Nasional

Kedepankan Pemberdayaan Perempuan, Film Baru Sinemart ‘Suamiku Lukaku’ Serukan Gerakan Nasional Lawan KDRT

×

Kedepankan Pemberdayaan Perempuan, Film Baru Sinemart ‘Suamiku Lukaku’ Serukan Gerakan Nasional Lawan KDRT

Sebarkan artikel ini
Film ini dijadwalkan tayang pada Maret 2026, dengan harapan gaung pesannya melampaui layar bioskop, menjangkau rumah tangga, sekolah, tempat kerja, hingga lembaga pembuat kebijakan. (gambar : ist).

JAKARTA, Suara Jelata Rapat Kerja Nasional Ikatan Wartawan Online (Rakenas IWO) 2025 yang diselenggarakan di Grand Cemara Hotel, Jakarta Pusat  menjadi titik balik penting bagi pemberdayaan perempuan di Indonesia.

Pada pembukaan Rakernas IWO 2025, Sinemart Pictures memperkenalkan film terbarunya “Suamiku Lukaku”, yang diposisikan bukan hanya sebagai karya sinematik, tetapi sebagai gerakan nasional untuk melawan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)  dan mengedepankan pemberdayaan perempuan.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

*Film dengan Tujuan*

Disutradarai oleh Sharad Sharan, Suamiku Lukaku diperkuat oleh jajaran pemain ternama, di antaranya Ayu Azhari, Acha Septriasa, Baim Wong, Raline Shah, dan Mathias Muchus.

Setiap bintang membawa pengaruh dan suaranya untuk memperkuat pesan mendesak film ini, bahwa tidak ada perempuan yang boleh dibungkam, dimarginalkan, atau terjebak dalam lingkaran kekerasan di rumah tangga mereka.

Pada diskusi Pembukaan Rakernas IWO 2025 yang bertema: “Peran Wartawan Online Tolak KDRT di Indonesia”, Sutradara Sharad Sharan  menegaskan komitmen mereka untuk meningkatkan kesadaran publik, sekaligus menyerukan bangsa Indonesia agar melihat film ini sebagai gerakan kolektif menuju perubahan.

Film ini dijadwalkan tayang pada Maret 2026, dengan harapan gaung pesannya melampaui layar bioskop, menjangkau rumah tangga, sekolah, tempat kerja, hingga lembaga pembuat kebijakan.

*Tantangan yang Kita Hadapi*

Indonesia masih bergulat dengan tingginya angka kekerasan berbasis gender.

Menurut laporan Komnas Perempuan 2023, tercatat terdapat lebih dari 339.000 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan mayoritas terjadi di ranah domestik.

Para ahli menekankan bahwa jumlah tersebut kemungkinan jauh lebih tinggi, karena banyak korban memilih untuk diam akibat stigma, ketakutan akan balasan, dan keterbatasan akses pada dukungan hukum maupun sosial.

Diamnya para korban merupakan tantangan terbesar yang justru memperpanjang siklus kekerasan dan marginalisasi.

Memutus rantai ini membutuhkan bukan hanya keberanian dari para penyintas, tetapi juga solidaritas dari komunitas, media, dan para pemimpin.

Suara Advokasi

Menambah kekuatan momentum, perwakilan dari Women Crisis Centre (WCC), pada diskusi tersebut menegaskan mengenai pentingnya pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung para penyintas KDRT.

Ia menekankan kebutuhan mendesak akan peningkatan kesadaran masyarakat, ketersediaan rumah aman, dan advokasi berkelanjutan agar perempuan tidak dibiarkan berjuang sendirian.

Pesannya menegaskan kembali visi film “Suamiku, Lukaku”  yang bukan sekadar film, melainkan sebuah seruan kolektif untuk bertindak bersama.

*Jurnalis sebagai Penggerak Perubahan*

Antusias peserta Rakenas IWO yang semuanya adalah wartawan yang bekerja di berbagai media online menegaskan dukungan tanpa syarat terhadap perjuangan melawan KDRT dan mendukung pemberdayaan perempuan.

Mereka juga  menyadari peran penting mereka dalam membentuk narasi dan menginspirasi aksi kolektif. Dengan mengangkat visi Suamiku, Lukaku, para jurnalis berdiri di garis depan sebuah gerakan yang ingin mentransformasi pendekatan bangsa terhadap hak-hak perempuan.

Sebuah Kesempatan Transformasional

Film “Suamiku, Lukaku” melampaui hiburan biasa. Film ini adalah seruan untuk bertindak bagi para legislator, pemimpin masyarakat, dan warga negara.

Dengan menyoroti realitas KDRT,  sekaligus menggambarkan jalan menuju ketahanan. Film ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang epidemi tersembunyi di Indonesia, yakni KDRT.

Selain itu banyak orang tercerahkan dan mau mendorong para penyintas untuk berani bersuara dan mencari perlindungan tanpa rasa takut.

Film ini juga diharapkan dapat menginspirasi pembuat kebijakan untuk memperkuat hukum dan sistem dukungan bagi korban.

Diharapkan film Suamiku, Lukaku dapat menyatukan masyarakat dalam misi bersama untuk menegakkan keadilan, martabat, dan kesetaraan bagi korban KDRT.

Momen ini lebih dari sekadar peluncuran film—ini adalah awal dari gerakan nasional transformasional, di mana cerita menjadi pemicu perubahan dan seni menjadi penopang kehidupan bagi jutaan perempuan.

Bersama, melalui Suamiku Lukaku, Indonesia dapat memberdayakan perempuan untuk hidup bebas dari rasa takut dan merebut kembali suara mereka yang sejati di tengah masyarakat.

Ada pun diskusi setelah preview film “Suamiku, Lukaku”  menghadirkan Siti Husna Lebby Amin dari Women Crisis Center yang banyak menangani korban-korban KDRT dan Roostien Ilyas, majelis Kehormatan PP IWO yang juga penasihat Komnas Perlindungan Anakm. (Olam).

 

 

 

Penulis: Olam MahesaEditor: Olam Mahesa