Opini

Generasi Milenial Lahan Subur Pertaruhan Politik

×

Generasi Milenial Lahan Subur Pertaruhan Politik

Sebarkan artikel ini
Nurul Ainun R

OPINI, Suara Jelata— Pilpres 2019 menjadi panggung pemilih milenial menunjukkan signifikasinya dalam politik electoral Indonesia.

Mereka akan di uji, apakah preferensi politiknya sesuai dengan idealisme atau terjebak dalam kurungan pragmatisme.

Scroll untuk lanjut membaca
Scroll untuk lanjut membaca

Proporsi mereka yang cukup besar, sekitar 40% pemilih usia 17 hingga 25 tahun (milenial).

Jumlah tersebut membuat generasi milenial menjadi “Lahan” suara yang menggiurkan dalam pertaruhan politik, dan berkemungkinan menjadi penentu siapa yang bakal memenangi RI 1.

Ini kemudian membuat peserta politik berlomba untuk meraih semaksimal mungkin suara.

Meskipun pemilihan presiden masih akan diadakan pada bulan April 2019, para pendukung kedua kandidat sejak pengumuman kedua nama pasangan telah secara agresif memulai kampanye, terutama di media sosial.

Pemilih dari kelompok usia generasi milenial menjadi target potensial, karena jumlah populasi mereka yang signifikasi dan merebaknya penggunaan media sosial mereka.

Dengan peran generasi milenial sebagai pemilih yang memiliki sumbangsi terhadap suara hasil pemilihan yang cukup besar.

Maka, posisi generasi milenial menjadi sangat strategis untuk menjadi objek sasaran pemungutan suara.

Beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak politisi yang menyadari pentingnya peran media sosial sebagai cara untuk memperoleh kemenangan pada Pemilu.

Pada pemilu 2014, diperkirakan ada sekitar 18,3 juta pemilih pemula dari kalangan generasi muda berusia 17 dan 24 tahun.

Dilihat dari sisi usia, kemungkinan sebagian besar di antara mereka adalah pengguna media sosial.

Mereka diharapkan dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu dan menjadi incaran para partai politik dan politisi untuk diraih suaranya.

Genarasi muda sering kali dianggap sebagai kelompok masyarakat yang paling tidak peduli dengan persoalan politik.

Mereka juga dianggap kerap mengalami putus hubungan dengan komunitasnya, tidak berminat pada proses politik dan persoalan politik, serta memiliki tingkat kepercayaan rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan.

Agar hal tersebut tidak berkelanjutan, maka perlu yang namanya penanaman pendidikan politik terhadap para generasi milenial.

Agar lebih memperhatikan dan tertanam dipikiran mereka, bahwa betapa pentingnya pengetahuan politik terhadap para calon generasi penerus bangsa.

Maka dalam hal ini partai politik sama-sama menarik simpatisan dan pendukung dari kaum milenial sebagai relawan pemenangan.

Penulis: Nurul Ainun R, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMI Makassar