Nasional

Melalui Preview Film Suamiku, Lukaku, Komunitas Perempuan Berkebaya Gelar Edukasi Soal KDRT

×

Melalui Preview Film Suamiku, Lukaku, Komunitas Perempuan Berkebaya Gelar Edukasi Soal KDRT

Sebarkan artikel ini
Ayu Azhari (3dari kanan) yang merupakan salah satu pemeran dalam film Suamiku, Lukaku meminta semua pihak agar berhenti menormalisasikan perilaku-perilaku yang menjurus ke KDRT.  (foto : ist).

DKI JAKARTA, Suara Jelata – Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) bekerjasama dengan SinemArt, Tarantella Pictures, The Big Picture, dan Women’s Crisis Center (WCC) Puantara Kembali menyelenggarakan kegiatan edukasi terkait isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jakarta pada Sabtu, 15 November 2025 di SCTV Tower, Jakarta Pusat.

Diskusi bertema “KDRT di Sekitar Kita, Apakah Kita Sadar” yang diawali dengan preview film Suamiku, Lukaku dari SinemArt sebagai pemantik diskusi membawa satu pesan penting, yakni behenti dan jangan menormalisasi KDRT.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Menurut Viva Westi, sutradara film Suamiku, Lukaku proses pembuatan film ini sendiri banyak melinbatkan perempuan di tim produksi.

Dalam film Suamiku, Lukaku ada  setidaknya empat jenis KDRT yang diangkat, yakni tidak memberi nafkah, kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan pemerkosaan dalam pernikahan.

“Cukup komplit di dalam film ini untuk penggambaran tentang KDRT itu sendiri, memang susah untuk memotong rantai itu sendiri,” kata Viva seraya menambahkan bahwa di film Suamiku, Lukaku juga digambarkan sulitnya korban dan pelaku memutus rantai atau siklus KDRT tersebut.

Menurut Viva, film Suamiku, Lukaku juga mengedukasi para perempuan yang menonton film ini nantinya mengenai apa yang harus dilakukan atau ke mana mereka dapat mengadu atau pun mencari bantuan bila mengalami KDRT.

Narasi untuk meminta korban bersabar, atau ini adalah ladang amal, karma dan lain-lain adalah hal yang membuat korban semakin teraniaya.

Sementara Ayu Azhari yang merupakan salah satu pemeran dalam film Suamiku, Lukaku meminta semua pihak agar berhenti menormalisasikan perilaku-perilaku yang menjurus ke KDRT.

“Kita tidak boleh menormalisasikan kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya, anak berpikir (bahwa) ibuku dulu ibuku juga dulu seperti itu dan dia bertahan sampao bapakku tidak ada. Kita harus memberikan awarness kepada masyarakat, tidak boleh menormalisasikan sikap-sikap, berbagai perilaku yang mengarah pada KDRT,” katanya.

Ayu sendiri terlibat aktif dalam mengawal proses UU Anti KDRT.

Ia mengusulkan sebaiknya pemerintah memikirkan untuk membuat aturan agar calon pengantin harus melewati kursus pranikah bersertifikat yang menyatakan seseorang layak untuk menikah.

“Masih banyak yang harus dibenahi untuk mencegah KDRT, mudah-mudahan dengan diskusi ini ada  awarness dan ada penyuluhan bukan membela atau memperbaiki orang yang sudah jadi korban, tapi pencegahannya,” tambah Ayu.

Dalam diskusi, Ketua Pembina WWC Puantara Siti Mazumah dalam kesempatan itu menjelaskan beragam jenis KDRT, apa hak-hak perlindungan bagi korban KDRT yang harus dijamin oleh negara, siklus KDRT yang cenderung berulang dan sulit diputuskan, serta perundang-undangan yang dapat menjerat pelakunya ke ranah hukum, bahkan bisa sampai dengan pidana penjara 15 tahun.

“Awarness masyarakat sebenarnya menjadi kunci penting karena KDRT masih dianggap tabu, lalu perempuan yang menjadi korban masih distrigma sebagai istri yang tidak benar, sebagai perempuan yang tidak menjalankan peran-peran rumah tangga dengan baik, sehingga seringkali dia Kembali lagi pada siklus kekerasan,” kata Zumah.

Para peserta diskusi yang hadir dari lintas komunitas, di antaranya Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI), Komunitas Notaris Indonesia Berkebaya (KNIB), Arunika dan lainnya antusias mengajukan pertanyaan dan aktif berdiskusi mengenai hal ini.

Film Suamiku, Lukaku adalah sebuah film yang dibuat berdasarkan fakta-fakta yang terjadi disekitar kita yang ada di banyak negara di dunia, kata Sharad Sharan, sutradara dan produser film Suamiku, Lukaku.

“Saya berharap film ini bisa membuat perubahan. Satu hal khusus, semua (yang terlibat) di film ini adalah perempuan,” kata Sharad. Film Suamiku, Lukaku saat ini juga sedang mengikuti kompetisi di Berlin Film Festival.

Lia Nathalia sebagai Ketua Komunitas Berkebaya (KPB) menyampaikan bahwa kegiatan edukasi semacam ini adalah bagian dari tujuan komunitas untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan hak-haknya dan meningkatkan kemampuannya.

“Kali ini kita hadir di sini untuk belajar bersama tentang KDRT, sebuah isu yang selama ini ada di sekitar kita namun masih berada di ruang-ruang tabu dan dianggap privat. Semoga kegiakan edukasi ini bisa membuka wawasan kita untuk bersikap ke depan terhadap KDRT di sekitar kita,” kata Lia. (Olam).

 

 

 

Penulis: Olam MahesaEditor: Olam Mahesa