DAERAHNews

Perpres No 10 Tahun 2021 Tentang Miras Dicabut, Aktivis HMI Pamekasan Beri Apresiasi

×

Perpres No 10 Tahun 2021 Tentang Miras Dicabut, Aktivis HMI Pamekasan Beri Apresiasi

Sebarkan artikel ini

PAMEKASAN, Suara Jelata— Presiden Joko Widodo mencabut butir-butir lampiran pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi di bidang industri minuman keras.

Hal ini dia sampaikan langsung dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden yang dilihat di Jakarta. Selasa, (02/03/2021).

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Merespon tindakan Presiden Jokowi, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan memberikan komentarnya pasca dicabutnya peraturan tersebut.

Hal demikian dilakukan oleh Presiden demi menciptakan kestabilan dan kekondusifan agar intensitas masyarakat yang sudah banyak menuai kontra kembali stabil, karena sudah mempertimbangkan mayoritas masyarakat melalui pertimbangan Ulama, NU, Muhammadiyah maupun Ormas Keagamaan lainnya.

Royhain Iqbal sebagai Aktivis HMI yang berasaskan Islam sekaligus sebagai Ketua Umum Komisariat Tarbiyah IAIN Madura sangat mengapresiasi langkah Presiden yang telah mendengar suara masyarakat dengan mempertimbangkan masukan dari Ulama maupun ormas seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas keagamaan lainnya.

“Dicabutnya perpres no 10 Tahun 2021 tentang miras oleh Presiden menunjukkan sikap demokratis Presiden sebagai pemimpin negara. Sikap tersebut harus selalu ditunjukkan dan diutamakan dalam setiap membuat kebijakan agar demokrasi kita tidak rusak” katanya. Selasa, (02/03/2021) malam.

Ia pun menambahkan adanya suara dari agen indrusti miras, sehingga menjadi legal dan sempat termuat dalam UU Perpres No 10 tahun 2021 yang diduga kemungkinan terdapat pesanan entah dari dalam atau luar (persekongkolan) untuk mendorong investasi tersebut sehingga sempat menjadi peraturan yang disahkan.

Menurut Iqbal, ada upaya dari agen-agen kapitalis yang ingin mengeksploitasi negara ini, sehingga tidak ayal, miras ini banyak menyebabkan faktor kejahatan yang sering kali dipengaruhi akibat mengonsumsinya.

“Minuman keras dapat menyebabkan patologi sosial seperti kriminalitas, apalagi disponsori oleh kapital. Begitu investasinya dibuka dengan sendirinya berlaku prinsip pasar. Ada produksi, maka akan ada promosi sehingga masyarakat akan dijadikan objek yang secara tidak langsung diminta mengkonsumsinya dengan cara membeli tanpa mempedulikan dijadikan apa mabok atau gimana dan itu membahayakan apalagi kemampuan aparat untuk mengawasi buruk” jelasnya.

Kendati demikian, Aktivis HMI Pamekasan semester akhir ini juga berharap agar Presiden Jokowi tidak gegabah dalam mengambil setiap keputusan dalam kebijakannya dengan mempertimbangkan masukan-masukan Ulama, NU, Muhammadiyah dan ormas ormas keagamaan lainnya sebagai bentuk aktualisasi Pancasila, terutama sila pertama.

“Presiden kan pemimpin tertinggi, jadi kami sangat berharap untuk dijadikan bahan pelajaran kedepan, karena kami menilai sudah banyak kebijakan presiden yang kontroversial yang berakibat persepsi penilaian masyarakat semakin buruk, akibatnya terbukti indeks demokrasi kita juga menurun” kuncinya.

Hanafi