sekolah, bagaimana pula di rumah, jika listriknya sering padam, jaringan internet sering gangguan? Bagaimana dengan infrastruktur jalan jembatan yang tidak mendukung aksesibilitas bagi guru dan peserta didik dalam proses pendidikan di pelosok daerah?
Data-data terkait permasalahan itu yang perlu diseriusi. Bukannya subsidi pendidikan gratis yang oleh sebagian orang menilai itu adalah kerja prestisius gubernur.
Terkait subsidi pendidikan gratis yang menjadi programnya gubernur di mana nilai nominal subsidi per siswa sangat kontras dengan biaya komite, Hasby mengatakan kebijakan tersebut adalah bentuk pembohongan publik. (Ateng)