Suara Jelata – Dalam kesempatan diskusi dengan sesama teman guru mencuat topik menarik terkait dengan profesi guru. Ada teman guru yang menjalani profesinya dengan penuh kegembiraan, antusiasmenya tinggi, dan pantang mengeluh. Bahkan tunjangan profesi guru yang sudah diterima, selalu dimanfaatkan untuk pengembangan profesinya seperti studi lanjut, menulis artikel di media, membikin modul untuk peserta didiknya, mengikuti ajang lomba guru berprestasi dan beberapa penunjang profesi lainnya. Ketulusan dalam menjalankan profesinya tersebut tentunya dapat menginspirasi agar guru lainnya juga melakukan tindakan serupa yang berorientasi pada pengembangan kompetensi kepribadian.
Dalam dinamika era saat ini, banyak faktor yang membuat seorang tertarik menjadi guru. Ada yang menjadikan guru sebagai profesi, namun banyak juga yang menjadi guru karena panggilan nuraninya. Ingin secara totalitas membagikan segenap pengetahuan yang dimiliki kepada peserta didik.
Kiranya masih relevan ajaran spirit keteladanan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara dalam pijakan etis yang sangat populer, ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangunkarsa, tut wuri handayani di tengah dinamika kehidupan dewasa ini. Bagi para pendidik dan para pemimpin, kandungan filosofis ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut mengisyaratkan, jika tampil ke depan, seyogyanya memberikan teladan yang baik. Ketika berdiri di tengah, perlu menciptakan ide atau gagasan maupun prakarsa yang baik. Sedangkan ketika posisinya di belakang, pendidik hendaknya juga memberikan dorongan dan arahan agar peserta didik terus melaju ke depan dalam meraih cita-citanya.
Adapun tema untuk Hari Guru Nasional tahun 2024 adalah “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini dipilih karena dianggap dapat menjadi pemantik, dukungan, serta apresiasi terhadap jasa para guru dalam memajukan pendidikan Indonesia. Selain itu, tema tersebut juga menjadi penghargaan atas perjuangan guru yang telah bekerja keras mendampingi dan membina generasi muda. Ekspetasi pesan yang ada di dalam tema ini tak lain adalah memberikan motivasi untuk para guru agar tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
Sesuai Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14/2005, ditegaskan bahwa guru merupakan, pendidik profesional yang bertugas mengajar, mendidik, membimbing, dan meniai hasil belajar peserta didik. Selain itu, guru tidak hanya berperan sebagai agen pembelajaran, tetapi juga agen peradaban. Peran lain guru yaitu sebagai penentu kualitas sumber daya manusia, generasi bangsa yang melanjutkan perjuangan dan bertanggung jawab memajukan bangsa dan negara. Guru hebat menentukan kualitas pembelajaran, lulusan, dan kualitas sumber daya manusia (Abdul Mu’ti, 2024).
Aksi nyata
Modal utama menjadi guru pada dasarnya tak lain adalah dalam dirinya tumbuh rasa bangga dan tidak minder apabila dikomparasikan dengan profesi lainnya. Namun perlu disadari kebanggan tersebut tidak hanya sekadar euforia, namun perlu diimplementasikan dengan aksi nyata baik dalam pola pikir maupun pola tindakannya. Tentunya guru sebagai pendidik perlu meyadari dan selalu membuka diri terhadap perubahan-perubahan tersebut agar dengan mudah dapat menyesuikan diri dengan dinamika zaman yang berubah begitu cepat.
Dengan membuka diri untuk terus berkembang, guru akan menjadi orang yang menguasai kompetensi dalam bidangnya. Implikasi kompetensi dapat dimaknai sebagai gambaran yang perlu diimplementasikan seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya, baik berupa aktivitas, perilaku maupun resultansi yang dapat ditunjukkan dalam proses pembelajaran yang kesehariannya dilakukan.
Dalam menghadapi gelombang disrupsi abad 21 yang ditandai terjadinya pergeseran di berbagai bidang pendidikan, guru perlu segera berbenah melakukan transformasi. Para guru perlu menyesuaikan diri dengan perubahan yang begitu cepat. Salah satu yang penting dalam mendidik tak lain adalah pembiasaan berpikir kritis dalam proses pembelajaran.
