OPINI, Suara Jelata— Sampai saat ini, kita masih saja dihantui oleh perasaan takut akan penyebaran dan penularan Corona Virus Disease (Covid-19). Yang mana, sampai saat ini jumlah kasus yang disebabkan oleh Covid-19 tersebut di seluruh belahan bumi kian hari semakin melonjak.
Meski demikian, satu kesyukuran adalah pemerintah terus melakukan upaya-upaya guna memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
Salah satu upaya yang terus dikeluarkan oleh pemerintah ialah upaya pembatasan gerak di berbagai sektor, baik di ranah sosial, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Yang dimana kemudian kebijakan tersebut tercermin lewat himbauan untuk menerapkan Social Distancing.
Akan tetapi, meski dengan hadirnya pemerintah dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkannya pun kemudian tidak menutup lahirnya pula berbagai tuntutan dan pertanyaan-pertanyaan dari masyarakatnya terkait kebijakan yang dikeluarkannya.
Sejenak, mari kita kerucutkan kebijakan-kebijakan atau upaya Social Distancing tersebut di salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Sinjai. Tepatnya di Kecamatan Sinjai Barat, salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan pada sektor ekonomi adalah pembatasan penggunaan pasar.
Lewat pertemuan pada tanggal 6 April 2020 yang bertempat di Kantor Camat Sinjai Barat, yang menghadirkan berbagai elemen seperti Kepala Dinas Perindag Kabupaten Sinjai, Anggota Dewan Dapil IV Kecamatan Sinjai Barat, Lurah-lurah, serta beberapa Kepala Desa, itu kemudian menyepakati berbagai hal, salah satunya ialah waktu dan penggunaan pasar-pasar yang ada di kecamatan Sinjai Barat itu sendiri.
Seperti Pasar Manipi, Pasar Arabika, dan Pasar Bontosalama. Dimana pada pertemuan tersebut disepakati waktu dan penggunaan pasar tersebut adalah pada hari Selasa, pasar dilakukan di Pasar Bontosalama dan pada hari Kamis di Pasar Arabika, sedangkan pada hari Sabtu, di Pasar Manipi.
Saya beranggapan bahwa kebijakan tersebut sangatlah tidak efektif dan efisien.l, mengingat pasar hanya dilaksanakan sebanyak satu kali dalam seminggu, dan diwaktu yang berbeda pula, maka masyarakat akan berlomba-lomba untuk untuk berbelanja dengan dalih pasar tersebut adalah momentum untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok.
Selain itu, pembatasan waktu pasar yang hanya boleh berlangsung selama 3 jam juga menjadi salah satu pemicu akan padatnya pasar pada saat transaksi jual beli berlangsung. Dimana masyarakat lagi-lagi akan berlomba-lomba dengan masyarakat lain untuk membeli kebutuhan disebabkan karena waktu yang membatasi.
Salah satu contohnya adalah transaksi jual beli yang berlangsung di Pasar Arabika pada Kamis, 9 April 2020. Dimana itu termasuk pasar pertama yang berlangsung semenjak surat pengumuman disepakati dan diedarkan. Dimana pada pasar tersebut, dengan jelas menampakkan kepadatan masyarakat dalam membeli kebutuhannya.
Lewat kejadian tersebut, saya selaku pemuda yang ada di Sinjai Barat sangat menyayangkan kesepakatan dan surat pengumuman yang diberlakukan oleh pemerintah setempat. Sebab dapat kita asumsikan, kedepannya akan terjadi hal yang serupa pula di pasar-pasar yang lain yang sudah jelas hal tersebut sangat kita khawatirkan bersama selaku masyarakat Sinjai Barat khususnya, dan warga negara Indonesia pada umumnya.
Sehingga dengan adanya kejadian tersebut yang kemudian menjadi sebab lahirnya tulisan ini, saya ingin menyampaikan aspirasi dan suara masyarakat yang ada di Sinjai Barat bahwasanya kegiatan jual beli mesti diberlakukan di berbagai tempat (pasar) dengan waktu yang bersamaan.
Sehingga masyarakat dapat membeli kebutuhannya dengan akses yang lebih mudah, juga tanpa berdesakan dengan masyarakat yang lainnya.
Kita berharap, pemerintah setempat dapat merespon tulisan ini dengan memberikan solusi-solusi dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya itu sendiri.
Penulis: Dzulfikri Azhary, Pemuda Desa Arabika, Kecamatan Sinjai Barat
Tulisan tersebut di atas merupakan tanggung jawab penuh penulis















