MAGELANG JATENG, Suara Jelata – Puluhan pemuda dan tokoh masyarakat Desa Gandusari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, menyampaikan aspirasi secara tegas namun santun terkait proyek pembangunan desa dan keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dinilai menimbulkan keresahan.
Aksi penyampaian aspirasi ini berlangsung di Balai Desa Gandusari pada Selasa (02/09/2025), pukul 14.20 – 16.10 WIB. Sedikitnya hadir 30 warga, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda dipimpin Koordinator Lapangan, Edi Muhtadi. Kedatangan mereka disambut Kepala Desa didampingi Camat dan Kapolsek Bandongan, Anggota Koramil 03/Bandongan, Perangkat Desa Gandusari, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Gandusari.
Edi Muhtadi membacakan sejumlah tuntutan warga, antara lain:
- Proses pembangunan gedung desa yang mangkrak sehingga tidak bisa segera difungsikan.
- Proses pengadaan dan anggaran pembangunan gedung tidak transparan.
- Penyediaan jasa/pemborongan material tidak melibatkan warga lokal.
- Setiap laporan pembangunan harus melibatkan RT/RW dan dipublikasikan melalui grup WhatsApp agar tidak menimbulkan kabar negatif.
Selain itu, warga juga menyoroti kontrak kerja sama desa dengan pemerintah pusat terkait TPST yang harus dibuka ke publik, termasuk kompensasi bila terjadi kelalaian dalam pengelolaan sampah.
Yang paling krusial, warga menuntut jaminan terhadap air bersih (Pamsimas) yang lokasinya sangat berdekatan dengan TPST.
“Apakah ada jaminan bila air terkontaminasi. Karena kalau air sampai tercemar, dampaknya bisa fatal bagi kesehatan warga,” tegas Edi Muhtadi.
Menanggapi aspirasi tersebut, Kepala Desa Gandusari, Mustofa, memberikan penjelasan.
Ia mengakui dana pembangunan gedung sudah cair Rp 25 juta, namun progres terhambat.
“Soal penyediaan material, warga lokal memang menawarkan harga lebih tinggi dari anggaran. Dari Rp 250 juta, diminta Rp 300 juta lebih, sehingga desa tidak sanggup mengakomodasi,” jelasnya.
Mengenai TPST, Mustofa mengaku sejak awal sudah menyuarakan keberatan.
“Saya kaget waktu DLH Provinsi datang membawa program ini. Saya tanyakan, apakah sudah ada musyawarah dengan warga? Karena dampaknya bukan hanya soal sampah, tapi juga sosial, keamanan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Dari hasil analisa lapangan, terdapat tiga poin krusial di forum tersebut. Yaitu, miskomunikasi antara warga dan pemerintah desa terkait proyek strategis, khususnya TPST yang memakan jalan desa. Meski sudah diganti dengan lahan baru, warga menganggap pemuda tidak dilibatkan dalam persetujuan.
Kesalahpahaman soal harga material yang menyebabkan warga lokal tersingkir dalam penyediaan bahan pembangunan.
Ancaman kesehatan akibat Pamsimas yang berdekatan dengan TPST, berpotensi mencemari air bersih dan memicu penyakit.
Warga menegaskan kembali tuntutan mereka:
- Kompensasi jelas atas lahan desa yang kini digunakan akses menuju TPST.
- Transparansi penuh dalam setiap proyek pembangunan, dari perencanaan hingga laporan pertanggungjawaban.
- Jaminan perlindungan air bersih agar kebutuhan dasar masyarakat tidak terancam.
Forum aspirasi ini ditutup dengan rekomendasi agar dilakukan koordinasi lintas instansi, termasuk DLH Provinsi, BPD, dan Forkopimcam, untuk mencari solusi bersama.
Pemuda Gandusari menegaskan mereka akan terus mengawal isu ini hingga ada kejelasan.
“Ini bukan sekadar proyek, ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” pungkas Edi Muhtadi.
Penyampaian aspirasi warga Desa Gandusari ini berlangsung tertib, lancar dan komunikatif. (Nar)