MALUKU UTARA, Suara Jelata – Maluku Utara memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Potensi SDA berupa komoditi hasil bumi seperti pala, cengkeh, kopra dan coklat/kakao memiliki nilai ekspor yang tinggi. Komoditi hasil bumi seperti yang disebutkan tersebut sangat diminati pangsa pasar luar negeri.
Diketahui, komoditi tersebut menjadi bahan baku penting pembuatan produk obat-obatan, alat kecantikan hingga bahan campuran kuliner. Agar komoditi tersebut bisa diekspor ke mancanegara, syaratnya harus memiliki kualitas dan mutu yang terjamin.
Di Provinsi Maluku Utara terdapat Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB). Balai tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam hal pengujian dan sertifikasi (penerbitan sertifikat) terkait mutu atau kualitas barang.
Sertifikasi ini adalah syarat penting yang harus dimiliki pada setiap komoditi barang seperti komoditi hasil bumi untuk selanjutnya bisa diekspor ke luar negeri. Hal ini mengingat ketatnya pengawasan mutu dan kualitas barang yang diberlakukan negara-negara tujuan ekspor.
Diwawancarai awak suarajelata.com, Kamis (11/09/2025), Kepala Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Provinsi Maluku Utara, Ramdani Ali, menjelaskan, BPSMB saat ini masih sebatas menerbitkan Surat Keterangan (SK) terkait kualitas mutu barang.
“Penerbitan Surat Keterangan ini sebelumnya melalui tahapan uji Lab. Atas sampel komoditi hasil bumi yang didapatkan Balai atau yang dibawa langsung oleh pengumpul atau pengusaha,” ujar Ramdani.
Untuk komoditi yang melalui tahapan proses pengujian, akan dapat diketahui kadar air dan minyak yang dikandung. Intinya pengujian melalui laboratorium itu adalah untuk mengetahui mutu atau kualitas dari barang atau komoditi tersebut.
Ditanya terkait belum tersertifikasinya komoditi hasil bumi yang telah melalui pengujian mutu, Ramdani mengatakan BPSMB sementara dalam proses menuju ke tahapan sertifikasi. Selain itu, BPSMB masih menunggu regulasi terkait sertifikasi sebagai salah satu tupoksi Balai.
“Berbekal Surat Keterangan yang diterbitkan BPSMB, komoditi lokal Maluku Utara saat ini hanya bisa diekspor dalam negeri (domestik). Pelabuhan tujuan ekspor kita meliputi Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Samudera Bitung Sulawesi Utara sebagai pelabuhan ekspor impor,” ungkapnya.
Sekalipun demikian menurut Ramdani, tidak semua komoditi yang diekspor tersebut bisa diekspor lanjut ke luar negeri. Sebagian dari komoditi hasil bumi yang berasal dari Maluku Utara tersebut diolah di dalam negeri.
Menurutnya, satu hal yang menjadi kendala buat Maluku Utara adalah belum tersedianya pelabuhan ekspor impor. Dikatakan, jika status pelabuhan yang dimiliki Kota Ternate yakni Pelabuhan Ahmad Yani adalah pelabuhan ekspor impor, maka komoditi hasil bumi Maluku Utara bisa langsung diekspor ke negara tujuan yang membutuhkan.
“Jika peluang ekspor ini tercipta, multi plier effect-nya akan memberikan nilai tambah yang signifikan secara ekonomis untuk PAD Maluku Utara maupun Kota Ternate bahkan untuk kalangan petani dan pengusaha,” ungkapnya.
Ramdani berharap, Pemerintah Provinsi Maluku Utara ke depannya membuka peluang bisnis ini. Salah satunya adalah peningkatan status Pelabuhan Ahmad Yani sebagai pelabuhan ekspor impor.
Terkait eksistensi BPSMB secara kelembagaan, Ramdani mengatakan, hampir semua peralatan yang dimiliki BPSMB harus di-upgrade.
Ia berharap Pemerintah Provinsi bisa melihat dan melengkapi alat yang lebih memadai. Bahkan ia berharap, Pemerintah Provinsi harus melihat BPSMB sebagai balai yang berperan untuk membuka peluang bisnis. Ini karena BPSMB juga punya target peningkatan PAD.
“Yang diperlukan dalam jangka pendek adalah penambahan peralatan yang memadai. Kedua adalah penambahan ruang lingkup terkait pengujian atau kalibrasi. Kalaupun itu sudah terpenuhi maka ada peningkatan potensi PAD,” tutup Ramdani. (Ateng)















