BeritaDAERAHEkonomiPROFIL

Warga Sragen Ini Kreasikan Limbah Kulit Pisang Jadi Camilan Lezat

×

Warga Sragen Ini Kreasikan Limbah Kulit Pisang Jadi Camilan Lezat

Sebarkan artikel ini
Sukir (berpeci) dan Siti Nurlaila, pencipta keripik kulit pisang. (foto: Alamsyah)

SRAGEN JATENG, Suara Jelata Berawal dari banyaknya limbah sampah kulit pisang yang membuat tidak nyaman mendorong kreativitas Sukir (45) Warga Dukuh Bagor RT 09, Desa Bagor, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen. Berkat kreativitasnya limbah kulit pisang tersebut dikreasikan menjadi camilan atau makanan ringan yang lezat.

Proses pengolahan keripik kulit pisang dinilai cukup mudah dan juga cara pemasarannya tidak sulit. Hal itu menjadikan usaha keripik kulit pisang (Kupis) ini bisa dilakukan oleh siapa pun.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Sukir bersama sang istrinya, Siti Nurlaila (38) merupakan sepasang suami istri yang menciptakan ide kulit pisang menjadi olahan keripik Kupis dengan merek “Cap Jempol”. Ide ini tercipta baru bulan Januari 2023 lalu.

“Karena di desa kami (Desa Bagor) ada program Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Terus saya kepikiran untuk mencari ide produk makanan yang kiranya nanti bisa menjadi makanan khas atau unggulan di desa kami,” jelas Sukir, Senin (13/02/2023).

Sukir mengaku ide mengolah kulit pisang menjadi keripik dengan harapan bisa menjadi makanan ciri khas Desa Bagor sebagai desa penyangga pariwisata. Khususnya di kawasan New Kemukus, Sumberlawang dan Agrowisata Sejahtera Mandiri, Miri.

Limbah kupis diambil Sukir dari usaha milik temannya yang memproduksi keripik pisang.

“Jadi teman saya yang membuat keripik pisangnya, kami ambil limbah kulit pisangnya,” lanjutnya.

Setiap harinya, Sukir yang dibantu sang istrinya untuk sementara bisa memproduksi 5 kg sampai 7 kg kulit pisang dengan jenis pisang raja nangka, pisang kepok dan pisang kepit kuning.

Cara pengolahannya pun cukup mudah, yakni kulit pisang dicuci bersih terlebih dahulu, lalu rendam dengan garam dan kapur sirih selama 2 jam untuk menghilangkan getahnya. Setelah dicuci, kukus selama 30-60 menit.

“Kemudian setelah dikukus, ditiriskan dan dicuci lagi. Selanjutnya  diiris-iris menjadi keripik. Barulah dicampur bumbu dan tepung, dan digoreng,” kata Sukir.

Sukir menambahkan untuk varian rasa sementara ada original, pedas dan manis. Untuk harga, mulai Rp 1.000 per kemasan paling kecil. Sedangkan Rp 5.000 per kemasan 50 gram dan Rp 8.000  sampai Rp 10.000 untuk kemasan 100 gram. Sampai saat ini mereka mampu mendapat omzet Rp 100.000  sampai Rp 300.000 per harinya.

“Kalau kemasan yang Rp 1.000-an diedarkan di warung-warung terdekat wilayah Desa Bagor, Brojol, dan Soko. Tapi, kalau yang kemasan 50 gram dan 100 gram sementara hanya di Wisata New Kemukus, Sumberlawang dan Agrowisata Mandiri Sejahtera, Miri. Karena izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) masih proses,” ungkapnya.

Tak hanya keripik Kupis, ke depan Sukir berencana juga akan memproduksi ceriping dari nasi. (Als)