SINJAI, Suara Jelata–Demi mendorong kolaborasi antara Perpustakaan Daerah bersama para Pegiat Literasi di Kabupaten Sinjai, Kepala Dinas Perpustakaan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Sinjai, yang saat ini dibawah pimpinan Mansyur, mulai membuka diri untuk bekerjasama dalam hal peningkatan literasi.
Salah satu bentuknya dengan mengadakan Diskusi Prospek Pengembangan Literasi Masyarakat Sinjai sebagai upaya penguatan Transformasi Perpustakaan berbasis Inklusi Sosial.
Terutama dalam hal memperkenalkan kepada masyarakat Sinjai terkait adanya transformasi perpustakaan berbasis inklusi yang belum merata atau tersebar luas kepada masyarakat.
“Oleh karena itu, sangat besar harapan kita melalui para pegiat ini bisa menyampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat, bahwa saat ini perpustakaan Kabupaten Sinjai, yang tadinya hanya sebagai layanan konvensional tempat membaca, sekarang sudah bisa terbuka untuk berkegiatan,” jelasnya.
Kadis Dispusipda, Mansur, secara gamblang membeberkan bahwa dirinya akan sangat mendukung segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pegiat literasi.
“Untuk sekarang ini, kami dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, persoalan tempat jangan khawatir, kami terbuka jadi baik bentuk outdoor disini atau indoor bisa diatas. Ketika teman-teman mau berkegiatan, apapun bentuknya, kami siap menfasilitasi. Begitupun kegiatan untuk peningkatan minat baca baik di masyarakat khususnya, dapat bersurat kesini untuk kita datangkan mobil perpustakaan,” katanya.
Terlebih dalam peningkatan minat baca dan budaya membaca masyarakat, Mansyur menginginkan para pegiat yang akan berkegiatan saling berkoordinasi dengan Dispusipda.
“Saya merasa bersyukur karena ada yang paling aktif dari Forum TBM, kemudian teman pegiat yang dibawahinya saya harapkan segera melaporkan kepada kami kepengurusannya siapa saja supaya kami bisa saling kerja sama apapun bentuk kegiatannya dan untuk teman-teman jangan ragu berkegiatan agar nantinya di Kabupaten Sinjai literasinya semakin baik,” ungkapnya.
Dia menjelaskan inisiatif adanya inklusi sosial yang dilakukan oleh Dispusipda tidak terlepas dari perkembangan literasi saat ini.
“Jika melihat kebelakang, literasi dulunya hanya dikenal sebagai proses atau kemampuan mengolah aksara dan angka dengan ditunjukkan melalui kemampuan membaca, menulis ataupun berhitung. Namun, sekarang tuntutan literasi semakin kompleks jadi bukan hanya kemampuan membaca, seperti perpustakaan yang tadinya hanya sebagai tempat membaca, tentu sekarang sudah berkembang sama halnya dengan literasi,” terangnya.
Menurutnya, disebut literasi ketika sudah mampu melakukan identifikasi, pemahaman, interpretasi sampai pada tahap memproduksi, sehingga bukan hanya sekedar membaca, tetapi informasi yang diperoleh dari literatur bisa diolah sebagai produksi.
“Produksi ini tidak berhenti kepada individu ataupun sebatas pada pembaca saja tetapi kita berharap memberikan kontribusi positif kepada komunitas ataupun lingkungannya, sehingga lahirlah tranformasi perpustakaan berbasis inklusi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa dalam upaya pelaksanaan inklusi sosial ini ada empat tahapan baik dari segi peningkatan pelayanan, pelibatan masyarakat, advokasi dan promosi.
“Peningkatan pelayanan termasuk ketersediaan literatur yang memadai dan cukup, kemudian jam pelayanan, tempat representatif untuk mengakses informasi. Pelibatan masyarakat dengan pembimbingan kepada masyarakat. Advokasi seperti momen hari ini, kami ingin mengajak rekan-rekan untuk terlibat langsung kita bisa berkolaborasi untuk peningkatan kualitas masyarakat dan promosi misalnya hari ini kita ada kegiatan kita publikasikan melalui media,” jelasnya.
Selanjutnya, diskusi semakin berlanjut saat pegiat literasi yang hadir masing-masing menyampaikan aspirasi mengenai masalah yang dihadapi terhadap pengembangan komunitas dan juga kegiatan seperti apa yang bisa menjadi kolaborasi bersama.
Salah satunya, Yani Mirsal selaku Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (TMB) Kabupaten Sinjai mulai angkat bicara mengenai kondisi literasi yang ada di Bumi Panrita Kitta.
“Melihat perkembangan gerakan literasi di Sinjai, sudah lumayan besar gaungnya. Namun yang menjadi kendala yakni kita masih berkegiatan sendiri-sendiri, masih kurang sekali gerakan-gerakan atau kegiatan literasi yang berkolaborasi antara komunitas satu dan lainnya, padahal kita perhatikan bahwa satu saja komunitas yang berkegiatan gaungnya sudah sangat besar apalagi ketika kita berkolaborasi,” bebernya.
Kak Yani sapaan akrabnya, mulai menerangkan bahwa salah satu hal yang menjadi kendala sulitnya akses untuk mendapatkan perhatian pemerintah dalam melakukan kegiatan literasi.
“Mohon maaf sebelumnya, memang saya sebagai pegiat, baik itu di Rumah Dogeng maupun TBM baru kali ini kami mendapatkan sentuhan dari pemerintah. Sementara, pemerintah Provinsi dan pemerintah Pusat begitu sangat memperhatikan Sinjai ini dengan aktifnya gerakan literasi bahkan pada hari aksara internasional dan Festival literasi internasional yang dilaksanakan di Sulawesi Selatan di Lapangan Karebosi salah seorang dari Kemendikbud menyampaikan kepada saya, kamu sendiri disini harusnya punya orang tua, itu mungkin yang sedikit kurang sampai hari ini,” terangnya.
Tidak hanya itu, dia berharap dengan adanya upaya diskusi mengenai Prospek Pengembangan Literasi Masyarakat Sinjai sebagai upaya penguatan Transformasi Perpustakaan berbasis Inklusi Sosial bisa menunjang adanya solusi peningkatan minat baca mengingat kurangnya hal tersebut di Sinjai.
(Literasi Suarajelata)