Aktualisasi berpikir kritis merupakan tindakan nyata dalam melakukan kinerjanya. Sebagai misal peserta didik diberi pendampingan dalam membandingkan dan membedakan suatu objek, menentukan sumber-sumber yang kredibel dan terpercaya, membuat kesimpulan dari analisis-analisis yang pernah dibuat, dan strategi pembelajaran menantang lainnya. Dengan mengedepankan pola berpikir kritis, peserta didik akan tumbuh menjadi generasi unggul yang adaptif, komunikatif, kolaboratif kreatif, inovatif, serta mampu memecahkan masalah.
Dengan mengaktualisasikan pola berpikir kritis yang terus menjadi pembiasaan, akhirnya akan mengarah pada pola pikir yang terus berkembang dengan antusiasme untuk selalu ingin mengetahui segala sesuatu yang dipelajari sampai tingkat kedalamannya. Peserta didik saat ini memang perlu benar-benar dipersiapkan menjadi pembelajar sejati untuk terus tumbuh dan mampu memecahkan masalah.
Kemuliaan guru tercermin pada pengabdiannya kepada peserta didik baik di sekolah maupan luar sekolah. Pola pikir dan pola tindakannya dapat menjadi parameter kehidupan dan menjadi sumber keteladanan. Cermin pengabdian bukan dilakukan semata-mata dengan gramatikal puitis, tetapi perlu diaplikasikan dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Menanamkan nilai humaniora
Dalam menjalankan profesinya, kiranya guru tidak hanya sekadar mengtransformasikan pengetahuan yang dimiliki, namun yang lebih subtansial tak lain adalah menanamkan nilai-nilai kemanusiaan atau humaniora kepada peserta didik. Jiwa-jiwa muda yang sedang tumbuh ini perlu didorong dan didampingi dalam berpikir secara jeli dan komprehensif dengan belajar menganalisis dengan jeli, memecahkan masalah, berpikir menatap masa depan dengan segala simpul-simpul yang menyertai. Isu-isu lingkungan di sekitaranya perlu menjadi perhatian utama karena dapat menjadi pemantik berpikir kritis yang mengarah pada aspek-aspek nilai humaniora yang sagat dibutuhkan untuk bekal masa depannya.
Pintu masuk agar peserta didik dapat merambah pada nilai-nilai humaniora tak lain, guru perlu melakukan refleksi dalam proses pembelajarnnya baik di kelas maupun luar kelas. Refleksi dapat dipahami sebagai proses yang mengajak peserta didik untuk mengendapkan makna manusiawi tentang materi yang dipelajari dan kegunaannya bagi sesama. Dalam proses refleksi ini menuntut kapabilitas guru untuk menguasai mata pelajaran, lebih dari sekadar pengetahuan materi sesuai disiplin ilmunya. Di dalamnya dapat memantik daya ingat, pemahaman, imajinasi, dan intuisi yang digunakan untuk menangkap arti dan nilai-nilai yang dipelajari sampai gradasi kedalamannya.
Dengan mengplikasikan kegiatan refleksi, paling tidak guru sudah menorehkan tugasnya dalam panggilan kemanusiaan, karena sudah menjadi pemantik jiwa-jiwa muda memiliki empati terhadap kondisi di lingkungannya. Apabila ditelisik lebih mendalam, saat ini, masih banyak dijumpai para guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugas mulianya sebagai guru.
Seperti memberikan akuntabilitas dalam penerimaan Tunjangan Profesi Guru (TPG) dengan melakukan inovasi-inovasi pembelajaran, mengikuti ajang guru prestasi, melaporkan rutin penerimaan TPG kepada pemerintah dengan segala capaian prestasinya. Juga rekan-rekan guru di daerah 3T, atau di daerah pedalaman, perlu diapresiasi dan dihargai akan ketulusan pada dedikasinya.
Kiranya aksi nyata pada dedikasi guru tersebut perlu diapresiasi. Aksi nyata bukan hanya piawai dalam menguasai teknologi informasi atau berbagai macam media pembelajaran, namun yang paling substansial adalah memberikan bekal nilai-nilai kehidupan yang hakiki pada peserta didik dan dirinya dapat menjadi sumber keteladanan.
Selamat Hari Guru Nasional tahun 2024.
Penulis:
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang
Alumnus ISI Yogyakarta dan
Magister Pendidikan UST Yogyakarta