OPINI, Suara Jelata—Politikus PDIP, Puan Maharani, mengaku bangga karena partai menunjuknya menjadi calon Ketua DPR.
“Pecah telor pimpinan DPR perempuan setelah 70 tahun, semoga bisa menjadi inspirasi lah,” kata Puan Maharani di ruangan Fraksi PDIP, Lantai 7 Nusantara 1, Kompleks Parlemen, Senayan.
Puan Maharani mengatakan bahwa dirinya telah mundur dari jabatan sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Menko PMK RI).
“Kemarin saya sudah izin pamit ke presiden untuk mundur agar bisa dilantik menjadi anggota DPR RI,” ujar Maharani (Tempo, 1/10).
Sebagaimana diketahui, sebanyak 575 Anggota DPR periode 2019–2024 resmi dilantik dalam Sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sementara itu, ada 136 Anggota DPD dan 711 Anggota MPR resmi dilantik. Pelantikan DPR, DPD dan MPR dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla. (Kompas, 1/10).
Dilantiknya Puan sebagai Ketua DPR RI menuai beragam respon. Salah satunya Dosen Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Arqam Azikin, bahwa terpilihnya Puan hingga dilantik adalah langkah positif dari figur yang tepat.
“Bila mbak Puan yang menduduki Ketua DPR RI akan menjadi sejarah politik pertama seorang sosok perempuan memimpin DPR RI selama kurun waktu 20 tahun terakhir,” tutur Arqam. (Tribuntimur, 2/10).
Di sisi lain penunjukan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Puan, sebagai Ketua DPR menuai respon dari warganet di lini massa Twitter.
Banyak warganet yang terkejut atas penunjukkan mantan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu.
Tak sedikit warganet yang mempertanyakan kinerja dan prestasi Puan selama ia menjabat sebagai Menko PMK.
Warganet juga mengatakan tidak pernah mengetahui apa yang dilakukan Puan selama ia menjabat sebagai Menko PMK.
Jika kita bertanya kepada orang-orang mengenai fenomena tersebut, mungkin akan mendapatkan jawaban yang cukup beragam, baik yang pro maupun kontra. Sebagai seorang muslim lantas bagaimana sebaiknya kita melihat fenomena ini?
Berdasarkan sunah, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, saat puteri Kisra menduduki tampuk kekuasaannya. “Suatu kaum tidak akan beruntung bila urusan mereka serahkan kepada wanita”
Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini menunjukkan ‘diharamkannya’ seorang wanita menduduki jabatan kepemimpinan tertinggi, juga sebagai kepala daerah.
Karena itu semua merupakan sifat umum. Rasulullah menafikan keberuntungan dan kemenangan bagi siapa yang mengangkatnya sebagai pemimpin.
Dengan alasan, karena kemaslahatan yang dapat ditangkap dengan akal menunjukkan bahwa kaum wanita tidak layak mendudukan jabatan publik tertinggi.
Karena yang diminta dari orang yang dipilih sebagai pemimpin adalah memiliki kelebihan dalam kesempurnaan akal, tekad, kecerdikan, kemauan kuat, dan pandai memenej.
“Sifat-sifat ini bertentangan dengan karakteristik seorang wanita yang akalnya kurang, lemah pikiran serta emosinya kuat”
Maka jika dia dipilih untuk posisi tersebut tidak sesuai dengan tuntutan memberi nasehat bagi kaum muslimin, atau tuntutan meraih kemuliaan dan kemenangan.
Menelaah fakta tersebut di atas, nyatalah bahwa saat umat tak lagi ada dalam naungan syariah kaffah, tatanan kehidupan umat semakin jauh dari ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-nya. Mungkin inilah prediksi yang dimaksud Rasulullah SAW tentang pemimpin ruwaibidhah:
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu ruwaibidhah berbicara”
Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas“ (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).
Wallahu A’lam Bi Ash-shawab.
—
Penulis : Nurdila Farha.
(Tulisan di atas sepenuhnya tanggung jawab penulis).