NasionalNews

Penuhi Kebutuhan Keluarga di Tengah Pandemi, Ali Jualan Keliling Kue Putu Menangis

×

Penuhi Kebutuhan Keluarga di Tengah Pandemi, Ali Jualan Keliling Kue Putu Menangis

Sebarkan artikel ini

SINJAI, Suara Jelata—Menghidupi keluarga utamanya membiaya pendidikan anak-anak, di tengah pandemi covid-19 tentunya tidak mudah, olehnya itu sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya.

Tentunya harus cermat melihat peluang usaha, meski harus melakoni berbagai jenis pekerjaan, agar tetap produktif sekaligus tidak hanya berpangku tangan di rumah, di tengah pandemi covid-19 yang melanda saat ini.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Seperti halnya Ali seorang perantau dari Lamongan Jawa Timur, telah mengadu nasib di Kabupaten Sinjai kurang lebih 12 tahun ini, harus banting stir usaha menjadi penjual putu menangis.

Adapun, sebelum menetap di Kabupaten Sinjai, Ali dulunya sering merantau di beberapa daerah di Indonesia seperti, Kalimantan, Banjarmasin, Samarinda, hingga ke Timur-Timur, dan sampai akhirnya menetap di Sinjai.

Ali dengan setelan baju batik yang dipadukan dengan topi berwarna abu-abu pada saat itu mengaku, awalnya sebelum pandemi covid-19 biasanya menjual bakso dan es cendol.

Hanya saja semenjak covid-19 melanda, Ali memilih untuk menjual camilan putu menangis, lantaran selama pandemi covid-19 beberapa sekolah di tutup, sehingga tidak ada aktifitas siswa. Lantaran pembelajaran siswa hanya secara daring di rumah.

Olehnya itu, semenjak Ali menekuni pekerjaan tersebut, setiap jam 17.00 sore bahkan sampai jam 21.30 Wita malam. Ali berkeliling mengayuh gerobak sepedanya.

“Biasanya sebelum covid-19 jika masuk hari sekolah, saya menjual di depan sekolah yakni, bakso sama cendol. Namun, selama covid-19 saya beralih berjualan putu menangis, keliling di sudut-sudut Kota Sinjai seperti di Lapnas, Larea-rea, sekitaran sentral dan beberapa lokasi yang lainnya, sampai jam 21.30 Wita malam,” kata Ali ketika ditemui pada saat melayani pembeli.

Lebih lanjut kata Ali, meskipun pendapatan yang diperoleh dari berjualan putu ini tidak menentu. Namun, berkat kegigihan dan semangat pantang menyerah di tengah kondisi covid-19 saat ini, nyatanya Ali mampu menghidupi keluarganya sekaligus membiayai sekolah anak-anaknya.

“Yah pendapatan saya tidak menentu, meskipun itu harus tetap bersyukur, Alhamdulillah. Yang jelas bisa menghidupi keluarga dan membiayai sekolah anak-anak. Apalagi, saya memiliki empat orang anak, ada yang menempuh pendidikan di tingkat SMP, SD, dan TK sedangkan si Bungsu masih berumur tiga tahun,” ucapnya.

Selain itu Ali kembali berucap, sebelum turun ke jalan berkeliling, mulai dari jam 14.00 Wita, Ali mulai mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat putu menangis juga tidak terlalu banyak dan mudah ditemukan, seperti, beras ketan, gula merah, gula pasir, kelapa, perasan daun pandan, garam agar menambahkan rasa gurih disetiap gigitannya.

Setelah semua peralatan dan bahan telah disiapkan, Ali naik di gerobak sepedanya, tepatnya pada pukul 17.00 Wita start dari rumahnya di daerah Tangka Dalam, setelah itu menyelusuri setiap lorong-lorong di Sinjai.

“Setiap harinya saya hanya membawa empat liter tepung ketan, di mana satu liter tepung ini jika terjual menghasilkan Rp100 ribu karena, harga putu ini dibanderol Rp1.000 per putu,” ungkapnya.

Sedangkan gula merah yang digunakan, biasanya Ali hanya membeli dengan kisaran harga Rp45 ribu, dan kelapa lima biji dengan harga Rp25 ribu.

Ali mengaku, setiap turun ke jalan berkeliling mulai dari air yang digunakan sebagai media uap untuk mengukus putu menangis, tabung gas, tepung ketan, kelapa, dan gula, sebelum pulang ke rumah. Semuanya, Alhamdulillah habis yang dalam artian jualan Ali semuanya laris.

“Setiap berjualan baik itu peralatan dan bahan yang digunakan pasti bersamaan habis, karena sebelum berjualan saya takar terlebih dahulu,” ungkapnya.

Camilan yang memiliki rasa khas ditambah dengan harga yang murah meriah di zaman saat ini, tentunya tidak muda untuk ditemukan, karena terbilang langkah. Sekaligus, tidak setiap waktu bisa ditemui, karena penjualnya harus berkeliling.

Menurut Ali, camilan ini sangat pas dinikmati pada saat lagi hangat-hangatnya, karena jika putu menangis ini sudah dingin, tekstur rasanya sudah mulai berubah, olehnya itu perlu untuk dikukus kembali.

Tidak sampai di situ Ali menjelaskan proses pencampuran semua bahan, pertama-tama beras ketan direndam sebentar, setelah itu airnya ditiriskan dan beras tersebut dikeringkan. Terakhir, beras ini digiling, hingga menjadi tepung namun teksturnya tidak terlalu halus.

Semua bahan tentunya dimasukkan ke dalam gerobak, setelah terdapat pembeli dengan cekatan Ali mulai mencampurkan bahan satu per satu. Setelah semua bahan tercampur, dimasukkan ke dalam lubang bambu atau pipa kecil.

Setelah itu, diletakkan di atas lubang kecil khusus alat masak berbentuk bundar terbuat dari besi tipis yang di dalamnya berisi air, sebagai media uap panas.

“Selanjutnya adonan tersebut diletakkan di atas alat masak yang mengeluarkan uap air, secara tidak langsung lubang pada alat yang digunakan akan mengeluarkan suara khas seperti peluit. Karena itulah kenapa camilan tersebut, disebut sebagai putu menangis,” paparnya.

Tidak hanya itu Ali juga bilang, peralatan yang digunakan dalam berjualan putu ini, semuanya berasal dari Jawa, sehingga putu yang dihasilkan juga dapat memanjakan lidah pelanggan.

Menurut Ali, jika ingin menjual putu menangis, cocoknya menggunakan gerobak sambil berkeliling dibandingkan dengan menggunakan sepeda moto

“Jika menggunakan sepeda motor dikhawatirkan semua tepung akan menyatu karena tidak ada tekanan. Olehnya itu, lebih baik keliling menggunakan gerobak sepeda,” ucapnya.

Mengingat Covid-19 masih melanda, Ali mengaku beberapa hari yang lalu telah di vaksin. Nanti ke depan tanggal 23 akan di vaksin kembali.