Opini

Idul Fitri Obat Perajut Silaturahmi Setelah Momen Pemilu

×

Idul Fitri Obat Perajut Silaturahmi Setelah Momen Pemilu

Sebarkan artikel ini

OPINI, Suara Jelata—Semarak perayaan hari raya Idul Fitri yang diselenggarakan sekali dalam tiap tahunnya merupakan gambaran dari pengeratan silaturahmi antar anak manusia, baik sanak keluarga dan kawan sejawat.

Idul Fitri dijadikan basis untuk memperkukuh silaturahmi yang sebelumnya terkoyak ketika penyelenggaraan pemilu serentak diselenggarakan.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Bukan tanpa alasan dan sebab, karena tiap penyelenggaraan pemilu pastinya akan diwarnai dengan berbagai macam polemik diakibatkan perbedaan pilihan, terutama pilihan politik.

Pemilu yang seharusnya dijadikan landasan bagi warga negara untuk mengubah tatanan pemerintahan guna memperoleh pemimpin sesuai kehendaknya.

Kebanyakan beralih kearah tendensi perebutan kekuasaan yang dimainkan oleh oknum elite politik sehingga masyarakat (pendukung) juga terpancing hingga akhirnya menciptakan kegaduhan.

Masih segar dalam ingatan ketika kerusuhan di depan gedung Bawaslu RI yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat akibat tidak setuju dengan hasil Pemilu yang diumumkan oleh KPU yang memenangkan paslon nomor urut 01 di Pilpres.

Panasnya api politik yang dicurigai dimainkan oleh elit politik tertentu yang berada dalam koalisi salah satu paslon di Pilpres banyak dibicarakan oleh masyarakat di warung-warung kopi akibat tidak menerima kekalahan jagoannya menang di Pilpres.

Dinamika politik seperti hal itu memang bukanlah hal yang tak lazim ditemui ketika pesta demokrasi lima tahunan itu diselenggarakan.

Sebab dalam bernegara selalu ada kelompok posisi dan oposisi.

Elite politik yang seharusnya menjadi contoh tauladan dalam masyarakat malah mempertontokan kegaduhan melalui debat argumentasi di depan tayangan elektronik televisi maupun sosial media.

Mereka berupaya meyainkan publik dengan bangunan argumentasi yang malah memperkeruh suasana di tingkat akar rumput (masyarakat) yang berbeda pilihan politik.

Saling mengklaim kubu mereka yang paling benar dengan ukuran kebenaran masing-masing. Tak lupa juga menyertakan data-data yang entah sumbernya valid atau tidak.

Padahal validitas sesuatu heruslah diuji terlebih dahulu untuk menjadi suatu kebenaran yang memang riil.

Permainan oknum elit politik dengan bekal konsep yang matang memang telah jauh-jauh hari disiapkan, karena itulah politik praktis.

Dimana pihak tertentu berupaya untuk memenangkan kontestasi dengan berbagai cara sebagaimana konsep tokoh politik Machiavelli di jamannya, bahkan hingga sekarang masih kerapkali digunakan.

Kendati, kegaduhan politik itu kian menyurut ketika hari raya yang dirayakan oleh umat muslim tiap tahunnya diselenggarakan beberapa minggu setelah kegaduhan politik terjadi, fokus kegaduhan dalam hal ini ialah di depan gedung Bawaslu RI pada 22 Mei lalu.

Kegaduhan politik pra pemilu kini kian menyurut dengan semarak perayaan hari raya Idul Fitri yang dirayakan dengan suka cita oleh anak bangsa.

Meski obrolan politik terkait dinamika yang dilalui kemarin masih kerapkali menjadi bahan obrolan oleh masyarakat di warung-warung kopi.

Anak bangsa yang dulunya saling baku sikut antar sesama dikarenakan perbedaan pilihan politik kini saling merangkul satu sama lain.

Karena kata maaf di hari yang fitri memang harus diucapkan oleh anak manusia ketika perayaan hari raya dirayakan.

Saling merangkul satu sama lain merupakan wajah dari Indonesia yang dahulunya dibangun dengan suka cita dan perjuangan.

Untuk itu memendam amarah hanya karena perbedaan pilihan memanglah harus dikubur dalam-dalam untuk merajut kembali tali silaturahmi yang kemarin sempat terputus ketika momen politik.

Silaturahmi antar sesama memanglah harus selalu terjalin, karena putusnya tali silaturahmi seseorang dengan orang yang lainnya maka putus pula rezeki yang akan menghampirinya.

Kira-kira itulah yang disampaikan oleh kawan sejawat penulis yang hingga kini masih terngiang dalam ingatan.

Dan juga sepenuhnya memang kita tidak harus menyalahkan para tokoh politik yang berdinamika ketika momen politik berlangsung.

Karena faktanya memang itulah politik praktis, saling sikut ialah hal yang lumrah dalam perebutan kekuasaan.

Tak lupa juga kita harus hanturkan terimakasih kepada para tokoh politik terutama dalam pemerintahan karena menyelenggarakan pemilu sebulan sebelum perayaan hari raya Idul Fitri.

Dimana hari itulah saling memaafkan sesama anak manusia dapat terjalin kembali, dan silaturahmi terajut kembali.

Penulis: Aslang Jaya, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, UIN Alauddin Makassar.

Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis