SAMARINDA, Suara Jelata — RUU Omnibus Law Cipta Kerja mulai digadangkan oleh kelompok buruh dan aktivis mahasiswa di Kalimantan Timur (Kaltim). Pelaksanaan diskusi dan konsolidasi terbuka yang diinisiasi Aliansi Kaltim Melawan mendatangkan puluhan mahasiswa untuk bertukar pikiran.
Tak hanya itu, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kaltim turut menyampaikan keresahannya terkait RUU tersebut. Jumat (28/2).
Cornelis Iriawan, Ketua KSPI Kaltim, mengatakan secara garis besar RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan menjadi alat pembunuh masal apabila draft RUU disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. KSPI telah melakukan kajian hukum secara mendalam mengenai RUU tersebut.
“KSPI Kaltim yang terdiri dari sembilan federasi, menolak secara keras RUU Omnibus Law Cipta Kerja.” ujarnya saat diskusi berlangsung di Pelataran Perpustakaan Universitas Mulawarman.
Lanjut dia katakan, ada tiga poin penting yang menjadi sorotan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yaitu tidak adanya jaminan tentang pendapatan, tidak adanya jaminan sosial, dan tidak adanya jaminan keamanan.
“Kemudian, ada sembilan pasal yang janggal dan kontroversi. Salah satunya yaitu pasal yang mengatur tentang upah minimum dan pesangon. RUU ini akan menghilangkan upah minimum dan pesangon yang tentunya akan berhubungan pada jaminan sosial.” tambahnya.
Penerapan outsourchin secara luas juga bagi mereka, menjadi alasan penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Pasalnya, lanjut dia, hal ini hanya akan merugikan para pekerja yang memiliki kemampuan khusus, termasuk mahasiswa yang nantinya menjadi kelompok pekerja setelah melepas studinya.
Sebab, sambungnya, penerapan outsourching akan membuka peluang secara luas bagi tenaga kerja asing yang tidak memiliki kemampuan.
“Makanya, mahasiswa haruslah menjadi leading of movement dalam menegakkan keadilan untuk masa depan dan kesejahteraan rakyat secara utuh.” tutupnya.
Laporan: AMF