KOTA MAGELANG JATENG, Suara Jelata – Siapa pun yang datang ke Alun-Alun Kota Magelang, Jawa Tengah pasti akan melihat sebuah water toren raksasa berdiri megah di sudut barat laut Alun-Alun. Bangunan tersebut merupakan salah satu dari seorang banyak peninggalan bersejarah yang ada di kota ini, bahkan menjadi ikon heritage Kota Magelang.
Bangunan ini terlihat sangat megah, dengan tinggi 26,140 meter, dan mampu menampung air 1.750 meter kubik. Adapun diameter bak menara airnya 22,46 meter.
Water toren ini memiliki 32 tiang penyangga dan di bawahnya ada 16 ruangan yang dulunya digunakan untuk laboratorium maupun ruang pelayanan. Sekilas bangunan ini mirip kompor minyak tanah, maka tak heran ada yang menyebut bangunan ini “kompor raksasa”.
Sekalipun di kota lain seperti Tegal, Grobogan, Palembang, Medan maupun di Jawa Timur ada bangunan serupa, namun water toren di Kota Magelang ini sangat istimewa. Dilihat dari sisi mana pun, kondisi bangunan ini sungguh sempurna.
Mengenai sejarah water toren ini dituturkan Pegiat Komunitas Kota Toea Magelang, Bagus Priyana. Dikatakan, water toren tersebut memiliki fungsi utama sebagai penampung air untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Kota Magelang. Pembangunan water toren ini dilakukan Genie Officier.
“Bangunan ini fungsi utamanya sebagai penampung air digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Pembangunan menara air minum mulai kira-kira tahun 1916 dan selesai sampai tahun 1920,” kata Bagus saat kepada awak media ini, Minggu (02/02/2025).
Perancang bangunan ini, katanya, membangun water toren itu menggunakan tenaga pribumi dari Magelang, konon juga ada dari Sulawesi. Namun, identitas perancang sendiri belum diketahuinya.
“Tenaga kerjanya pribumi, ada dari Magelang, ada juga konon dari Sulawesi, tentu insinyurnya dari Genie Officier. Perancang belum diketahui, selama ini orang menganggap ini karya Thomas Karsten, itu sama sekali belum ditemukan kebenarannya. Yang jelas, water toren ini adalah karya dari Genie Officier, bagian dari militer Belanda,” ujar Bagus Priyana.
Menurut Bagus, kondisi bangunan water toren di Kota Magelang ini sangat megah dibandingkan dengan yang berada di kota lain seperti Tegal, Palembang, Medan, dan Grobogan. Jika dilihat dari sisi mana pun bentuknya sempurna.
“Dibandingkan dengan beberapa kota lain juga memiliki penampungan air minum seperti di Tegal, Palembang, Medan, Grobogan, terus di Jawa Timur juga ada. Yang membedakan adalah barangkali bentuk gaya bangunan, gaya bangunan kalau di sini bisa termasuk besar, megah. Terus water toren dilihat dari mana pun bentuknya sempurna, sama. Jadi ini termasuk megah secara bangunan, menampakkan kesan megah. Menurut saya, yang luar biasa, hingga kini masih berfungsi dengan baik, masih mampu melayani masyarakat sejak 2 Mei 1920,” tuturnya.
Usia bangunan sudah 100 tahun lebih, kata Bagus, ini baru data sekunder, sejauh ini belum ada data primer. Data primer tersebut baik prasasti maupun media massa yang memberitakan pada masa tersebut belum ditemukan.
Bagus menjelaskan, pada masa tahun 1945 sampai 1949, bangunan ini menjadi salah satu saksi bisu sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
“Bangunan ini juga bersejarah karena di era tahun 1945-1949 saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia. Di mana Tanaka Mitsuyuki alias Pak Sutoro, Tentara Jepang yang membelot ke Republik di tahun 1945 dengan senjatanya naik ke atas menembak cocor merah Belanda,” tuturnya.
Bagus menambahkan, fungsi lain menara di atas ada sentral sirine, pusat sirine yang berfungsi untuk menandakan sesuatu.
“Jadi Pemerintah Magelang di era itu karena rawannya hal tidak diinginkan, bencana Merapi atau perang, ada sirine sentral. Juga memiliki sirine tambahan di Kemirirejo, Plengkung sama Potrosaran, ada tiga. Ketika, ada bencana dipencet di sini, maka tiga sirine lainnya akan ikut berbunyi seperti itu, sekarang tidak berfungsi,” katanya.
Water toren di pojok Alun-Alun dan menjadi ikon Kota Magelang itu kini masih berdiri megah dan menjadi data tarik wisatawan yang berkunjung ke Alun-Alun Kota Magelang. (Nar)