DAERAHNews

DOB Sofifi, Amanat Undang-undang dan Strategi Melepas Kesenjangan dan Keterisolasian

×

DOB Sofifi, Amanat Undang-undang dan Strategi Melepas Kesenjangan dan Keterisolasian

Sebarkan artikel ini
Ketua Konsorsium DOB (Daerah Otonom Baru) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Jaya Lamusu. (foto: Ateng)

MALUKU UTARA, Suara Jelata Sejak Sofifi ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, maka sejak saat itu pula Sofifi menjadi milik masyarakat Maluku Utara.

Sekalipun terhitung telah melewati lebih dari dua dekade, percepatan status Sofifi sebagai sebuah daerah otonom baru masih menyisakan tarik ulur. Pasca penetapan Sofifi sebagaimana amanat Undang-undang tersebut, Sofifi yang diharapkan menjadi titik konsentrasi semua kebijakan malah sebaliknya bergerak mundur.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Diwawancarai awak suarajelata.com, Selasa (08/07/2025), Ketua Konsorsium DOB (Daerah Otonom Baru) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Jaya Lamusu mengatakan, dalam setiap periodisasi kepimpinan Maluku Utara belum ada komitmen yang jelas terkait pembangunan Sofifi plus perjuangan perubahan status menjadi kota otonom.

Pada satu sisi, secara geo-ekonomi politik, letak Sofifi yang sangat strategis sebagai pusat transit sekaligus pusat konsentrasi pemerintahan dan ekonomi untuk beberapa kabupaten di daratan Halmahera, justru belum ada progres kemajuan yang signifikan.

Menurut Jaya Lamusu, gagasan DOB ini sebenarnya memiliki dua substansi. Pertama, adalah terkait percepatan pembangunan. Pada konteks ini menurutnya, berdasarkan fakta dari tahun ke tahun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) belum mampu memberikan pelayanan full ke setiap daerah.

“Kedua adalah, pelayanan publik yang belum memberikan kepastian. Saking luasnya daerah kita, sementara konsentrasi kebijakan hanya pada satu titik berimbas pelayanan menjadi belum maksimal,” ungkap Jaya kepada awak suarajelata.com.

Menurutnya, terkait status Sofifi, amanat Undang-Undang Nomor 46 harusnya daerah ini telah dipikirkan sejak dulu.

Mengutip pernyataan Sekda Provinsi Maluku Utara, Samsudin A. Kadir yang mengatakan, belum ada rekomendasi persetujuan DOB Sofifi dari Kabupaten/Kota induk yakni Kota Tidore Kepulauan (Tikep) adalah bentuk pernyataan/alasan yang kurang pas.

“Perubahan status Sofifi adalah agenda spesial karena memang itu diamanatkan langsung oleh Undang-Undang,” tegas Jaya.

“Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 soal pembentukan Provinsi Maluku Utara itu sifatnya langsung. Jadi tidak perlu ada negosiasi administrasi lagi. Masa kita harus tersendat pada tataran ijin atau persetujuan dari daerah induk,” tambahnya lagi.

Sekalipun demikian, Jaya mengatakan Pemprov Maluku Utara punya tanggung jawab untuk menegosiasikan dengan DPRD dan Pemkot Tidore Kepulauan (Tikep). Lagi menurutnya ini adalah amanat Undang-Undang.

“Masa sih sebuah provinsi, pusat pemerintahannya berada dalam satu kelurahan (Kelurahan Sofifi). Idealnya Sofifi itu adalah kota administrasi otonom, punya APBD sendiri untuk mengelola kotanya,” cetusnya.

Demi percepatan DOB Sofifi, Gubernur harus mengambil langkah cepat untuk mengkonsolidasikan dengan mereka yang punya kepentingan terkait ini.

Ia mengusulkan, agar jangan sampai terjadi conflict of interest (baca: konflik kepentingan) yang berkepanjangan juga menghindari persepsi adanya tendensi politik, DOB Sofifi perlu didorong dalam konteks semangat kemanusiaan.

Lagi pula, ini menjadi tanggung jawab konstitusi yang diamanatkan kepada siapa pun pemimpinnya.

“Intinya gubernur perlu melakukan lobi-lobi politik tingkat tinggi di Jakarta terkait DOB Sofifi,” tandasnya.

Ia berpikir, perlunya membangun komunikasi antara gubernur dan walikota guna membicarakan kepentingan Sofifi terutama pada hal-hal yang bersifat administrasi. Lebih penting lagi, menurut Ketua Konsorsium DOB Halsel ini adalah, menegosiasikan hal-hal yang sifatnya administratif dan politis ke Pemerintah Pusat.

“Sofifi, ketika dimekarkan menjadi sebuah kota akan berimplikasi baik untuk Tidore Kepulauan (Tikep). Oleh karena beban pembangunan yang dipikul Pemkot Tikep terlepas sebagiannya.

“Tidak mengurangi nilai yang signifikan untuk Tikep, karena wilayah Oba dan Sofifi juga turut membebani APBD Tikep,” katanya.

Hanya dengan DOB Sofifi baru akan ada percepatan pembangunan sekaligus melepas kesenjangan dan keterisolasian. (Ateng)