HALMAHERA BARAT MALUT, Suara Jelata – Program Pendidikan Gratis yang telah resmi diberlakukan pada jenjang pendidikan SMA/SMK/SLB adalah salah satu pilar program 100 hari kerja Gubernur Sherly Tjoanda Laos dan Wakil Gubernur, H. Sarbin Sehe. Sekalipun demikian, fakta di lapangan sejumlah sekolah masih berani memungut biaya ujian kepada peserta didiknya, Jumat (09/05/2025).
Sejumlah sekolah negeri jenjang pendidikan menengah atas tepatnya di Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara membuat kebijakan memungut uang Ujian Sekolah (US) kepada peserta didik kelas 12. Uang US yang dipungut tersebut bervariasi bahkan ada sekolah yang berani mematok biaya US per siswa Rp 1.000.000.
Dihubungi via WhatsApp, Jumat (09/05/2025), tokoh masyarakat yang juga pemerhati pendidikan Kabupaten Halmahera Barat, Afrida Durado kepada awak suarajelata.com mengungkapkan, salah satu program 100 hari kerja Gubernur Malut adalah pemberlakuan Pendidikan Gratis untuk jenjang SMA/SMK/SLB. Namun fakta di Halmahera Barat, ada kebijakan sekolah yang berani menyimpang atau bertentangan dengan program tersebut.
“SMA Negeri 10 Kabupaten Halmahera Barat di Togola Sangir terindikasi memungut biaya ujian sebesar Rp 1.000.000 per siswa peserta ujian,” ungkapnya.
Tak sebatas itu, siswa penerima beasiswa PIP, dananya disunat sebesar Rp 150.000 per siswa. Ironisnya, beasiswa PIP yang besarannya Rp 900.000 harusnya diterima oleh siswa karena masuk ke rekening siswa penerima. Faktanya malah tidak seperti itu, dana PIP tersebut dicairkan dan diterima oleh pihak sekolah tanpa sepeser pun diterima siswa.
“Seharusnya PIP yang masuk ke rekening siswa tersebut, harusnya diambil oleh siswa yang bersangkutan, bukan oleh pihak sekolah. Bahkan dari dana tersebut, sekolah berani-beraninya memotong Rp 150.000 tanpa ada alasan yang,” tugas Afrida.
Lebih ironis lagi, sisa uang Rp 750.000 tersebut oleh pihak sekolah dipakai sebagai biaya US siswa penerima PIP tersebut.
Tak hanya sebatas itu, siswa-siswi peserta ujian juga diperintahkan membayar tambahan biaya US sebesar Rp 250.000. Alasannya, sisa biaya PIP sebesar Rp 750.000 tersebut tidak mencukupi untuk biaya US. Dengan demikian total biaya US keseluruhan per siswa adalah Rp 1.000.000.
“Sekolah bahkan menekan siswa-siswi jika tidak mengikuti kebijakan pembayaran uang US maka siswa-siswi tersebut tidak berhak mendapat ijazah,” ungkap Afrida.
Menurutnya, ini adalah model kebijakan yang sangat miris dan sangat kontroversial. Terkait beasiswa PIP menurutnya, sebelumnya telah dibahas dalam forum DPR-RI. Ia berani mengatakan siap membongkar konspirasi jahat antara pihak sekolah dan Bank yang merugikan anak bangsa.
“Tak hanya di SMA Negeri 10, SMA Negeri 6 Togola Halmahera Barat juga biaya US-nya Rp 1.000.000. Di SMA Negeri 1 Jailolo Halmahera Barat sebagai sekolah dengan jumlah siswa terbanyak, biaya US-nya Rp 400.000 per siswa,” ujar Afrida berdasarkan informasi yang ia terima via inbox.
Menanggapi kebijakan sekolah yang bertentangan dengan program Pendidikan Gratis, Afrida sangat menyesalkan dan merasa kecewa. Dinilainya, kebijakan sekolah yang semacam itu hanya mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan masyarakat.
Mantan Kepala Samsat Kabupaten Halmahera Barat ini menyebutkan, program Pendidikan Gratis tersebut pembiayaannya disikapi melalui subsidi APBD Provinsi Maluku Utara. Sekolah menurutnya harus paham terkait program tersebut.
“Saya sangat getol mengkritisi permasalahan ini oleh karena secara sosial ekonomi masyarakat Halmahera Barat, 95 persen adalah petani dengan tingkat pendapatan hidup yang terbilang rendah,” tutup Afrida. (Ateng)