Opini

Candi Ngawen, Si Mungil Dengan Sejuta Keindahan dan Keunikan

×

Candi Ngawen, Si Mungil Dengan Sejuta Keindahan dan Keunikan

Sebarkan artikel ini
Candi Ngawen di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (foto: Iwan SJ)

Suara Jelata – Sejarah itu tidak bisa dilupakan begitu saja, sebab dengan sejarah kita bisa mengetahui dan belajar kehidupan-kehidupan di masa lampau, tentang peristiwa yang terjadi pada zaman dahulu. Sejarah bisa berupa cerita turun-temurun atau berupa bentuk fisik.

Sebagaimana yang diketahui, seperti candi, prasasti maupun arca. Bekas-bekas peninggalan sejarah tersebut menarik untuk diketahui dan dikunjungi karena memiliki makna yang ada di dalamnya.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Indonesia, khususnya Pulau Jawa memiliki anugerah keberadaan bangunan bersejarah yang cukup banyak.  Ada bangunan bersejarah yang begitu sangat terkenal seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Mendut. Ada pula yang tertutup masa, terpinggirkan serta tinggal kenangan.

Bahkan ada yang menemukan dalam bentuk tak utuh atau masih menjadi misteri. Banyak candi tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Magelang yang menarik untuk diungkap. Salah satunya Candi Ngawen yang di berada di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang.

Venuvana

Dalam bahasa Sansekerta Candi Ngawen disebut dengan Venuvana, yang bermakna hutan bambu. Candi Ngawen berada di tengah-tengah permukiman warga, dan berjarak dua kilometer sebelah selatan kompleks makam Kyai Raden Santri Gunung Pring. Selain itu Candi Ngawen berjarak sekitar lima kilometer dari Candi Mendut.

Candi Ngawen dibangun sejak abad ke-8 oleh wangsa Syailendra, zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini terdiri dari lima buah candi berukuran kecil dan dua di antaranya memiliki bentuk berbeda dengan hiasan patung singa di keempat sudutnya. Candi Ngawen terdiri dari dua candi induk dan tiga pewara, namun satu candi induk menyisakan fondasi saja.

Keunikan yang dimiliki oleh Candi Ngawen adalah keberadaan empat buah arca singa tepat di setiap sudut Candi II serta Candi IV. Kompleks candi ini terdiri atas lima buah candi yang berjajar dari arah utara ke arah selatan. Bangunan candinya sendiri menghadap ke timur.

Apabila diurutkan menurut arah mata angin, dari arah selatan candi, ada Candi Ngawen I, Candi Ngawen II, III, IV dan Candi Ngawen V dan masing-masing candinya berdenah bujur sangkar. Selain itu Candi Ngawen memiliki kontruksi yang hampir sama dengan candi-candi Hindu, dikarenakan bangunan candi yang meruncing.

Tetapi jika dilihat dengan lebih jelas Candi Ngawen memiliki stupa dan teras berundak yang menjadi simbol khas dalam candi-candi Budha. Keunikan lainnya terhilat dari corak bangunan yang berbeda dengan beberapa candi yang ditemukan di daerah Magelang, bangunan Candi Ngawen bercorak khusus.

Pembangunan Candi Ngawen diperkirakan satu zaman dengan Candi Borobudur dan Candi Gunung Wukir. De Casparis, ahli purbakala Belanda menduga komplek Candi Ngawen dibangun secara gotong-royong oleh pendirinya, antara Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra dan Raja Pikatan Dyah Siladu dari Dinasti Sanjaya. Hal ini berdasarkan cantuman dalam Prasasti Karang Tengah tahun 824 Masehi. Selain itu kawasan Candi Ngawen menjadi korban letusan Gunung Merapi tahun 1006 Masehi.

Tahun 1874, komplek Candi Ngawen berhasil ditemukan lagi oleh MW Hoepermans, seorang pejabat Belanda. Kemudian, J. Van Aals mengadakan penelitian pada 1897. J. Van Aals menemukan susunan batu fondasi di depan Candi Ngawen II. Arca Dhyani Budha Amitabha ditemukan di Candi Ngawen IV. Batu-batu situs diinventariskan oleh Th. Van Erp ketika melakukan pemugaran Candi Borobudur pada 1911. (https://candi.perpusnas.go.id).

Struktur Berbeda

Candi Ngawen memiliki 5 bagian candi dengan berbagai struktur yang berbeda, 2 candi di antaranya memiliki arca singa jantan di bagian keempat sudutnya, sementara itu di candi utama terdapat arca Budha yang sudah lama kepalanya hilang. Patung Budha tersebut meragakan sikap duduk yang disebut Dyani Budha Ratna Sembawa, lalu sikap tangan dari patung itu meragakan sikap yang disebut dengan Dewi Bumi, menurut kepercayaan sikap tangan seperti ini bertujuan untuk mengusir mara bahaya ketika Sidharta sedang bersemedi di bawah pohon Bodi.

Candi Ngawen seakan dijaga oleh singa-singa yang menopang di sudut candi, ukiran singa di Candi Ngawen mirip seperti lambang di Singapura dan uniknya jarang ditemui bentuk singa seperti ini di bangun candi Jawa, singa-singa seperti ini banyak ditemui di kuil Mathura di India.

Singa-singa yang berada di Candi Ngawen berfungsi untuk mengalirkan air yang keluar lewat mulut singa tersebut. Tak hanya ada singa, terdapat daya tarik lain yang berada di Candi Ngawen di bagian relief candi masih tampak cukup jelas di antaranya ukiran Kinnara Kinnari dan Kala Makara. Relief ini merupakan makhluk khayangan yang berwujud setengah manusia setengah burung.

Dalam relief ini ukiran Kinnara Kinnari diapit oleh Kalpataru, di mana Kalpataru merupakan pohon khayangan yang hidup sepanjang masa. Pada dahan-dahan digambarkan berjuntai berbagai macam perhiasan yang indah.

Candi Ngawen merupakan situs unik, yang dapat menjadi obyek destinasi wisata budaya. Kiranya untuk menjadikan daya tarik wisatawan, perlu dikemas lokasinya sebaik mungkin yang menjadikan pengunjung nyaman. Baik yang hanya sekadar menikmati keindahan cagar budayanya atau melakukan penelitian.

Di samping mengemas lokasi destinasi wisata, perlu digencarkan strategi promosi baik melalui publikasi langsung maupun dunia maya yang sampai saat ini banyak menggunakan sistem digitalisasi. Langkah tersebut merupakan strategi kontinuitas promosi pariwisata secara berkelanjutan. (*)

Penulis:
Kantun Muwuri, S.E.
Guru Produktif Pariwisata SMK Wiyasa Magelang