OPINI, Suara Jelata — Melihat wajah Gebernur Sulawesi Selatan (Sul-sel) di forum-forum sidang Hak Angket DPRD Sul-sel sungguh melihat wajah Nurdin Abdullah yang sesungguhnya. Bukan wajah yang berhasil dicitrakannya selama ini.
Hasil pencitraannya, berupa opini Nurdin Abdullah tokoh di Sulawesi Selatan yg bersih dan terbebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) selama bertahun-tahun dibangunnya mulai dari Bantaeng sampe di arena Pilkada 2018 kemarin, jatuh terkapar.
Hal tersebut runtuh seketika, saat Jumras, mantan bawahannya mengungkapkan bagaimana istri, saudara, anak dan mantu rakus meminta proyek kecil sampai proyek besar. Mulai dari proyek penunjukan langsung sampai proyek lelang.
Sejumlah dokumen yang digelar Panitia Hak Angket yang kemudian bocor dan sampai di tangan mantan Walikota Makassar, Dany Pomanto.
Dari hasil tersebut menunjukkan sejumlah proyek besar dan kecil, dijatahkan ke Hajrah teman dekat Mega, saudara Nurdin Abdullah.
Sedangkan tiga proyek raksasa yang dipaksakan untuk dikerjakan oleh, Anggu dan Feri kontraktor, langganan Pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan mengorbankan, Jumras sebagai Kepala Biro Pembangunan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sul-sel.
Citra Nurdin Abdullah yang bersih dan bebas dari KKN, tidak hanya jatuh di daerah Sul-sel ini.
Tetapi citra bebas dari praktek KKN mulai dipertanyakan banyak kalangan elit nasional. Banyak tokoh nasional mempertanyakan kebenaran berita bagi-bagi proyek keluarga Nurdin Abdullah.
Khususnya kisah perjalanan fiktif Gubernur Nurdin Abdullah ke Jepang yang diceritakan oleh Muhammad Hatta, mantan Kepala Biro Umum Pemprov Sul-sel.
Salah satu tokoh elit nasional, seperti Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo dan Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo, dan Sekjen DPP PDIP mendukung pelaksanaan Hak Angket DPRD Sul-sel sebagai sejarah baru demokrasi di negara besar ini.
Cerita perjalanan fiktif Nurdin Abdullah, dianggap bagai vonis dari publik, dengan kalimat, sudahlah Nurdin Abdullah.
Ternyata engkau tak lebih sama dan serupa dengan kebanyakan Kepala Daerah lainnya, di negara yang korupsi, kolusi dan nepotismenya masih tumbuh subur. Semoga saja, Nurdin Abdullah tidak terjerat oleh lembaga KPK.
Vonis dari publik itu, seperti lazimnya ketika tokoh atau rezim jatuh dari kursi kekuasaan, melahirkan berbagai cerita ikutan yang akan terus terungkap sepanjang sejarah.
Dan menjadi jurang kejatuhan rezim, jika media publik seperti media massa tidak menkonfirmasikan cerita-cerita itu dengan aksi investigasi.
Semisal, jatuhnya Pak Harto atau jatuhnya rezim Marcos di Filipina. Sampe detik ini, masih menyisakan cerita-cerita bagaimana istrinya Imelda Marcos, lebih berkuasa dari Marcos.
Di publik Sul-sel saat ini, setelah hampir sebulan Hak Angket digelar DPRD Sul-sel, lahir cerita-cerita ikutan bagai cerita Imelda Marcos dengan koleksi sepatunya.
Seperti lahirnya gosip tentang istri Gubernur Nurdin Abdullah, mengatur segala bisnis dari rumah jabatan. Mulai dari bisnis gorden, makanan, kantin dan bisnis jabatan.
Sayangnya cerita gosip ini, hanya akan terus menjadi gosip, karena media massa di Sul-sel tak mau repot untuk berupaya menginvestigasinya.
Meski media sangat tau, kalau gosip itu cepat atau lambat, akan terus menerus menggerus kepercayaan publik pada Nurdin Abdullah.
Sampai pada titik publik jujur bertutur; Ternyata kita tertipu oleh politik pencitraan, kita tergiring memilih kemasan, bukan isi kemasan. Akhirnya kita sadar, kita salah dalam memilih Gubernur Sul-sel.
Seperti kata politisi Filipina, Ricardo Filipe, saat jatuhnya Presiden Marcos, bahwa yang menjatuhkan rezim Marcos adalah cerita gosip di sekitar istri dan keluarganya yang tidak mampu dikonfirmasi dengan investigasi oleh media massa untuk publik yang menjadi konsumen cerita gosip itu.
Cerita atau gosip tentang keluarga Marcos, kata Ricardo, diakui menggerus kepercayaan publik, dan cepat menunjukkan wajah asli Marcos yang sesungguhnya, karena media tidak pernah mampu menginvestigasinya.
Hak Angket DPRD Sul-sel lewat sidang-sidangnya kemudian melahirkan cerita ikutan yang menyertainya.
Sesungguhnya sedang menampilkan wajah asli Gubernur Nurdin Abdullah, bahwa Nurdin Abdullah, sama dan serupa dengan kebanyakan Kepala Daerah lainnya, tidak ada yang istimewa seperti kata pencitraannya selama ini.
Karena itu, agar tulisan penulis ini tidak hanya menjadi cerita gosip tak terkonfirmasi, tapi penulis ingin mengajak publik khususnya para cerdik pandai atau cendekiawan di Sul-sel mau datang hadir menyaksikan sidang-sidang Hak Angket DPRD Sulsel.
Karena sidang-sidang Hak Angket setiap harinya, menunjukkan wajah asli Nurdin Abdullah, Gebernur kita di Sulawesi Selatan.
Mumpun baru 4 orang OPD Pemprov yg dicopot olej Nurdin Abdullah, yang menyanyi setelah dicopot, dan Sul-sel gaduh seperti sekarang.
Penulis tidak ingin publik menunggu 56 OPD Pemprov Sulsel lainnya dicopot, kemudian menyanyi di depan publik seperti Jumras, Hatta, Lutfi.
Karena itu akan melahirkan kegaduhan yg luar bisa dan hanya bisa diatasi dengan jatuhnya Nurdin Abdullah dari kursi empuk Gubernur.
Penulis : Lanyala Soewarno, Ketua Umum Badko HMI Sulselbar, periode 2018 – 2020.
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, dan tanggung jawab sepenuhnya adalah penulis itu sendiri.