Suara Jelata – Sebagaimana diketahui, lembaga pendidikan merupakan tempat yang efektif untuk membentuk karakter melalui penanaman nilai-nilai universal bagi setiap individu yang terlibat di dalamnya. Penanaman nilai ini memiliki banyak bentuk, kegiatan, sikap, perilaku, pola pikir yang melibatkan seluruh anggota komunitas atau warga sekolah.
Dengan kata lain, implementasi pendidikan karakter di sekolah perlu utuh dan komprehensif yang melibatkan banyak orang. Semakin banyak komponen yang terlibat, akan menjadikan pendidikan karakter tersebut lebih membumi. Pendidikan karakter tidak dapat dilaksakanan secara parsial namun perlu simultan dengan melibatkan semua komponen di satuan pendidikan tersebut maupuan di lingkungan sekitar.
Pembelajar kompeten
Membentuk karakter peserta didik sebagai pembelajar yang kompeten tidak akan terwujud apabila lingkungan pendidikan belum ramah bagi efektivitas proses belajar di sekolah. Prestasi akademis maupun non akademis peserta didik tidak akan meningkat dengan pesat bila lingkungan sosial dan budaya yang membentuk kultur pembelajaran di lingkungan sekolah belum terbangun.
Untuk itu, kiranya pendidikan karakter yang melahirkan akhlak mulia mesti segera menjadi perhatian bagi semua pihak. Maraknya persoalan moral, kejahatan anak di dunia maya, tawuran pelajar, dan perundungan yang makin meningkat membuat semua komponen perlu bahu membahu bekerjasama dalam membentuk karakter peserta didik.
Menciptakan iklim sekolah yang aman, dan ramah merupakan roh dari semangat merdeka belajar. Tanpa lingkungan belajar yang kondusif, mustahil terbentuk individu yang mampu secera merdeka dan bebas belajar menyalurkan ekspresinya untuk menemukan keunggulan dan potensi dirinya.
Iklim kondusif dapat diciptakan dengan beberapa alternatif, di antaranya melatih bela rasa. Implikasi bela rasa tak lain adalah sebuah emosi yang kerap mengandalkan korelasi imajinasi personal pada kebaikan orang lian dan menempatkan mereka sebagai objek dari kepedulian secara intens. Untuk itu melatih bela rasa memerlukan otentisitas dan ketersediaan untuk merasakan apa yang dirasakan juga oleh orang lain (Doni Koesoema A., & Evy Anggraeny, 2020).
Menumbuhkan kepekaan
Melatih bela rasa merupakan bentik praktik pendidikan yang baik, sebab dengan melatih berbela rasa, masing-masing individu dapat menumbuhkan kepekaan moral dalam kehidupan, terutama ketika berhadapan dengan orang lain. Guru di sekolah dapat memberikan pendampingan agar peserta didik memiliki sikap berbela rasa dengan yang lain dan merasa satu rasa dengan mereka yang bergembira, menderita, prihatin. Melatih bela rasa ini sangat penting agar mereka dapat mengambil sikap yang tepat ketika menghadap kondisi atau keadaan orang lain yang mereka jumpai.
Guru sebagai pendamping dapat menanamkan dan menumbuhkan bela rasa ini kepada peserta di sekolah dengan mengadakan kegiatan amal atau bazar. Hasil keuntungan penjualan amal atau bazar tersebut dapat disumbangkan bagi masyarakat yang membutuhkan. Untuk melakukan kegiatan tersebut sekolah dapat melihat keadaan sekitar atau berita aktual yang menayangkan keadaan sosial yang terjadi di sekitar masyarakat.
Contohnya, bila ada daerah yang mengalami tanah longsor, kebanjiran, gempa bumi bahkan hujan deras dengan angina puting beliung, atau bisa juga seperti wabah penyakit yang menyerang secara endemik. Atau warga masyarakat di sekitar sekolah yang ditimpa musibah. Hal lain yang dapat dilakukan peserta didik di kelas selain melalui amal dan bazar adalah saling berbagi rasa dan berbela rasa. Apabila ada salah satu peserta didik atau orang tua peserta didik juga guru yang sakit sampai dirawat di rumah sakit bahkan meninggal dunia.
Bela rasa yang dipraktikkan adalah dengan mengumpulkan dana secara suka rela, setelah terkumpul baru diserahkan kepada yang bersangkutan. Apabila pengumpulan dana bela rasa ini secara umum atau kolektif satu sekolah, pengumpulan dapat dikelola oleh bidang sosial OSIS. Setelah terkumpul dari seluruh kelas dan dihitung, maka perwakilan OSIS yang akan menyerahkan kepada orang yang bersangkutan.
Dengan menanamkan dan menumbuhkan bela rasa dalam kelas dan lingkungan sekolah akan menjadikan pembiasaan bagi peserta didik dalam kelas dan lingkungan sekolah akan menjadi pembiasaan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari serta menjadikan modal dasar sebagai manusia sosial yang turut serta merasakan keadaan di sekitarnya.
Setelah mengajari peserta didik untuk berbela rasa dan peduli kepada yang lemah, pihak sekolah juga harus memberi contoh dengan menerima peserta didik yang lemah dari sisi ekonomi. Label sekolah mahal pasti akan membuat calon peserta didik miskin untuk sekedar mendaftar saja tidak berani.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk menjadikan pendidikan yang berpengharapan adalah pendidikan yang memberikan harapan untuk masa depan yang cerah. Pendidikan harus berubah dan diarahkan pada beberapa tahun mendatang saat peserta didik hidup mandiri. Pendampingan personel sangat dibutuhkan mereka. Pendidikan yang berbela rasa adalah mengajak semua warga sekolah untuk peduli kepada yang lemah dan mencoba berjalan bersama untuk memahami dan memperjuangkannya keluar dari kelemahan dan kemiskinan.
Bela rasa bukanlah merupakan tindakan yang sulit bila peserta didik sejak awal sudah dibiasakan untuk memberikan perhatian dan pertolongan bagi orang lain yang membutuhkan. Sebenarnya, bukanlah berapa banyak sumbangan atau uang yang dapat diperoleh peserta didik saat mengadakan bazar. Yang terpenting adalah bahwa sekolah melatih peserta didik memberikan perhatian pada orang lain yang membutuhkan. Perhatian ini ditunjukkan dalam sikap dan tindakan secara nyata peserta didik benar-benar merasakan apa artinya menolong dan membantu orang lain, serta sungguh berbela rasa dengan keadaan orang lain yang mengalami musibah atau bencana. (*)
Penulis:
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang