BeritaDAERAH

Tradisi ‘Malem Selikuran’ di Masjid Jami’ Baitul Muttaqin Trasan

×

Tradisi ‘Malem Selikuran’ di Masjid Jami’ Baitul Muttaqin Trasan

Sebarkan artikel ini
Pengunjung dari berbagai wilayah Magelang memadati acara "Malem Selikuran" di Masjid Jami' Baitul Muttaqin Desa Trasan, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Kamis (20/03/2025). (foto: Narwan)

MAGELANG JATENG, Suara Jelata Setiap tanggal 20 Ramadan di Masjid Jami’ Baitul Muttaqin di Dusun Sengon Trasan, Desa Trasan, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, selalu ramai aktivitas warga. Mereka menjalankan i’tikaf yaitu berdiam diri di dalam masjid dalam upaya mencari keridhoan Allah SWT dan bermuhasabah atas perbuatannya.

Dalam ajaran Islam, ketika memasuki malam hitungan ganjil di 10 hari terakhir tersebut diyakini sebagai malam Lailatul Qadar yang sering disebut sebagai malam seribu bulan.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca
Suasana i’tikaf di Masjid Jami’ Baitul Muttaqin Desa Trasan. (foto: Narwan)

Ajaran menjalankan i’tikaf tersebut bagi masyarakat Muslim Nusantara, kemudian beradaptasi dengan budaya lokal. Di Jawa, malam ini kemudian disebut Malem Selikuran (malam ke-21 bulan Ramadan). Demikian pula yang dilakukan warga di Desa Trasan Kecamatan Bandongan juga memiliki tradisi yang sama. Atas petunjuk imam masjid waktu itu masyarakat sekitar berkeinginan bersedekah makanan kepada jamaah yang telak melaksanakan i’tikaf, sehingga semakin lama semakin ramailah acara pada malam ke-21 Ramadan tersebut.

Hal itu disampaikab H. Ismail Yusuf, tokoh masyarakat Desa Trasan pada Kamis (20/03/2025) malam. Diungkapkan, setiap hari, Masjid Jami Baitul Muttaqin yang memiliki 16 saka (tiang) itu, digunakan untuk kegiatan ibadah keagamaan, baik pengajian maupun tadarus Al-Quran.

Masjid ini usianya hampir sama dengan Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang. Yang berbeda, Masjid Jami’ Baitul Muttaqin Trasan, memiliki keunikan, yaitu Tradisi Malem Selikuran yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.

Dari sore, sekitar Masjid Baitul Muttaqin sudah muai ramai pengunjung. (foto: Narwan)

“Secara pasti, tidak ada yang tahu kapan tradisi ini dimulai, masyarakat hanya tahu Tradisi Selikuran sudah turun temurun,” kata H. Ismail.

Menurut mantan anggota DPRD Kabupaten Magelang ini, sejak dirinya masih usia anak-anak, Tradisi Selikuran sudah ada dan selalu diikuti ratusan warga. Tidak hanya warga sekitar Bandongan, juga warga dari luar daerah. Hal ini membuat halaman masjid, halaman rumah warga dan jalanan penuh dengan mobil-mobil dari luar kota.

“Awalnya, warga memilih i’tikaf di Masjid Jami’ Baitul Muttaqin Trasan ini karena merupakan masjid tertua dan unik. Semakin lama semakin banyak yang i’tikaf di masjid ini,” lanjutnya.

Diketahui, dari sisi model bangunan, gaya arsitektur dan bahan bangunan Masjid Jami Baitul Muttaqin hampir sama dengan Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang. Sedangkan Masjid Jami’ Trasan ini memiliki luas bangunan 15 x 15 meter dengan seluruh kayunya menggunakan kayu jati.

Salah satu keunikan masjid ini adalah pemakaian 16 saka guru atau tiang penyangga masjid. Hal ini tentu berbeda dengan masjid lainnya yang hanya memiliki empat tiang. Empat tiang di tengah merupakan saka guru dengan tinggi 7-8 meter dan 12 tiang lain sekitar 2,5 meter.

“Tiang-tiang tersebut berdiri dengan pola tertentu sehingga membentuk semacam ruangan atau bilik. Pola dan rangkaian kayu jati ini membuat bentuk Masjid Jami’ Trasan menyerupai bentuk kapal kayu raksasa. Konon, nama Desa Trasan ini sendiri mengandung makna ‘terusan Demak’. Ini mengandung arti, masjid tersebut berasal atau dipengaruhi gaya arsitektur masjid di Demak,” ujarnya.

Faktor sejarah dan keunikan, menjadi sumber daya tarik masyarakat memadati Masjid Jami’ Baitul Muttaqin setiap tanggal 21 Ramadan. Ini merupakan masjid tertua ketiga di Magelang setelah Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang.

“Meski tidak ada bukti tertulis namun berdasar cerita masyarakat diyakini masjid ini dibangun sekitar tahun 1773 Masehi,” katanya.

Tradisi Malam Selikuran di Masjid Jami Baitul Muttaqin sempat ditiadakan pada tahun 2020-2021 karena pandemi Covid-19. Mulai Ramadan 1443 H atau tahun 2022 sudah bisa dilaksanakan dan pedagangnya semakin banyak.

Tradisi ini pun dimanfaatkan kaum pedagang dalam menjemput rezeki dengan berjualan sepanjang sore hingga menjelang Sahur. Tidak kurang dari 350 penjual menjajakan dagangnya di sekitar halaman masjid dan sepanjang bahu jalan Desa Trasan. Setiap Malem Selikuran, tidak kurang dari 5.000 pengunjung dari berbagai wilayah di sekitar Magelang dan bahkan luar Magelang datang memadati arena acara.

Pukul 00.00 waktu setempat warga sekitar dan sebagian pengunjung melaksanakan i’tikaf di Masjid Baittul Muttaqin atau dalam sejarahnya terkenal dengan sebutan masjid jami’ atau masjid petilasan Walisongo. Banyak yang meyakini melaksanakan ibadah di masjid ini merasakan ketenangan hati dibandingkan di tempat lain. (Nar)