KOTA TERNATE MALUT, Suara Jelata – Polemik terkait konten penafsiran teks ayat suci Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 247 oleh Rusmin Latara akhirnya diklarifikasi melalui pertemuan yang diinisiasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Ternate. Pertemuan tersebut berlangsung di Sekretariat MUI Kota Ternate, lantai 2 Mesjid Raya Al-Munawar, Sabtu (16/08/2025).
Diketahui, pasca viralnya konten yang memantik polemik tersebut, Rusmin selaku pembuat konten telah melakukan klarifikasi sebanyak dua kali di media. Tak sebatas itu, mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku Utara ini juga telah menarik kontennya yang sempat viral sekaligus menyampaikan permintaan maaf.
Sekalipun demikian, menurut Ketua MUI Kota Ternate, Prof. Dr. Jubair Situmorang, klarifikasi dan permintaan maaf dari yang bersangkutan belum tersampaikan ke MUI Kota Ternate.
Dengan demikian, MUI mengundang yang bersangkutan (Rusmin Latara) untuk memberikan klarifikasi atas konten penafsiran yang sempat viral dan menimbulkan polemik di media sosial (medsos) .
“Alhamdulillah, Pak Rusmin punya niat baik untuk memenuhi undangan kami guna mengklarifikasi kontennya yang sempat beredar luas di media sosial hingga berdampak terjadinya polemik,” ujar Prof Situmorang.
Prof. Situmorang mengatakan, jika masyarakat ingin membuat konten, dan substansi kontennya itu belum dikuasai atau belum dipahami secara menyeluruh, sebaiknya ditanyakan dulu kepada ahlinya. Dengan demikian, ketika disebarkan atau diviralkan, konten tersebut menjadi bahan informasi yang berharga sekaligus tidak menimbulkan polemik.
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Masyarakat MUI Kota Ternate, Ustadz Irvan dalam penjelasannya mengatakan, pada dasarnya perlu lebih berhati-hati dan cermat ketika mau menyampaikan sesuatu apalagi itu berdasarkan Al-Qur’an.
Menurut Ustadz Irvan, penyampaian itu harus merujuk pada penafsiran yang Tabarakh atau yang sudah diakui.
Di samping itu, untuk membacakan atau mengutip ayat Al-Qur’an haruslah merujuk pada apa yang telah dituliskan, ditafsir atau diterjemahkan oleh Kementerian Agama.
“Terjemahannya sudah paten. Jadi tidak boleh sembarangan mengutip ayat atau menerjemahkan ayat apalagi menafsirkan semau kita. Itu pasti akan tertolak,” ungkap Ustadz Irvan.
Menurutnya, jika kita yang tidak punya kapasitas keilmuan seperti itu dan ketika ingin melihat konteks ayat itu, maka perlu melihat penafsiran Ulama sebagai rujukan tentang ayat tersebut. Ini demi menghindari kesalahan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
“Permasalahan seperti ini sering diangkat pada isu-isu nasional ketika ada pertemuan Asosiasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir se-Indonesia,” ujarnya.
Salah satu pembahasannya adalah fenomena orang-orang yang sering bermunculan di medsos dengan mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan berani menafsirkan berdasarkan logika.
Untuk menjaga keharmonisan Al-Qur’an, MUI dan seluruh umat Islam berkewajiban mengawal dan menjaga kemurnian dan keotentikan Al-Qur’an. Apalagi saat ini sudah banyak yang berani menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kehendaknya. (Ateng)