Suara Jelata – Dalam forum diskusi guru terdapat suatu diskusi menarik terkait dengan profesi guru. Ada teman sesama profesi yang menjalani profesi guru sudah puluhan tahun, namun tetap menjalani profesinya dengan gembira dan pantang mengeluh.
Bahkan tunjangan profesi guru yang sudah diterima, selalu dimanfaatkan untuk pengembangan profesinya seperti studi lanjut, menulis artikel di media, membikin modul untuk peserta didiknya, dan beberapa penunjang profesi lainnya. Semua yang dilakukan dalam menjalani profesinya, tentunya dapat menginspirasi agar guru juga melakukan tindakan serupa.
Tidak bisa dipungkiri banyak faktor yang membuat seseorang menjadi guru. Ada yang menjadikan guru sebagai profesi, namun banyak juga yang menjadi guru karena panggilan nurani. Seseorang yang benar-benar ingin memberikan ilmu dan segenap kemampuan yang dimiliki kepada peserta didik.
Bila ditelisik sampai saat ini, antusiasme menjadi guru memang tinggi. Namun bila benar-benar dicermati, tingkat antusiasme mereka tersebut apa sampai kedalamannya. Atau hanya mungkin karena perhatian pemerintah kepada guru mulai membaik dengan berbagai reward untuk guru.
Antusiasme tingginya minat menjadi guru tersebut, yang tidak diharapkan, mereka menjadi guru bukan karena panggilan jiwa sebagai pendidik. Tapi sekadar untuk mengisi lowongan pekerjaan, atau karena persaingan untuk menjadi guru tidak seketat pada profesi lain.
Profesi guru ini memang berbeda dengan profesi lainnya karena yang ditangani oleh guru adalah peserta didik yang sedang tumbuh. Untuk itu yang diperlukan bukan saja keterampilan atau pengetahuan, tapi juga sentuhan hati dan memperlakukan anak-anak tersebut dari sudut pandang peserta didik.
Profil guru ideal
Sosok guru yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa maupun hati nurani bukan karena tuntutan materi belaka, itu bisa dikatakan sebagai profil guru ideal yang sesungguhnya. Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah suatu perbuatan mudah, namun menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa tidaklah mudah. Guru lebih banyak dituntut sebagai suatu pengabdian kepada peserta didik daripada karena tuntutan pekerjaan dan materi.
Oleh karena itu, wajarlah bila dikatakan bahwa guru merupakan cerminan pribadi mulia karena figur guru dengan segala kemuliaannya yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, bukan karena pekerjaan sampingan. Guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai tugas kemanusiaan (humanis) dan kemasyarakatan.
Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam mendampingi peserta didiknya. Guru ideal merupakan sosok yang dapat menyisihkan waktunya demi kepentingan peserta didik, seperti membimbing, mendengarkan keluhan, menasihati, membantu kesulitan dalam segala hal yang akan menghambat aktivitas belajarnya. Menjadikannya sebagai teladan dalam meniti hidupnya dapat menjadi figur yang tak lapuk dimakan usia.
Kemuliaan guru tercermin pada pengabdiannya kepada peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pola pikir dan pola tindakannya dapat menjadi parameter kehidupan dan menjadi sumber keteladanan. Cermin pengabdian bukan dilakukan semata-mata dengan gramatikal puitis, tetapi perlu diaplikasikan dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Masalah kesejahteraan adalah nomor ke sekian dari daftar urutan pertimbangan menjadi guru. Jika prestasi sudah ditorehkan, jika perbaikan moral dan peningkatan kecerdasan peserta didik telah diraih, dengan sendirinya kesejahteraan atau imbalan materi menjadi sesuatu yang sangat wajar diberikan.
Membiasakan refleksi
Untuk mengoptimalkan peran guru sebagai panggilan mulia dalam menjalankan profesinya, kiranya guru tidak hanya sekadar memberikan materi pengetahuan namun perlu menanamkan nilai-nilai humaniora kepada para peserta didik.
Jiwa-jiwa muda ini tidak hanya disuapi dengan produk-produk konsumtif termasuk pikiran-pikiran yang sudah jadi, melainkan harus dibantu dan didorong untuk berpikir sendiri secara kreatif, membentuk masa depan mereka dengan belajar menganalisis serta memecahkan masalah-masalah mereka di masa depan. Isu-isu lingkungan, kemanusiaan dan kehidupan di sekitarnya dapat menjadi pemantik mereka untuk berpikir positif yang mengarah pada nilai-nilai humaniora.
Untuk dapat menjadi pintu masuk peserta didik ke ranah nilai-nilai kehidupan, kiranya guru perlu mengaplikasikan aktivitas refleksi dalam proses pembelajaran. Implikasi refleksi dapat dimaknai sebagai proses yang mengajak peserta didik untuk mengendapkan arti manusiawi tentang materi yang dipelajari dan pentingnya bagi sesama.
Dalam proses refleksi ini menuntut kemampuan guru untuk menguasai mata pelajaran, lebih dari sekadar pengetahuan materi. Di dalamnya dapat memantik daya ingat, pemahaman, daya khayal, dan perasaan yang digunakan untuk menangkap arti dan nilai-nilai yang dipelajari (St. Kartono, 2009).
Dengan mengaplikasikan kegiatan refleksi, paling tidak guru sudah menorehkan tugasnya dalam panggilan kemanusiaan, karena sudah menjadi pemantik jiwa-jiwa muda memiliki empati terhadap kondisi di lingkungannya. Sampai saat ini, masih banyak dijumpai para guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugas mulianya sebagai guru. Rekan-rekan guru di daerah 3T, atau di daerah pedalaman, perlu diapresiasi dan dihargai akan ketulusan pada dedikasinya.
Kiranya masih relevan, tema hari guru nasional tahun ini yang menegaskan bahwa perlu gerakan serentak melakukan inovasi demi mewujudkan merdeka belajar. Inovasi bukan hanya piawai dalam menguasai teknologi informasi atau berbagai macam media pembelajaran, namun yang paling substansial adalah memberikan bekal nilai-nilai kehidupan yang hakiki pada peserta didik dan dirinya dapat menjadi sumber keteladanan. (*)
Selamat Hari Guru Nasional tahun 2022!
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang