GOWA SULSEL, Suara Jelata – Mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial (Kessos) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar menggelar seminar bertajuk “Ngobrol Asyik Tanpa Sakit Hati: Komunikasi Sehat di Dunia Digital” sebagai bagian dari ujian tengah semester.
Kegiatan ini berlangsung di SMA Negeri 10 Gowa, Jalan Mustafa DG. Bunga BTN Saumata Indah, Romangpolong Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan ini melibatkan siswa sekolah sebagai peserta bersama mahasiswa Kessos Angkatan 2023 Kelas B pada Jumat (16/05/2025).
Seminar yang dilaksanakan pada pertengahan Mei ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Suriyani Musi, S.Sos., M.I.Kom., dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Lintas Agama dan Budaya, serta Dr. Sadhriany Pertiwi Saleh, S.I.P., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Prodi Kesejahteraan Sosial. Kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga komunikasi yang sehat dan beretika di ruang digital.
Ratna Arifianti, Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial yang juga merupakan panitia kegiatan, menyampaikan bahwa seminar ini menjadi bagian dari penilaian Ujian Tengah Semester untuk mata kuliah Komunikasi Lintas Agama dan Budaya.
“Kami memilih mengangkat isu komunikasi digital karena sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari generasi muda saat ini,” ujarnya.
Dalam penyampaian materinya, Sadhriany Pertiwi Saleh mengangkat tema “Cerdas Digital: Bukan Sekadar Online” yang menekankan pentingnya kesadaran dalam berinteraksi di ruang digital.
“Dunia digital memerlukan kesadaran; kesadaran digital berarti tahu dan melakukan. Mulailah dari mengubah cara pikir dan cara kita berinteraksi,” tegasnya.
Sadhriany menutup presentasinya dengan pesan mendalam kepada generasi muda.
“Teknologi itu pintar, tapi masa depan bangsa tergantung pada generasi yang lebih pintar darinya,” ujarnya di akhir sesi.
Sementara itu, Suriyani Musi membawakan materi bertema “Digital Yes, Drama No: Menuju Generasi Cerdas dan Sehat di Era Digital”. Ia menyoroti berbagai tantangan yang muncul di era digital, termasuk penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan drama online yang memicu konflik sosial.
“Indonesia memiliki lebih dari 200 juta pengguna internet dengan penetrasi sebesar 79,5 persen. Namun, tantangan seperti missinformasi dan eksploitasi anak di media sosial semakin meningkat,” jelasnya.
Suriyani juga menyinggung beberapa dampak negatif dari drama digital, seperti penangkapan influencer karena konten yang menyinggung agama, serta ancaman terhadap kebebasan berekspresi. Selain itu, ia mengapresiasi upaya pemerintah dalam menanggulangi hal tersebut, seperti penetapan usia minimum pengguna media sosial dan peningkatan regulasi konten.
Dalam paparannya, Suriyani menekankan pentingnya peran individu dan komunitas dalam menjaga ekosistem digital.
“Kita perlu menjadi netizen yang kritis dan bertanggung jawab, serta mendukung kampanye literasi digital di lingkungan sekitar,” tuturnya.
“Digital Yes, Drama No. Bersama kita wujudkan Indonesia yang cerdas dan harmonis di dunia digital,” pesannya. (Wahyuni)