Opini

Lika – Liku Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dalam Memperjuangkan Ekonomi Ummat

×

Lika – Liku Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dalam Memperjuangkan Ekonomi Ummat

Sebarkan artikel ini

Opini, Suara Jelata—Bank merupakan suatu badan usaha yang bergerak di bidang keuangan yang melakukan kegiatan usahanya dengan mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan atau simpanan lainnya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka.

Bank syariah sendiri merupakan jenis bank yang menggunakan prinsip syariah dalam operasionalnya. Yang menjadi ciri khusus bank syariah yakni tidak adanya bunga dalam praktiknya melainkan bagi hasil.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Sedangkan perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank itu sendiri. Menurut UU No. 21 Tahun 2008, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan prosesnya dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Di Indonesia, upaya untuk mendirikan bank syariah dimulai di tahun 1990 dimana para ulama melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai merintis pendirian bank syariah dengan membentuk kelompok-kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1990 dilaksanakannya lokakarya bunga bank dan perbankan Cisarua, Bogor, Jawa Barat hasilnya kemudian dibahas lebih lanjut lebih mendalam dalam Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus 1990.

Akhirnya di tanggal 1 November 1991 tim tersebut berhasil ,mendirikan PT. Bank Muamalat Indonesia dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000 yang resmi beroperasi sejak 1 Mei 1992 sebagai bank syariah pertama di Indonesia.

Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 dimana diakui di Indonesia menganut dual banking system, dimana ada bank dengan sistem bunga dan bank dengan sistem bagi hasil.

Di tahun 1997 dan 19998 Indonesia mengalami krisis ekonomi dikarenakan utang luar negeri yang membengkak. Ketika itu nilai tukar mata uang mengalami over shooting sehingga nilai tukar rupiah ke dollar AS turun drastis.

Hal ini menyebabkan dampak yang begitu besar bagi pengusaha di Indonesia, tidak terkecuali perusahaan yang bergerak di bidang perbankan atau keuangan.

Saat itu banyak bank konvensional yang terpaksa gulung tikar karena tidak mampu memenuhi kewajiban terhadap nasabahnya. Saat Indonesia ditempa krisis yang begitu besar tersebut, Bank Muamalat Indonesia yang masih tergolong baru berdiri ternyata mampu bertahan terhadap hantaman krisis ekonomi tersebut.

Di Tahun 1998 terbitlah UU No 10 Tahun 1998 sebagai amandemen UU No. 7 Tahun 1992, dimana melalui UU ini secara jelas bahwa bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat beroperasi dan melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagai landasan operasionalnya.

Pendirian Bank Muamalat Syariah disambut hangat oleh masyarakat perbankan yang kemudian diikuti dengan berdirinya bank yang mengunakan prinsip syariah yakni Mandiri Syariah, Bank Niaga Syariah, BTN Syariah, Bank Mega Syariah, BRI Syariah, Bank Bukopin Syariah, dan Bank BPD DIY, dan kemudian berdiri pula beberapa bank daerah yang juga menerapkan prinsip syariah.

Selanjutnya pada tahun 2008 terbitlah UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah yang mengatur lebih jelas terkait Perbankan Syariah.

Lahirnya UU ini mendorong peningkatan BUS dari 5 BUS menjadi 11 BUS hanya dalam kurung waktu dua tahun (2009-2010).

Tonggak sejarah baru bank syariah kembali dimulai dengan berdirinya bank syariah raksasa pada tanggal 1 Februari 2021 atau bertepatan dengan 19 Jumadil Awal 1442 H yakni Bank Syariah Indonesia yang merupakan hasil merger dari tiga bank plat merah yakni BRI Syariah, Mandiri Syariah, dan BNI Syariah.

Dengan penyatuan bank tersebut Indonesia ditargetkan menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.
Perkembangan bank syariah di Indonesia terus mengalami kemajuan dalam dua dekade, baik dari aspek kelembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, kesadaran serta literasi masyarakat tentang layanan jasa perbankan syariah.

Didalam pengembangannya berbagai hambatan dilalui oleh perbankan syariah mulai dari hambatan dari segi regulasi yang belum dimiliki secara maksimal, kesadaran masyarakat yang masih kurang, infrastruktur yang belum memadai, kekurangan dari segi modal, serta adanya sabotase (serangan cyber terhadap salah satu perbankan syariah) yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah itu sendiri.