Nasional

Keterlibatan Aparat dan Kesewenangan Rektor Unkhair Ternate: Cabut SK DO 4 Mahasiswa

×

Keterlibatan Aparat dan Kesewenangan Rektor Unkhair Ternate: Cabut SK DO 4 Mahasiswa

Sebarkan artikel ini
Mahasiswa yang di-DO (duduk), Arbi M Nur (ujung kiri).

Ternate, Suara Jelata – Dari 4 mahasiswa Ukhair yang di-Drop Out (DO). Salah satunya Arbi M Nur mengatakan, hal ini berkaitan dengan diterimanya surat kepolisian oleh Rektor Unkhair Ternate.

“Namun, tidak mendengarkan keterangan pihak mahasiswa dalam menerbitkan SK tersebut,” katanya.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Menurut Arbi M Nur, kalau dilihat dari rentan waktu, masuknya surat kepolisian dan terbitan SK DO tersebut terkesan terburu-buru tanpa pertimbangan, “padahal jelas dan terang disebutkan dalam Pasal 74 ayat (1) Peraturan Rektor No. 1714/UN44/KR.06/2017 tentang Peraturan Akademik,” katanya.

“Tahapan sanksi dimulai dari: (a) teguran lisan, (b) teguran tertulis. Pada ayat (2) disebutkan sanksi akademik berupa: (a) tidak diizinkan mengikuti kegiatan perkuliahan dan kegiatan akademik lain, (b) tidak boleh mengikuti ujian semester, (c) pembatalan mata kuliah tertentu, (d) pembatalan skripsi/tugas akhir dan karya ilmiah lain, (e) diberhentikan sebagai mahasiswa yang menjadi salah satu alasan pelanggaran yang dilakukan ke-4 mahasiswa tersebut,” papar Arbi.

Selain itu, menurut kepatutan Rektor sebelum mengeluarkan SK DO, terlebih dahulu memanggil mahasiswa tersebut untuk mendengarkan keterangan mereka.

Sehingga keterangan kedua belah pihak dapat menjadi pertimbangan yang objektif bagi Rektor untuk mengeluarkan SK tersebut, “Namun, bahkan belum pernah dipanggil sama sekali untuk didengarkan keterangan kami,” ujarnya.

Dalam poin pertimbangannya, SK DO tersebut merujuk pada ketentuan Pasal 32 ayat (3) Peraturan Akademik.

“Rektor melampaui tahapan yang diperintahkan dalam pasal 32 ayat (4). Apalagi ke-4 mahasiswa di-DO karena telah melakukan aktivitas politik atau aksi mimbar bebas di luar dari kampus Unkhair, namun tidak ada hubungannya dengan kampus ataupun merusak fasilitas kampus, atau membawa organisasi legal kampus dan kami tidak mengatasnamakan mahasiswa Unkhair,” terangnya.

Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Intelektual

Diterangkan pula oleh Arbi, terkait sulitnya mendapatkan hak kebebasan berekspresi dalam bentuk protes terhadap negara.

“Tidak terlepas dari represifitas negara yang tidak hanya datang dari aparatus kekerasan negara (sekalipun pelanggaran terbanyak dari aparat negara) tetapi sudah menyasar secara luas sampai pada dunia akademik,” kata Arbi.

Menurutnya, dunia akademik sudah seharusnya memberi kebebasan pada setiap individu untuk mengekspresikan minat dan bakat. Dunia akademik melekat padanya kebebasan intelektual yang harus dibuat tumbuh subur pada setiap periodesasi, bahkan setiap saat.

“Tapi represi akademik telah mengubah wajah kampus, yang seharusnya ramah pada kritik dan pengungkapan kebenaran ilmiah. Namun, menjadi otoriter dan sewenang-wenang. Dalam kasus ini, kampus Unkhair tidak amanah dalam mewujudkan Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni pengabdian terhadap masyarakat,” terangnya.

Dalam hal ini, kata Arbi, Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan demokrasi. Sedangkan, Unkhair sebagai institusi perpanjangan tangan dari negara yang bergerak di bidang akademik.

“Harusnya bisa memberikan ruang bagi setiap mahasiswa untuk bebas bicara tentang apa saja yang diyakini sebagai kebenaran ilmiah dan ketidaksetujuan setiap orang atas hal tertentu, hal itu mesti diuji lewat ruang-ruang dialogis yang ilmiah pula, bukan secara ototiter yang memaksakan,” pungkasnya.

Empat Mahasiswa Unkhair Ternate Menuntut

Empat mahasiswa Unkhair Ternate menuntut, “Cabut SK DO oleh Rektor Unkhair Ternate Nomor: 1860/UN44/KP/2019, dan segera pulihkan hak-hak akademik. Kami juga meminta pertanggungjawaban pihak Unkhair Ternate atas penggunaan kekerasan dalam pembubaran massa aksi Solidaritas Perjuangan Demokrasi Kampus pada 30 Desember 2019,” tegasnya.

Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar dicabut surat edaran Rektor Unkhair Nomor: 1913/UN44/RT/2019.

“Kami secara terbuka meminta kepada Menteri dan Kebudayaan RI Nadiem Anwar Makarim, untuk memecat Rektor Unkhair Ternate karena telah menciderai hak mahasiswa untuk berkumpul, berekspresi dan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi,” kecamnya.(*)