BANTUL, Suara Jelata — Meski diguyur hujan, tak mengurungkan langkah para pedagang kaki lima (PKL) komplek Pasar Induk Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), untuk tidak berjualan.
Halnya dengan Muslimah (60), salah satu PKL di pasar tersebut. Di bawah guyuran hujan, Sabtu (9/2/2020) sore, nenek 16 cucu ini tetap membuka rombongnya dan menjajakan jualannya.
Dagangan Muslimah, beda dengan PKL lainnya yang juga berjualan di depan Pasar Bantul tersebut. Jika sesamanya PKL di komplek itu berjualan seperti kue kukus, putu dan ada juga jual sate ayam, sate kambing hingga mie ayam, bakso, nasi campur dan lain-lain.
Nah, Muslimah justru berjualan makanan tradisional ala Bantul. Sejatinya, meski jualannya berupa makanan tradisional, pelanggannya justru banyak. Bahkan pembeli rela antri menunggu giliran.
Ibu enam anak tersebut sehari-harinya berjualan gudangan (urap-urap) dan trancam. Gudangan berbahan baku kelapa parut sangrai, sayuran hijau ditambah kol dan daun pepaya. Makanan ini merupakan khas Bantul yang cukup disukai masyarakat.
Begitu juga makanan trancam salah satu makanan tradisional khas Bantul. Kedua makanan ini sampai sekarang masih mewarnai beragam jenis kuliner khas nusantara yang di ada di Bantul.
“Alhamdulillah sejak saya mulai jualan gudangan dan trancam di tahun 1972, sampai sekarang masih laku dan disukai masyarakat,” kisah Muslimah kepada Suara Jelata.com, Sabtu (8/2) sore.
Diakui Muslimah, dari usaha jualan gudangan dan trancam, ia bisa menghidupi keenam anaknya. Begitu juga biaya sekolah anak-anaknya dari hasil jualan makanan tradisional ini.
Mengais rezeki dari jualan gudangan dan trancam, diakui Muslimah cukup untuk biaya hidup. Karena itu, ia tak pernah berpikir untuk banting setir cari usaha lain.
“Ya, kalau saya disyukuri apa yang ada. Itu saja,” tandasnya.
Laporan: Mhmd