NewsPEMDA SINJAI

Persyaratan Membaca Alquran Perda Pilkades Sinjai, Ini Hasil Konsultasi Kabag Hukum

×

Persyaratan Membaca Alquran Perda Pilkades Sinjai, Ini Hasil Konsultasi Kabag Hukum

Sebarkan artikel ini

SINJAI, Suara Jelata—Kabag Hukum Setdakab Sinjai Andi Adis Dharmaningsih Asapa mengaku, telah kembali melakukan konsultasi ke Biro Hukum Pemprov Sulsel (29/06), terkait isi pasal 26 ayat 3 huruf (x) pada Perda Pilkades di Makassar.

Pihak Biro Hukum Pemprov Sulsel kata Andi Adis tetap pada pendiriannya yakni, menyarankan agar syarat membaca Alqur’an pada isi pasal 26 tersebut, disarankan dihapus karena menyalahi ketentuan aturan TAP MPR Tahun 1996 dan UU No. 39 Tahun 1999.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Andi Adis mengatakan, konsultasi ini dilakukan setelah melakukan rapat dengan anggota DPRD Jumat (25/06/2021) di mana hasil rapat anggota DPRD merekomendasikan untuk memperjelas maksud dari Biro Hukum Pemprov Sulsel yang menyebut syarat membaca Al’Quran itu bersifat diskriminasi dan pelanggaran HAM.

“Sesuai saran dari Biro Hukum Provinsi menyebutkan yakni, pada pasal 26 yang berisi syarat membaca Alqur’an disarankan untuk dihapus disebabkan karena dengan pertimbangan terdapat aturan yang dilanggar, seperti TAP MPR 1996 dan UU No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia,” katanya.

Dia menjelaskan, dalam UU No. 39 Tahun 1999 tersebut jelas pada bab I pasal I no. 3 menjelaskan tentang diskriminasi salah satunya kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

Selanjutnya Dia menambahkan, juga termasuk dianggap melanggar pembukaan UU Dasar tahun 1945 yakni, keadilan sosial. Olehnya itu, dari pembukaan UU Dasar tahun 1945 ini, maka lahir  UU No. 39 tahun 1999.

“Jadi pada intinya penjelasan Biro Hukum itu yakni, apapun bentuknya selama itu berkaitan dengan agama, adat istiadat, dan mengurangi hak seseorang untuk ikut serta dalam pemerintahan itu, dianggap melanggar HAM meskipun terkhusus di Sinjai itu mayoritas orang Islam. Seperti halnya, mencantumkan syarat membaca Alqur’an itu disebut diskriminasi dan melanggar ham, karena persyaratan tersebut berkaitan dengan Agama,” bebernya.

Ia kembali menyebutkan, pada dasarnya Pemda juga sebenarnya berkeinginan untuk memasukkan syarat membaca Alqur’an pada pasal 26 ini.

Apalagi di awal pembahasan Ranperda ini yang kemudian disepakati, Ia mengaku pihaknya bersama tim juga sempat berpikir dan menimbang.

“Tentunya persyaratan ini dibuat, untuk betul-betul menyaring orang-orang terbaik yang kemudian diserahkan kepada rakyat untuk dipilih. Namun, kembali lagi hal tersebut nyatanya melanggar UU, sehingga disarankan untuk dihapus,” ucapnya.

Adapun ketika dilontarkan kembali pertanyaan mengenai apakah syarat membaca Alqur’an ini tetap disarankan dihapus, meskipun syarat tersebut hanya diperuntukkan untuk ummat Islam, menurut Andi Adis tetap disarankan untuk dihapus.

“Iya, meskipun itu orang Islam. Karena sudah berkaitan dengan agama dan melanggar HAM sesuai dengan yang tercantum dalam UU. Dalam artian, jangan menjadikan agama, adat istiadat, jenis kelamin menjadi alasan untuk menggugurkan atau membatasi hak seseorang,” ucapnya.

Meskipun itu ungkap Andi Adis, pada pertemuan konsultasi tersebut tetap Biro Hukum Pemprov Sulsel, menyerahkan kembali keputusannya ke Pemda sebagai pemerintah daerah.

“Olehnya itu, jika Pemda tetap bersikukuh ingin mencantumkan pasal tersebut dalam hal ini syarat membaca Alqur’an, karena sebenarnya Pemda Kab. Sinjai bisa saja tetap mencantumkan isi pasal tersebut. Namun, dengan konsekuensi mungkin Gubernur pemerintah provinsi sebagai wakil dari pemerintah pusat tetap merekomendasikan untuk dihapus. Apalagi persyaratan dalam isi pasal ini sudah diketahui oleh pihak gubernur,” paparnya.

Hal tersebut dimungkinkan terjadi kata Andi Adis, karena dalam mekanisme pengawasan dan pembinaan per UU yang dilakukan oleh Pemprov jelas yakni, semua produk hukum baik perda, perbub, setelah diundangan dan ditetapkan kabupaten/kota selanjutnya di sampaikan ke Pemprov Sulsel.

Lanjutnya, perlu diingat, semua produk hukum daerah yang telah ditetapkan dan diundangkan oleh daerah, wajib disampaikan kembali ke Gubernur.

Setelah itu gubernur melakukan klarifikasi atau pengecekan kembali, bisa saja gubernur menyurat atau memberikan kembali rekomendasi ke Pemda agar persyaratan dalam pasal tersebut di hapus.

“Meskipun pihak Pemprov Sulsel juga sebenarnya mendukung karena dianggap bagus, namun kembali lagi itu menyalahi aturan,” imbuhnya.

Tentunya hal tersebut yang menjadi kekhawatiran Pemda dan DPRD kemarin, yakni jika isi pasal ini tetap dipertahankan, setelah itu ditanda tangani oleh bupati dan kemudian disampaikan kembali ke gubernur.

“Dikhawatirkan jangan sampai setelah disampaikan kembali ke Gubernur, kembali muncul surat dari gubernur, di mana akibatnya tentu Perda ini akan ditunda untuk dilaksanakan karena secara otomatis harus ditunda terlebih dahulu, sekaligus nantinya berimbas tidak akan digelar Pilkades jika perda ini belum diundang-undangkan. Jadi, begitu kemarin isi pembicaraan dengan Biro Hukum Pemprov Sulsel,” kuncinya.