OPINI, Suara Jelata— Aktivitas transportasi pun hanya dibatasi jumlah penumpang. Katanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) lalu ‘Besarnya’ dimana?
Semoga kalian masih sehat-sehat saja. di rumah aja ya, kan? Kasus pertama epidemi Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19 diumumkan Jokowi 48 hari yang lalu tertanggal 2 Maret 2020. Sampai saat ini, sudah ada 5.923 kasus positif.
Data covid-19 di Indonesia benar-benar menggelisahkan. Bagaimana tidak, peningkatan jumlah orang yang terjangkit itu rata-rata sebanyak 300 orang setiap hari. Sedangkan yang sembuh, itu fluktuatif.
Tapi cuma di angka puluhan orang setiap harinya, ini sampel di bulan April. Lalu bagaimana untuk satu bulan kedepan, dua bulan ke depan dan seterusnya? Tentunya masih menjadi pertanyaan besar.
Kebijakan PSBB, pun dinilai tidak strategis untuk sebagian kelompok. Pasalnya, beberapa aktivitas masih diizinkan pemerintah. Seperti aktivitas di pasar, minimarket dan beberapa aktivitas perindustrian. Kegiatan perindustrian, perkantoran, dan beberapa juga masih bisa beroperasi.
Aktivitas transportasi pun hanya-hanya dibatasi jumlah penumpang. Orang masih bisa beraktifitas dengan sepeda motor dan mobil pribadi maupun angkutan umum. Katanya PSBB, lalu ‘Besarnya’ dimana? Belum lagi ketidakjelasan terkait data corona.
Data ODP dan PDP baru tampil dipublik menyusul terbitnya KEPRES No. 12 tahun 2020 pada tanggal 13 April yang baru menetapkan covid-19 sebagai bencana nasional. Data baru dibuka, membuktikan bagi kita bahwa data yang selama ini kita konsumsi dipertanyakan kebenarannya.
BNPB mengakui, “Kemenkes tidak terbuka menyampaikan data terkait kasus covid ini. Bahkan, BNPB sendiri tidak bisa mengakses data secara menyeluruh seperti, nomor urut pasien, umur, jenis kelamin dan status, data pemerintah pusat juga berbeda dengan hitungan total data dari pemerintah daerah”.
Sedangkan kata Jokowi, “Sebetulnya kita ingin menyampaikan, tapi kita juga berhitung mengenai kepanikan dan keresahan di masyarakat. Juga efek nantinya pada pasien apabila sembuh” tertanggal 13/03/2020.
Tepat sebulan kemudian, dengan rapat terbatas bersama gugus tugas penanganan covid-19, dia meminta agar data disampaikan ke publik secara transparan.
Dia bilang “Terbuka datanya sehingga semua orang bisa mengakses data ini dengan baik, sehingga informasi itu semuanya ada, baik mengenai jumlah PDP di setiap daerah, jumlah yang positif, jumlah yang meninggal, jumlah yang sembuh, semuanya menjadi jelas dan terbuka dengan baik”. Pernyataan ini bersamaan dengan penetapan covid-19 sebagai bencana nasional.
Padahal, menurut UUD No.14 tahun 2008 Pasal 10 ayat 1: “Badan publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum”. Kalau tidak, dikenakan pidana kurungan paling lama1 (satu ) tahun dan atau denda paling banyak 5 juta rupiah (Pasal 52).
Gambaran menggemaskan ini setidaknya memberi ruang kepada masyarakat, untuk berpikir ulang perkara corona ini.
Pendiri New Publishing, Abd. Rizal S menyebutkan, “Covid-19 adalah alat Bargaining antara kelompok China dan Amerika”, Jumat, 17/04.
Menurutnya, pandemi ini adalah residu dari pertengkaran antara dua kelompok itu.
Memang, dari berbagai sumber kita sama-sama bisa membaca: Akibat corona, IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami kontraksi. Juga pertumbuhan ekonomi di Asia, akan terhenti dan menjadi 0% pada tahun ini.
Demi menjaga keuangan mereka tetap stabil, Amerika serikat sudah menggelontorkan stimulus ribuan triliun, sedangkan China, kata Rizal “Jauh-jauh hari sudah menyiapkan bahan pangan untuk menghadapi krisis global”.
Dalam diskusi daring yang digarap HMI Komisariat Teknik UMI itu, Rizal menanggapi pertanyaan dari peserta diskusi bahwa, transisi kekuasaan pasca pandemik ini, bukan hanya melibatkan dua kelompok ideologi besar, yaitu Sosialisme dan Kapitalisme, tapi melibatkan kelompok baru, mereka yang lahir dari Rahim teknologi, “Kalau di Indonesia kita kenal nama-nama seperti Nadiem Makarim dan kawan-kawan”.
Rizal juga menyampaikan bahwa islam adalah altenatif untuk menjamin keselamatan sosial. Katanya, “Islam lebih menjamin keselamatan sosial dengan tesis sederhananya, tesis-tesis seperti: yang di dalam rumah, jangan keluar rumah, yang di luar rumah jangan masuk rumah, sedekah dan seterusnya, Saya berbicara bukan sebagai Fundamentalis ya, tapi kalau perspektif histori, Islam sudah pernah menjamin solidaritas Global”.
Daripada PSBB-PSBBan, ya kan?
Diskusi masih akan diteruskan satu sesi lagi. Jika berkenan mengikuti, silahkan Hubungi Muh. Alkautsar Lutfi (082348342531) atau Rafli Marsuli (082293220916)
Penulis : Rahmat Mubarak, Mahasiswa UMI Jurusan Teknik Sipil
Tulisan tersebut di atas merupakan tanggung jawab penuh penulis