
OPINI, Suara Jelata—Seiring perkembangan zaman, makna jihad mengalami reduksi. Istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit maknanya.
Pemahaman terhadap jihad seolah-olah selalu diarahkan kepada konteks al-qital (berperang), yakni memahami jihad selalu identik dengan peperangan.
Bahkan para kelompok Muslim ekstrim seringkali memaknai jihad sebagai perang suci (the holy war).
Mereka mengenakan label jihad pada segala bentuk peperangan tanpa membedakan tujuan dan nuansa politis, ekonomi ataupun motivasi ekspansi dibaliknya.
Akibatnya Islam sebagai institusi keagamaan seringkali secara keliru diklaim mendapatkan pengikutnya melalui cara pemaksaan dan kekerasan.
Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan term Islam yang berarti kedamaian.
Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan.
Tapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan. Olehnya, bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh.
Karena itu, al-jihad madhin ila yaum al-qiyamah (perjuangan berlanjut hingga hari kiamat).
Di atas telah dikemukakan bahwa, terjadi kesalahpahaman dalam memahami istilah jihad.
Jihad biasanya hanya dipahami dalam arti perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata.
Ini mungkin terjadi karena sering kata itu baru terucapkan pada saat-saat perjuangan fisik. Memang diakui bahwa salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik/perang, namun dalam hal ini kita mesti tahu bahwa makna jihad dalam Islam mengandung pengertian yang sangat luas tanpa harus membatasi tentang makna perjuangan fisik/perang sebagai medan jihad.
Maksud dan tujuan tulisan ini bukan untuk tidak memberikan ruang bagi setiap sang mujahid yang ingin jihad dalam pemaknaannya dengan al-qital (berperang).
Namun pada tulisan ini diharapkan mampu memberikan wawasan serta pemaknaan terkait tentang jihad yang sesungguhnya, tidak hanya dipahami dalam cakupan yang sempit dalam arti perang, seperti kebanyakan orang.
Melalui tulisan ini juga diharapkan mampu memberikan energi positif terkait makna jihad yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Makna dan Implementasi Jihad
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti “letih atau sukar”. Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan.
Ada juga yang berpendapat bahwa makan jihad berasal dari akar kata juhd yang berarti “kemampuan”. Ini karena dalam jihad menuntut akan kemampuan, dan harus dilakukan sesuai dengan batas kemampuan.
Sehingga jihad berarti mengerahkan segala upaya dan kemampuan atau bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu.
Dari kata yang sama tersusun ucapan “jahida bir-rajul” yang artinya “seseorang sedang mengalami ujian”.
Terlihat bahwa kata ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan ada beberapa makna dari kata jihad, antara lain: 1) Usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan, 2) Usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga, 3) perang suci melawan orang kafir dalam mempertahankan agama Islam.
Jihad yang mengandung arti “kemampuan” menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan.
Karena itu jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil, tetapi memberi semua yang dimilikinya.
Ketika memberi, dia tidak berhenti, sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
Makna-makna kebahasaan dan maksud di atas, dapat dikonfirmasikan dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang jihad.
Seperti makna jihad yang menunjuk pada arti ujian dan cobaan, dalam firman-Nya: “Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad diantara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang sabar”. (QS Ali-‘Imran/3:142).
Demikian terlihat bahwa jihad merupakan cara yang telah di tetapkan oleh Allah untuk menguji manusia.
Jihad memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesabaran sebagai isyarat bahwa jihad adalah sesuatu yang sulit, memerlukan kesabaran serta ketabahan.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka makna jihad baik yang berasal dari kata jahd maupun juhd semuanya menggambarkan upaya dan kesungguhan dalam mencurahkan segala kemampuan untuk mencapai suatu tujuan.
Serta memaknai jihad sebagai setiap usaha yang diarahkan dengan tujuan tertentu, serta mencurahkan semua kemampuan baik itu perkataan maupun perbuatan, dan berdakwah kepada agama yang benar.
Jihad merupakan aktivitas yang unik, aktivitas yang sifatnya menyeluruh, dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain sekalipun aktivitas keagamaan.
Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Hal ini mengindikasikan bahwa makna jihad dalam Islam mengandung pengertian yang sangat luas.
Antara lain adalah sebagai usaha yang sungguh-sungguh dilakukan dengan kerja keras dan penuh ketekunan, upaya mengendalikan nafsu, keluar rumah mencari nafkah untuk keluarga, meninggalkan kampung halaman demi menuntut ilmu pengetahuan serta perang dalam membela agama.
Karena itu, Al-Qur’an memberi isyarat bahwa setiap mukmin adalah mujahid, karena jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian Muslim.
Sebagaimana yang termaktub di dalam firman-Nya: “Barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya untuk dirinya sendiri (berakibat kemaslahatan baginya)”. (QS Al-‘Ankabut/29:6).
Di sisi lain, mereka yang berjihad pasti akan diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-citanya. Hal ini sejalan dengan firman-Nya: “Orang-orang yang berjihad di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan pada mereka jalan-jalan Kami”. (QS Al-‘Ankabut/29: 69).
Perlu kita catat bahwa, hal terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilakukan semata-mata karena Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan duniawi.
Berulang-ulang Al-Qur’an selalu menegaskan redaksi fi sabilihi (di jalan-Nya). Bahkan di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 78 memerintahkan: “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dalam pemaknaannya jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Meskipun kata jihad ini relatif pendek tetapi implikasinya sangat paripurna dalam masyarakat Islam, baik secara umum maupun dalam lingkup personal seorang Muslim.
Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Tetapi jihad tidak dapat dilaksankan tanpa modal yang dimiliki dan tujuan yang ingin dicapai.
Sebelum tujuan tercapai dan selama masih ada modal, selama itu pula jihad dituntut.
Dalam momentum bulan suci Ramadhan ini, mari memaknai serta mengimplementasikan jihad sebagai puncak segala aktivitas, sebagai upaya mewujudkan jati diri yang bermula dari kesadaran.
Kesadaran yang harus berdasarkan pengetahuan bukan karena paksaan. Karena itu mujahid di tuntut bersedia berkorban, dan tak mungkin menerima paksaan, atau melakukan jihad dengan terpaksa.
Wallahu A’lam Bish-Shawabi.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq.
(****)