Suara Jelata – Moderasi beragama adalah landasan penting bagi keharmonisan bangsa yang pluralistik seperti Indonesia. Dalam konteks ini, santri memegang peran strategis sebagai penjaga nilai-nilai toleransi dan sikap inklusif yang menjadi ciri utama moderasi. Dengan dasar pendidikan pesantren yang menekankan pemahaman agama secara seimbang dan rahmatan lil ‘alamin, santri seharusnya tidak hanya menjadi penerus tradisi keagamaan, tetapi juga agen perubahan secara aktif dalam meredam potensi konflik akibat perbedaan keyakinan dan budaya.
Namun, tantangan besar saat ini adalah apakah santri benar-benar mengambil tanggung jawab tersebut secara konsisten di tengah derasnya arus radikalisme dan intoleransi yang menjalar? Peran santri tidak boleh hanya menjadi simbol atau seremonial, melainkan harus terealisasi nyata dalam sikap dan aksi sehari-hari, baik di pesantren, masyarakat, maupun dunia digital. Moderasi beragama adalah tanggung jawab kolektif, tetapi santri sebagai kelompok intelektual religius memiliki posisi kunci yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran dan komitmen.
Nyatanya, Santri memegang peran vital dalam membangun ekosistem moderasi beragama di Indonesia saat ini. Dengan latar belakang pendidikan pesantren yang mengajarkan pemahaman agama secara komprehensif dan damai, santri menjadi agen penting dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi dan menghargai perbedaan. Peran ini amat dibutuhkan di tengah kondisi masyarakat yang semakin majemuk dan beragam.
Pesantren juga sebagai pusat pendidikan keagamaan tidak hanya mengajarkan ilmu dzikir dan fikih, tetapi juga menanamkan nilai kebangsaan dan cinta tanah air. Santri diajarkan untuk memahami agama secara moderat tanpa harus mengorbankan semangat kebersamaan dan persatuan. Ini menjadi fondasi kuat untuk menjaga harmoni antar umat beragama dan antar kelompok dalam masyarakat.
Dari proses laboratorium Pembelajarannya menjadikan Kemampuan santri dalam berdialog dan bermusyawarah menjadi keunggulan mereka dalam menghadapi tantangan sosial yang kompleks. Mereka mampu meredam potensi konflik dengan pendekatan persuasif dan toleran. Dengan sikap inklusif, santri menjembatani kesenjangan pemahaman yang sering menjadi akar masalah perpecahan sosial di masyarakat.
Kontribusi santri tidak hanya di bidang keagamaan, melainkan juga dalam aktivitas sosial. Melalui berbagai program kemanusiaan, pemberdayaan ekonomi, dan pendidikan masyarakat, santri membantu membangun lingkungan yang kondusif dan solidaritas sosial. Hal ini turut memperkuat ikatan antara warga yang berbeda latar belakang, sehingga menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Di era digital, peran santri semakin krusial dalam menangkal radikalisme dan intoleransi yang merajalela lewat media sosial. Dengan pemahaman agama yang seimbang dan arif, santri dapat memberikan edukasi dan meluruskan pemahaman yang salah secara online di berbagai Media Sosial. Mereka menjadi garda depan dalam perjuangan melawan narasi kebencian dan penyebaran paham ekstrem serta proaktif menyebarkan pesan-pesan moderasi dan anti-kekerasan pada masyarakat.
Momentum ini memicu geliat aktivitas keagamaan dan sosial yang menunjukkan betapa santri mampu menjadi contoh dalam menjaga persatuan bangsa. Melalui ceramah, diskusi, dan pengajian, pesan-pesan moderasi disebarkan luaskan melalui media digital dengan menolak sikap intoleran dan ekstremisme yang dapat mengancam keharmonisan masyarakat. Hari Santri 2025 menjadi waktu yang tepat untuk mengingatkan bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dirawat bersama.
Dukungan pemerintah dan masyarakat menjadi faktor penting agar peran santri dalam moderasi beragama dapat berlangsung efektif dan berkelanjutan. Penyediaan fasilitas pendidikan yang berkualitas, pelatihan kepemimpinan, dan ruang partisipasi publik bagi santri sangat diperlukan. Sinergi ini akan memperkuat gerakan moderasi yang menjadi kunci kerukunan nasional.
Santri juga berperan sebagai penjaga nilai-nilai keislaman yang membawa perdamaian dan kesejahteraan bangsa. Dengan penguat nasionalisme yang dipadukan dengan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin, santri dapat menjadi benteng dari berbagai ancaman yang mengganggu stabilitas sosial. Ini menjadi wujud nyata kontribusi mereka dalam mewujudkan Indonesia yang damai dan maju.
Keberadaan santri yang aktif di berbagai sektor modern menunjukkan bahwa tradisi pesantren mampu beradaptasi dan relevan dengan perkembangan zaman. Mereka menjembatani antara tradisi keagamaan dan dinamika sosial modern sehingga moderasi beragama tumbuh dan berkembang secara alami di masyarakat.
Pada akhirnya, Santri mampu membangun ekosistem moderasi beragama dengan peran banyak pihak, tapi santri memiliki posisi strategis sebagai sumber nilai, penengah, dan pembangunan kebersamaan. Dengan penguatan dan pembinaan yang terus dilakukan, mereka dapat membentuk budaya moderat yang mampu menjaga kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan pemberdayaan dan peran aktif santri dalam kehidupan beragama dan sosial harus menjadi fokus bersama. Melalui kontribusi nyata, santri akan terus menjadi penjaga perdamaian dan simbol keberagaman yang harmonis di Indonesia, memperkuat fondasi moderasi beragama untuk masa depan bangsa yang lebih baik.
Hari Santri 2025 menjadi titik tolak bagi generasi muda untuk terus melanjutkan perjuangan membangun ekosistem moderasi beragama yang kokoh dan berkelanjutan. Dengan semangat kebersamaan yang terus terbangun, pesantren dan santri akan terus menjadi benteng sekaligus jembatan dalam merajut keberagaman bangsa Indonesia.
Dengan demikian, peringatan Hari Santri 2025 bukan hanya seremonial semata, tetapi menjadi momentum strategis dalam memperkuat dan mengaktualisasikan peran santri sebagai pilar penting dalam menjaga moderasi beragama di Indonesia. (*)
Penulis:
R. Nurhayati
Dosen UIAD Sinjai