DAERAHOpini

Ketika Ambulans Diam, Jiwa Pun Luruh: Seruan dari Rakyat Kecil”

×

Ketika Ambulans Diam, Jiwa Pun Luruh: Seruan dari Rakyat Kecil”

Sebarkan artikel ini

OPINI

Deden Sulaeman

Kepada yang Mulia :

Ibu Bupati Brebes dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes yang kami hormati.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

 

SUARA JELATA,- Izinkan kami menyampaikan suara lirih dari sudut-sudut kampung, dari jalanan berdebu tempat roda-roda pikap menjadi tandu darurat, saat nyawa tak berdaya menanti uluran tangan namun yang datang justru penolakan yang membungkam harapan.

Pada malam yang kelam tanggal sepuluh Juni itu, seorang imam bukan hanya pemimpin shalat, namun penuntun akhlak terkulai lemah dalam luka.

Ustaz Ruswad, dari Dusun Siramin, bukan sedang meminta kemurahan, bukan sedang menuntut keistimewaan. Ia hanya mengharapkan haknya sebagai manusia: diselamatkan.

Namun kenyataan lebih kejam dari luka. Di halaman sebuah rumah sakit yang menyandang nama “Amanah”, ambulans berdiam seperti artefak, dan petugas seolah lupa bahwa waktu adalah nyawa, bukan prosedur.

Maka berangkatlah sang ustaz di atas bak terbuka, bukan menuju kesembuhan, tapi menuju ajal yang mengendap.

Kami bertanya dalam hati yang terguncang:

Apakah ambulans kini hanya simbol? Apakah rumah sakit kini hanya gedung tanpa nurani? Apakah nyawa warga kecil tidak cukup bernilai untuk diselamatkan segera?

Bu Bupati, Kepala Dinas Kesehatan,

kami tak datang membawa amarah,

tapi kami membawa luka.

Luka yang belum sembuh,

luka yang tidak boleh dibiarkan menjadi kebiasaan.

Karena bila satu nyawa boleh diabaikan hari ini,

maka tak akan ada jaminan untuk siapa pun esok hari.

Kami hanya ingin memastikan:

bahwa setiap rumah sakit baik negeri maupun swasta ingat akan janjinya kepada negara dan Tuhan.

Bahwa ambulans bukan hanya kendaraan, tapi tangan darurat negara untuk menjangkau yang sekarat.

Bahwa gawat darurat tak boleh menunggu administrasi,                                 ssebab maut tidak pernah mengantri.

Maka, dengan segala kerendahan hati dan penuh cinta kepada negeri ini, kami memohon:

Tindak tegas RS Amanah Mahmudah Sitanggal; bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk membenahi.

Tinjau kembali izin dan kontraknya dengan BPJS; bukan untuk memutus, tapi untuk memperbaiki.

Hadirkan audit yang jujur dan terbuka, agar kepercayaan rakyat bisa dipulihkan, dan nyawa-nyawa yang akan datang tidak bernasib sama.

Kami juga memohon:

Agar kejadian ini tidak terulang di rumah sakit manapun di Brebes dan seluruh Indonesia. Jangan biarkan prosedur membunuh lebih cepat dari penyakit.

Kepada keluarga almarhum Ustaz Ruswad, kami haturkan doa yang tulus:

Semoga Allah lapangkan kuburnya, terima amalnya, dan anugerahkan kesabaran yang agung kepada keluarga yang ditinggalkan.

Kepada para penggerak sosial, relawan kemanusiaan, dan pemerhati layanan publik, marilah kita bangkit bersama untuk menjadi mata dan suara bagi mereka yang tak terdengar. Awasi, dampingi, dan kawal rumah-rumah sakit agar tetap berpihak pada kehidupan.

Biarlah peristiwa ini menjadi pengingat bahwa keadilan tak hanya ada di ruang sidang, tapi juga di ruang IGD.

Bahwa kemanusiaan bukan sekadar jargon, tapi keputusan detik-detik kritis di tengah malam.

Kami menulis bukan karena ingin ribut, tapi karena kami tahu:

Jika rakyat diam, maka luka ini akan menjadi tradisi.

Semoga suara ini sampai ke ruang-ruang kebijakan, dan dari sana turunlah keputusan yang menghidupkan, bukan membungkam.

Hormat dan harap kami,

Warga yang hanya ingin hidup lebih layak,

di negeri yang katanya mengutamakan nyawa rakyat.

Oleh: Deden Sulaeman.