Opini

Stigma Money Politik di Pemilu Mendatang

×

Stigma Money Politik di Pemilu Mendatang

Sebarkan artikel ini
Penulis
Penulis

OPINI, Suara Jelata— Pendidikan politik memang mutlak harus dilakukan. Guna memahami siklus kehidupan sosial dan tak terkesan haus kuasa semata.

Seorang penyair asal Jerman, Bertolt Bracht, pernah berkata, buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Menurutnya, orang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir semua pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional.

Demikian pentingnya pemahaman politik bagi setiap orang. Apalagi jelang Pemiluhan Umum (Pemilu) 17 April 2019 mendatang, semua orang harusnya melek dan tak terbawa arus.

Dimana pemilihan Legislatif dan pemilihan Presiden mendatang selalu dikaitkan dengan Money Politik (Politik uang).

Hal ini selalu  menjadi  masalah publik yang belum pernah ada solusi. Banyak Partai yang mengagungkan “Anti mahar” namun pernyataan sikap tersebut sulit untuk dibuktikkan.

Sudah banyak kegiatan Pendidikan Politik yang telah dilakukan berbagai ormas dan lembaga kepemudaan untuk mensosialisakan bahaya Money Politik, tetapi anggota partai yang ada di negara tercinta ini seolah diam dan membiarkan masyarakat buta politik.

Padahal pesta demokrasi Merupakan Sarana kedaulatan rakyat, dengan banyaknya harapan partai kepada masyarakat (Agar dipilih dan dipercaya) agar berdampak langsung dan berarti bagi masyarakat, tapi itu seolah hanya seremonial belaka.

Memasuki masa tenang pemilu Tahun 2019 sudah di depan mata, muncul pertanyaan dari penulis, apakah Partai Politik sudah bersih dari Money Politik di tengah-tengah masyarakat?.

Caleg seharusnya memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat dan memiliki kompetensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu, jangan sampai karena Caleg tidak memiliki kemampuan yang memadai lalu mengambil jalan pintas dengan melakukan Money Politik dalam mendulang suara.

Saya berharap di momentum Pemilu tahun ini masyarakat bisa menjadi pemilih cerdas menolak politik uang dan bisa memilih para calon pemimpin yang memiliki kemampuan  untuk memajukan bangsa dan negara ini 5 tahun ke depan.

Penulis: Muhammad Taslim (Pengurus Badko HMI Sul-Sel-Bar).