NasionalNews

Polda Sulsel Larang Warga Berdemo, SEMMI Sinjai: Darurat Demokrasi!!!

×

Polda Sulsel Larang Warga Berdemo, SEMMI Sinjai: Darurat Demokrasi!!!

Sebarkan artikel ini
Foto: Ketua DPC SEMMI Sinjai, Yusri.

SINJAI, Suara Jelata—Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel secara tegas melarang warga di wilayah hukumnya untuk melakukan aksi demonstasi, hingga pelantikan Presiden usai.

Aturan tersebut berlaku mulai tanggal, 16 — 20 Oktober 2019. Setelah itu baru aspirasi bisa disampaikan warga.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Melalui Kabid Humas Polda Sulsel, Dicky Sondani mengatakan, larangan tersebut berdasar pada Diskresi Kapolisian.

“Ini diambil untuk cipta kondisi suasana aman dan kondusif menjelang pelantikan,” ujar Dicky. Pada Selasa, (15/10) pagi, seperti dikutip dari Tribun Timur.

Dicky melanjutkan, pelantikan Presiden tanggal 20 Oktober mendatang bakal dihadiri oleh tamu ‘VVIP’ dari beberapa negara tetangga.

“Walau acara pelantikan di Jakarta, namun wilayah Provinsi Sulsel harus tetap aman, nyaman dan kondusif,” kata Dicky.

Pasalnya, meski ada surat pemberitahuan demo, Polda tidak akan memberikan surat tanda penerimaan.

Hal tersebut ditanggapi oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Sinjai, Yusri bahwa statement Polda Sulsel inkonstitusional.

“Kapolda Sulsel menampakkan ketidaktahuan dirinya soalnya Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28E Tentang Kemerdekaan Berpendapat di Muka Umum dan Kebebasan Berekspresi,” tegasnya, Selasa, (15/10/2019).

Menurutnya, pelantikan pasangan Presiden terpilih harus terbuka secara demokratis.

“Pelantikan itu kemenangan rakyat. Terserah rakyat mau rayakan kemenangan itu dengan cara apa, mau aksi, itu hak rakyat Indonesia,” ujarnya.

Lanjut Yusri, bahwa bukan presiden yang perlu diamankan, melainkan warga negara Indonesia.

“Ngapain mau diamankan pejabat negara? Mereka sudah aman dengan kekebalan pengawalnya. Justru yang perlu mendapat perlidungan dan rasa aman dari kekerasan adalah warga negara itu sendiri karena yang sering mengalami ancaman kekerasan dan represif adalah rakyat,” tandasnya.

Belum lagi banyak mahasiswa yang mengalami kasus kekerasan dan represif hingga nyawa melayang.

“Pelakunya siapa? Diadili secara hukum tidak itu pelaku? Saya khawatir dengan situasi Indonesia yang makin darurat demokrasi,” imbuhnya.

Sementara itu, banyak sekali persoalan mencuat akhir-akhir ini, maka dengan adanya larangan aksi tentu akan menjadi penghalang bagi warga melakukan demonstrasi.

“Persoalan UU KPK, UU Pertanahan, UU Minerba, UU PKS, KUHP hingga BPJS Kesehatan, dan darurat demokrasi. Serta delik lain, seperti mosi tidak percaya, refomasi dikorupsi, gejayan memanggil, dan persoalan-persoalan lain yang urjen hari ini,” ungkap Yusri.

“Dasar bernegara kita adalah demokrasi dan mengedepankan hak-hak sipil secara terbuka dan partisipatif. Presiden terpilih karena demokrasi, meskipun ditunggangi oligarki. Unjuk rasa, demo juga adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi Indonesia,” kuncinya.